Red Room

Red Room

last updateLast Updated : 2021-11-24
By:  White EagleOngoing
Language: English_tagalog
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings. 2 reviews
7Chapters
2.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

"Maybe it is true that there is always one who will get to you-that person with a special something that will let him sneak under your defenses." Lily feels there is no escape from the dark world she inhabits. At hindi na rin niya gustong makawala mula roon. And just as long as she relies only on herself, she knows she would be okay. Isa lang ang pakay ni James sa pagpipilit na makalapit kay Lily-ang gantihan ang babae sa ginawa nito sa kanyang kapatid. But as he tries to get under the woman's skin, he realizes the danger he is putting himself in-danger that is more emotional than physical. Because slowly, he finds he is being seduce to join her in the dark world she lives in. The Red room. Lust,love and pain- those are what Lily and James both share. And it seems neither of them wants to escape from that-just as long as they are both in on it.

View More

Chapter 1

Chapter I

"Nyonya, nyawa putri anda bisa tidak tertolong..."

Tubuh Giselle Marjorie menegang seketika. Sepasang matanya berkaca-kaca mendengar apa yang dikatakan oleh dokter.

"Tolong berikan yang terbaik untuk anak saya, dok. Saya mohon..." pinta Giselle, suaranya bergetar menahan tangis.

Sambil menghindari tatapan sayu Giselle, dokter itu mengangkat stetoskopnya, lantas menarik nafas panjang.

"Maaf, Nyonya, kami tidak bisa bertindak lebih jauh sebelum tunggakan dilunasi," ucap sang dokter.

Giselle menarik jas dokter tersebut seraya berlutut, "Saya akan berusaha melunasi semua biaya pengobatannya, saya berjanji!"

Dokter itu tampak kelabakan. Ia membantu Giselle untuk berdiri dengan susah payah, lalu meminta maaf karena tidak bisa melakukan tindakan apapun saat ini.

Giselle tertunduk dengan bahu terkulai di lorong rumah sakit begitu dokter pamit pergi. Air matanya berdesakan di pelupuk mata mengiringi kepedihan di hatinya.

Biaya pengobatan yang menunggak itu hampir menyentuh lima ratus juta. Dari mana ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?

Elodie—putri kecilnya yang masih berusia tiga tahun—mengidap penyakit hepatitis sejak lahir. Giselle-lah yang membesarkan anaknya seorang diri, berjuang mati-matian untuk bertahan hidup dan juga memperjuangkan nyawa putri kecilnya.

Ia sudah berpisah dengan suaminya tiga tahun lalu. Lebih tepatnya saat Elodie masih dalam kandungan.

Saat itu suaminya mengalami kecelakaan dan koma. Giselle dipaksa oleh mertuanya untuk bercerai dan pergi dari hidup mereka.

Giselle menghela napas berat, menatap Elodie yang terbaring pucat dan tampak kurus kering. Air mata terus menetes membasahi pipinya saat menggenggam tangan mungil putrinya. 

Giselle tidak tahu harus meminjam uang ke mana lagi. Ia tidak memiliki siapapun selain ibu tiri yang sama sekali tidak peduli padanya.

"Tunggu," lirihnya, teringat sesuatu. "Apa aku meminjam uang pada kantor saja?" 

Giselle menggigit bibir bawahnya. Tapi ia bahkan belum genap satu bulan bekerja di sana. Rasanya tak terlalu benar apabila ia langsung mengajukan pinjaman.

Namun, itulah satu-satunya jalan. Giselle berusaha meneguhkan hati dan mengelus lembut pipi Elodie dengan sayang.

"Tunggu Mama ya, Sayang. Mama pasti akan membawa uang untuk biaya pengobatan Elodie." Giselle mengecup kening putri kecilnya, lalu bergegas pergi.

Sambil berjalan di lorong rumah sakit, Giselle menghubungi kepala staf dan memberi tahu maksud dan tujuannya. 

Tak berapa lama, ia tiba di sebuah gedung pencakar langit di tengah kota. Giselle segera menemui kepala staf yang telah menunggunya. Sebelumnya, Giselle sudah meminta izin cuti hari ini. Tetapi karena keperluan yang mendesak, ia kembali datang ke kantornya. 

"Selamat pagi, Bu," sapa Giselle pada atasannya. 

Wanita dengan balutan blazer abu-abu itu menoleh cepat dan berjalan mendekati Giselle yang berdiri di dekat pintu. 

"Giselle, aku sudah menyampaikan permintaan kepada manajemen. Kau diminta datang ke ruangan CEO di lantai lima sekarang juga." 

Giselle tampak bingung. Mengapa ia diarahkan ke ruang CEO alih-alih divisi keuangan?

Namun, karena kepala staf memintanya segera pergi, Giselle pun hanya bisa patuh. 

"Baik, Bu. Terima kasih banyak, saya akan segera ke sana." 

Segera Giselle berjalan cepat menuju sebuah lift. Detak jantungnya berpacu, untuk pertama kalinya, seorang karyawan rendahan sepertinya akan bertemu dengan pemilik perusahaan Royal Group, perusahaan terbesar di kota Luinz.

