Pada akhirnya dia gagal memasak nasi goreng itu sendiri, karena dia tidak tahan melihat bahwa koki baru itu bahkan hampir menjatuhkan piring dan memotong tangannya sendiri ketika ia baru saja masuk ke dalam dapur. Melihat ketakutan yang terpancar di mata koki baru ketika ia mengatakan tujuannya dan segera memiliki tepian mata yang memerah, dia hanya bisa menyerah dan melambaikan tangannya.
"Baiklah, kau bisa memasaknya untukku."
Akhirnya ia berlalu dan menikmati makanan dari Koki dan memang layak baginya untuk memuji nasi goreng dengan tampilan yang begitu mewah dan dia sempat merasa enggan untuk memakannya.
Ini sudah hampir pukul tujuh malam, dia keluar dari kamarnya setelah berkutat begitu lama di dalam kamar mandi yang sangat berbeda dengan sumur yang selalu ia gunakan. Ia hampir saja menyerah dan berpikir tidak perlu untuk mandi.
Tetapi, dia mengurungkan niatnya.
Kali ini dia berjalan ke depan meja makan, dan menyapa Paman Li yang telah menunggu dengan berdiri di sudut meja makan.
"Paman, apakah aku makan malam sendirian?"
Paman Li membungkuk dan menjelaskan, "Tuan berpesan bahwa dia hanya bisa kembali esok hari dikarenakan kota C sedang ada badai, dan penerbangan tidak dapat dilakukan."
Houran mengangguk mengerti, "lalu, bagaimana dengan Ā mu?"
"Asisten nyonya baru saja memberikan kabar bahwa Nyonya tidak akan kembali dalam waktu dekat dan mengingatkan agar Tuan muda makan malam tanpa menunggunya."
Houran mengangguk lagi, "lalu Jie jie, ia juga belum kembali dari universitas?"
"Nona kedua biasanya tidak akan kembali jika sudah malam hari, dia akan tinggal di hotel atau salah satu apartemen yang dibeli keluarga di dekat universitasnya."
Houran hanya dapat mendesah di dalam hatinya, orang kaya dengan uang berlimpah tidak akan merasa keberatan untuk membeli satu gedung apartemen demi kenyamanan putrinya.
Benar-benar tidak pelit perihal uang.
Tiba-tiba dia mengingat sesuatu, dan melihat ke arah Paman Li, "Ā mu mengatakan bahwa aku masih memiliki seorang saudara laki-laki?"
"Oh, Itu Tuan muda tertua, dia masih berada di perguruan tinggi sekaligus menanggani perusahaan bersama dengan Tuan, jadi dia sangat jarang kembali ke rumah kecuali untuk keperluan penting atau acara besar yang memerlukan kehadirannya di rumah, selebihnya Tuan muda tertua memilih untuk tinggal di apartemen miliknya."
Jadi sepertinya, baik ayah maupun saudara pertamanya termasuk dalam daftar bangsawan penggila kerja. Mereka bahkan tidak pulang ketika tubuh ini mengalami kecelakaan dan kehilangan ingatan. Mungkin dia harus menunggu untuk melihat mereka secara langsung untuk melihat apakah mereka sulit untuk dihadapi atau tidak.
Houran tidak bertanya lebih jauh, ia mulai mengambil nasi dan lauk dan makan dalam diam.
Setelah makan, Houran beranjak ke ruang bersantai dan merebahkan dirinya di atas sandaran sofa dan merenung. Ia lalu melirik Paman Li yang masih mengikuti dan berdiri tidak jauh dari sofa.
Ia menunjuk ke arah single sofa di sebelahnya, "Paman Li, kau bisa duduk di sini. Jangan hanya berdiri di sana, apa kakimu tidak pegal?"
"Tetapi, Tuan muda ...."
"Duduklah, aku ingin membicarakan beberapa hal, atau kau tidak ingin berbicara denganku, Paman?"
"Baiklah, baiklah." Paman Li bergegas untuk mendudukkan dirinya di sofa, lalu melihat ke arah tuan mudanya yang kembali melamun. "Apa yang ingin Tuan muda ketahui?"