Saat pintu lift terbuka, Giselle tiba di sebuah lorong sepi dan hanya ada beberapa ruangan di sana. Wanita itu melihat dengan jelas ruangan CEO di depan sana.

Giselle meremas jemari kedua tangannya dengan gugup. Batin Giselle berkecamuk saat tangannya mengetuk pintu. 

“Masuk!” sahut suara bariton dari dalam yang semakin membuatnya gelisah.

Giselle memutar gagang pintu ruangan itu, lalu berjalan perlahan dan menatap ke arah meja kerja CEO, seorang laki-laki duduk di sana membelakangi Giselle. 

"Selamat pagi, Pak. Maaf menyita waktunya sebentar," ucap Giselle menyapa dengan sopan. 

Hening, tidak ada jawaban sejenak dari bossnya itu. Giselle menunggu dengan perasaan tak menentu. 

"Giselle Marjorie." 

Suara bariton pria yang tegas dan pelan, membuat Giselle tersentak pelan dan menegang di tempat.

Suara itu ... Giselle sangat mengenalinya!

Kursi hitam itu kini berputar. Tampak sosok laki-laki tampan dengan balutan tuxedo navy yang kini menatap lekat ke arah Giselle dengan wajah dingin dan tatapan matanya yang tajam. 

Giselle ternganga melihat sosok laki-laki di depannya. Detak jantungnya berpacu hebat. 

Iris biru mata indah Giselle bergetar. "G-Gerald," lirihnya hampir tak bersuara. 

Dia adalah Gerald Gilbert, mantan suami yang Giselle tinggalkan tiga tahun yang lalu. 

Pria itu tersenyum miring melihat reaksi Giselle. "Jadi karyawan baru yang ingin bertemu denganku dan meminjam uang itu adalah kau ... mantan istriku?"

Giselle tidak menjawab. Ia tertunduk, meremas rok selututnya dengan gelisah. 

Bagaimana mungkin ia bertemu dengan Gerald di sini? Mengapa ia tidak tahu bahwa bosnya adalah mantan suaminya sendiri?!

Namun, Giselle sudah tidak bisa mundur lagi. Nyawa anaknya sedang dipertaruhkan. 

Giselle menelan ludah susah payah, lalu berkata dengan suara tercekat, "Sa-saya ingin meminta bantuan Pak Gerald." 

Pak Gerald ... panggilan itu membuat Gerald mengetatkan rahangnya. Rautnya tampak mengeras melihat Giselle. Wanita yang meninggalkannya saat koma, menceraikannya secara sepihak, lalu tiba-tiba muncul dengan wajah sedih dan mengemis meminta pertolongannya!

Gerald lantas mendekati Giselle yang berdiri menundukkan kepalanya. 

"Bagaimana bila aku tidak berbelas kasih padamu, Giselle?" tanyanya dengan suara dingin. "Bukankah dulu kau meninggalkanku begitu saja dalam keadaan koma?"

Sontak, Giselle langsung mengangkat wajahnya. Jantungnya berdegup kencang menatap wajah dingin milik Gerald. 

"Ma-maafkan saya di masa itu, Pak Gerald," ujar Giselle, berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. "Tapi saya benar-benar membutuhkan uang sekarang." 

Laki-laki itu tersenyum sinis, kilatan licik terpancar dari kedua matanya. Seolah melihat wanita yang pernah menyakitinya kini memohon-mohon padanya adalah sesuatu yang menyenangkan.

"Hanya lima ratus juta?" ucap pria itu dengan nada cemooh.

Giselle mengangguk pelan. "Saya akan segera membayarnya kembali, Pak. Saya tidak keberatan jika gaji saya dipotong setiap bulannya. Saya akan melakukan apapun jika Pak Gerald bersedia membantu saya."

Gerald tertawa remeh mendengarnya, lalu kembali duduk di kursi kebesarannya, sambil menatap Giselle dengan penuh perhitungan.

"Kau akan melakukan apapun?" tanya laki-laki itu dengan seringai licik.

Giselle menganggukkan kepala meskipun tubuhnya kini sudah gemetar.

"Ya, saya akan melakukan apapun yang Anda inginkan," jawab Giselle, air mata menggenang di pelupuk matanya.

Ekspresi Gerald tidak berubah. Air mata wanita itu hanya membuatnya semakin muak!

"Bekerja di sini selamanya pun belum tentu bisa melunasi uang itu, kau perlu cara lain untuk melunasi uang itu padaku," katanya. 

Kedua mata indah milik Giselle mengerjap pelan. "La-lalu dengan cara apa saya harus melunasinya?" 

Seringai tipis di sudut bibir Gerald membuat Giselle gentar. 

"Tidur denganku."

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

Comments

user avatar
Garo Rolando
More scenes!
2021-11-20 22:34:44
1
user avatar
Pageant Universe
Yieeeh! Kakatambling!
2021-11-20 22:33:35
1
7 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status