Houran sebenarnya tengah merenungkan apakah yang harus ia ketahui terlebih dahulu, apakah itu mengenai tubuh yang ditempatinya saat ini, ataukah mengenai keluarganya yang tampak sempurna tetapi entah bagaimana tidak terasa seperti apa yang ada, Houran mempertimbangkan hal itu sejenak.
Houran melirik Paman Li sebentar, lalu berbicara, "apakah sebelumnya aku juga makan malam sendirian seperti malam ini?"
Paman Li tidak segera menjawabnya, ada beberapa keraguan yang membuatnya harus mempertimbangkan jawaban dengan hati-hati, "setiap malam ... memang Tuan muda selalu makan sendirian seperti tadi. Hanya ketika terjadi sesuatu yang penting semua orang akan berkumpul."
Houran mencerna jawaban itu selama beberapa saat.
"Sesuatu yang penting itu seperti apa, Paman?"
"Seperti ulang tahun Tuan muda, misalnya. Semua orang akan kembali ke rumah untuk pesta perayaan dan memberikan hadiah pada Tuan muda." Jelas Paman Li dengan hati.
Houran mengusap dagunya, "anu, Paman ... kapan ulang tahunku?"
"Itu adalah bulan ke empat pada hari ketiga belas."
Houran bergumam, "13 April. Angka sial."
"Tidak! Tidak! Tuan dan Nyonya selalu menekankan bahwa tidak ada angka yang bisa menjadi pembawa sial, apalagi itu adalah tanggal lahir Tuan muda Houran. Tidak mungkin menjadi membawa sial."
Houran hanya mengangguk dan tidak memperpanjang masalah ini.
"Lalu bagaimana dengan ulang tahun Jie jie dan Dage?"
Paman Li berpikir sejenak sebelum menjawabnya, "keduanya telah berhenti merayakan ulang tahun mereka di dalam kediaman. Tuan muda pertama terbiasa merayakan ulang tahun dengan rekan kerja dan klien perusahaan, sedangkan Nona kedua, biasanya akan berkumpul bersama teman di universitasnya."
Houran mengangguk, "lalu, tanggal lahir mereka?"
"Ini sungguh ajaib tuan muda," sahut Paman Li dengan antusias, "keduanya sama-sama lahir di bulan ke tujuh, pada hari ke tujuh belas dan hari ke dua puluh."
"Siapa yang lahir pada hari ke tujuh belas?"
"Ah, itu adalah Nona kedua."
Jadi, Mei Qixuan, Dagenya lahir pada hari ke dua puluh.
Dia akan menyimpan ingatan ini baik-baik, atau setidaknya mencatatnya sehingga ia dapat membantu mereka merayakannya di rumah bahkan jika itu hanya dengan kue atau roti yang akan dia buat dengan tangannya sendiri.
Bagaimana bisa mereka melewatkan acara makan bersama bahkan jika itu hanyalah sarapan? Di desanya yang dulu, makan bersama adalah adat yang dianggap sakral. Yang satu tidak akan makan tanpa kehadiran yang lain, dan itu dapat merekatkan perasaan antara keluarga, antara saudara atau anak kepada orang tuanya. Itulah mengapa makan bersama dianggap sangat penting di dalam desanya.
Houran teringat sesuatu, "bagaimana dengan hari pernikahan? Apakah Ā mu dan Ā ba pulang di hari itu?"
Paman Li terlihat ragu untuk mengatakan apa yang berada di dalam pikirannya. Bibirnya menipis, lalu menghela nafas sejenak, "Tuan dan Nyonya sudah lama berhenti merayakan hari pernikahan mereka, Tuan muda."
Houran tertegun, tidak siap untuk mendengarkan jawaban yang menunjukkan bahwa hari itu mungkin tidak penting bagi keduanya. Apakah hanya karena mereka terlalu sibuk? Ataukah mereka memang tidak memperdulikan hari penting itu?
Houran harus menarik dan menghembuskan nafasnya dua kalo berturut-turut, sibuk memikirkan banyak sekali kemungkinan dalam keluarga ini. Dia juga tidak bisa tinggal dalam keluarga yang akan terus bertindak seperti ini. Lebih baik untuk mencari semacam cara.
Tapi Houran masih belum menemukannya.
Ia menghela nafas sekali lagi, lalu berkata, "Paman, apakah ini hanya aku, atau kau juga merasa bahwa kediaman ini lebih terdengar seperti persinggahan sesaat untuk penghuninya?"
"Mereka bahkan tidak menetap di dalamnya."
[To Be Continued]
"Paman Li, apakah kita memiliki banyak pengawal?"Houran selalu ingin menanyakan hal ini sejak kemarin, meskipun mereka seorang bangsawan dengan kekayaan yang mungkin saja tidak akan habis dalam tujuh turunan, tetapi untuk memiliki seorang pengawal yang berada di setiap sudut ruangan, di samping pintu, di ujung halaman, di depan gerbang masuk, di depan setiap pintu kamar - yang membuatnya hampir tidak bisa tidur karena tidak terbiasa dengan seseorang yang berada di depan kamarnya - dan bahkan di dalam dapur. Sungguh, apa sebenarnya dibutuhkan dari seorang pengawal untuk berdiri di dapur seperti patung yang bernafas? Menakuti orang saja.Paman Li, yang sejak kemarin menemaninya kemanapun ia ingin beranjak, dari dapur, ke ruang bersantai, menonton televisi, dan hanya meninggalkannya setelah memastikan ia masuk ke dalam kamarnya, kali ini juga berdiri di sampingnya dan tidak begitu canggung seperti kemari
"Hei, siapa namamu?"Dia cukup kelelahan untuk mengamati seluruh kediaman yang luasnya hampir menyerupai sebuah desa, baru saja beberapa tempat yang ia sambangi dan kini dia sudah hampir terkapar di salah satu tangga di halaman samping. Kakinya pegal, dan dahinya berkeringat, cukup untuk membuatnya merasakan bahwa fisik bocah yang ditempatinya ini benar-benar tidak dapat diandalkan.Paman Li baru saja mengundurkan diri untuk memberikan perintah pada pelayan agar membawakan minuman untuknya. Dan dia menunggu dengan meluruskan kakinya di tangga, memutuskan untuk menciptakan pembicaraan dengan seorang pengawalan yang berdiri di ujung tangga yang pendek ini. Pelayan itu hanya membungkuk sekali kepadanya, lalu kembali berdiri dengan wajah kaku.Ketika mendengarkan pertanyaan darinya, pengawal itu kembali berbalik ke arahnya, dan membungkuk untuk menjawabnya, "saya ... saya pengawa
Tok! Tok!Houran yang tengah merebahkan diri di atas tempat tidur yang dapat ditempati oleh lima orang sekaligus itu, dan suara ketukan di pintu membuatnya segera beranjak. Dia membuka pintu untuk menemukan seorang pelayan wanita yang segera membungkuk ke arahnya."Tuan muda, saya diminta menyampaikan bahwa Tuan muda tertua telah kembali, dan saat ini tengah beristirahat di ruang bersantai."Houran tertegun, "Dage ku kembali? Sejak kapan?""Tiga puluh menit yang lalu, Tuan muda." Jawab si pelayan dengan hati-hati.Houran mengangguk mengerti, dia segera memberikan instruksi kepada pelayan itu, untuk pergi terlebih dahulu. Sedangkan ia memiringkan kepalanya dan melirik pelayan yang tengah berdiri tegak di sebelah pintu dan tampak tidak terganggu.Dia berbisik. "Pst! Pst! Hei, kau ...."
Houran tidak menunjukan dirinya bahkan ketika mereka telah masuk ke dalam ruangan bersantai, televisi tidak menyala, sedangkan secangkir kopi telah terhidang di atas meja. Houran bisa merasakan sosok pria yang duduk di sofa dan membelakanginya, itu masih menunjukan ketegasan yang tidak terbantahkan.Houran menjadi semakin ragu-ragu, dia memilih untuk mendorong pengawal yang berada di hadapannya dan berpegangan pada ujung belakang jasnya yang membuat itu berkerut tidak karuan.Pengawal di depan Houran bahkan belum sempat menanggapi tindakan Tuan mudanya atau menyapa orang yang tengah duduk di sofa, ketika suara tegas dan dalam terdengar"Dia tidak ingin menemuiku?"Houran belum memiliki niatan untuk menunjukan dirinya, dan dia lebih pendek juga lebih kecil daripada pengawal ini, jadi cukup masuk di akal mengapa Dage-nya tidak dapat melihat keberadaannya.
Houran melirik sekitarnya, saat itu mereka tengah makan malam dan suasana di ruang makan benar-benar sunyi hingga seekor lalat yang terbang mungkin akan terdengar sangat keras. Dia melirik ke sekitarnya secara sembunyi-sembunyi, dan semua orang hanya terdiam dengan urusan masing-masing.Sebelumnya, ketika dia baru saja selesai membersihkan diri ketika pintu kamarnya diketuk sekali lagi, ia segera membenahi jubah mandinya yang sedikit terlalu besar, dan membuka pintu untuk menemukan Paman Li yang berada di depan kamarnya.Dia merasa cukup heran, "Paman Li?""Tuan muda," Paman Li menjawab sambil membungkuk kepadanya, "saya baru saja mendapat pemberitahuan bahwa Tuan tengah berada di perjalanan kembali, dan diperkirakan sebelum makan malam akan sampai."Houran agak linglung mendengarkannya, "Tuan, Tuan yang kau maksud ... Ah! Ā ba telah kembali?!" 
"Paman Li ... Ini ...?" Houran menunjuk ke arah lapangan rumput di hadapannya, dengan beberapa pohon yang sengaja diatur dengan ukuran dan bentuk yang serupa. Ada pula sebuah kolam di tengah-tengahnya dengan air mancur yang semakin menunjukan kesan elegan tetapi masih mewah. Paman Li mengikuti arah dimana Dia menunjuk, lalu berbicara, "ini adalah taman utama, Tuan muda." Dia menatap Kepala pelayan yang baru saja berbicara dengan raut wajah penuh tanda tanya, "ah, jadi ini taman? lalu mengapa aku tidak melihat bunga sama sekali?" Sepanjang ingatannya, salah satu teman yang pulang dari kota mengatakan bahwa bangsawan suka menanam banyak bunga sebagai simbol kediaman megah yang penuh warna. Lalu mengapa dia melihat sedikit sekali bunga yang ada di dalam kediaman ini? Apakah ada seseorang yang tidak menyukai bunga? Belum sempat P
Sejak kemarin, ketika Mu Qixuan langsung berbalik pergi sebelum Houran memiliki kesempatan untuk menyusun penjelasan karena sebenarnya dia hanya disebut begitu ketika masih berada di dunia sebelumnya, Houran terganggu dengan fakta bahwa mereka tidak lagi bertegur sapa. Walaupun sebenarnya Mu Qixuan memang selalu dingin dan juga kaku, dan memiliki aura seorang bos yang dapat mengeluarkan perintah apapun, itu masih akan berbicara -meski dengan menggunakan nada pedas- kepadanya. Mereka tidak menyapa satu sama lain, bahkan jika mereka saling berhadapan, dia yang terlalu takut untuk bertanya atau mengatakan halo kepada saudaranya yang menyeramkan ini, sedangkan Mu Qixuan dengan temperamen yang mengerikan dan juga dalam suasana hati yang buruk sudah pasti tidak akan memiliki niat barang secuil pun untuk mengeluarkan basa-basi pada saudara kecilnya ini. Ketika waktunya makan malam kemarin, Nyony
Dia sudah menghitung apa saja yang dapat dia tanam di dalam kebunnya nanti, dan mencoba untuk menyusun kembali beberapa lama setiap tanaman hingga panen, dia harus menentukan mana sekiranya yang lebih sederhana dan tidak membutuhkan terlalu banyak waktu, ia perlu menunjukan kepada keluarga ini bahwa akhirnya ada sesuatu yang dapat dia lakukan, dengan begitu dia dapat terus berkebun dengan hati yang ringan. Ia menghitung satu demi satu menggunakan jemarinya, sambil melangkah dengan riang, "aku akan menanam bawang daun, lalu bayam, buncis, sawi, tomat, cabai dan ... ah! Tidak boleh melupakan cabai hidung banteng!" Jing Li yang mendengarkan dengan tenang sambil berjalan di hadapannya tiba-tiba saja tersandung dan agak membungkuk karenya, "anda mengatakan apa yang ingin anda tanam itu? Yang terakhir?" "Ha? Cabai hidung banteng?" "Cabai macam apa itu, Tuan muda? Mengapa saya b