"Xuanqing apa kau akan pergi cukup lama?" Tanya Jinsi yang ada dibelakang Xuanqing.
Kini mereka berdua ada didalam kamar utama kediaman. Xuanqing tengah menulis surat dan juga mempersiapkan barang yang akan dia bawa ke Ibu Kota. Pemimpin Keluarga Ye itu tidak bisa terus menghindar dari perintah Ibu Suri, karena itu hari ini juga dia putuskan untuk kembali. "Tidak akan lama, ku harap Ibu Suri tidak banyak mencecar hasil pekerjaan ku." Xuanqing membalikkan badannya dan tersenyum ke arah Jinsi. Xuanqing menggandeng tangan Jinsi dan membawanya duduk. Kondisi perempuan itu masih belum stabil, jadi Xuanqing benar-benar memperlakukannya layaknya barang pecah belah. Dia begitu hati-hati terhadap perempuan yang dia bawa dari Sungai Qilin itu. "Jinsi, selama aku pergi kau tetaplah berada dikediaman. Dengarkan apa kata tabib, dan—" Ucapan Xuanqing langsung terpotong, hal itu terjadi karena Jinsi yang menaruh jari telunjuk dibibir Xuanqing. "Kau terlalu banyak bicara suami ku, tentu saja aku akan tetap berada di kediaman. Ini adalah rumah kita, jadi aku akan menunggu mu kembali di sini. Aku juga akan mendengarkan perkataan tabib dengan baik, ku harap saat kau kembali aku sudah pulih. Jadi bisa menyambut kedatangan mu nanti," ucap Jinsi dengan polos. Dada Xuanqing rasanya nyeri saat mendengar kata-kata penuh ketulusan dari perempuan didepannya itu. Rasa penyesalan menyeruak didalam hatinya, tapi ada kepentingan pribadi yang jauh lebih besar dari rasa penyesalannya. Satu-satunya hal yang bisa Xuanqing lakukan saat ini hanyalah memperlakukan Jinsi dengan baik. Membohongi perempuan itu rupanya membuat Xuanqing semakin gusar. "Perempuan sebaik dirimu harus menjadi korban keegoisanku. Maafkan aku Nona Jinsi," batin Xuanqing menjerit. Akan tetapi diluar hatinya, Xuanqing tetap bersandiwara. Dia tersenyum manis menanggapi perkataan Jinsi. Xuanqing meraih tangan Jinsi yang semula bertengger di bibirnya lalu menggenggamnya erat. "Aku tahu kau pasti akan menurut," balas Xuanqing. Kemudian dia mengeluarkan kotak kayu yang sebelumnya telah dia siapkan. Xuanqing membukanya, dari sana ada sebuah tusuk konde yang terbuat dari tembaga dan juga giok berkualitas tinggi. Ye Xuanqing memasangkan tusuk konde tersebut ke tatanan rambut Jinsi. Perempuan itu terkejut, dia memandang Xuanqing dengan penuh tanda tanya. "Apa ini suami ku?" tanyanya, tangannya menyentuh tusuk konde itu pelan. "Ini hanya pemberian kecil dariku. Ada sedikit sihir pelindung juga didalamnya, itu akan sangat berguna bagimu. Iblis, setan atau bahkan siluman tidak akan bisa melukai mu." Xuanqing mengatakan hal yang jujur. Jinsi mengangguk paham, Xuanqing kemudian bertepuk tangan dua kali. Itu merupakan kode yang diberikan kepada pelayan yang ada dikediaman. Setelahnya ada seorang pelayan wanita yang masuk, dia segera membungkukkan badannya begitu melihat Jinsi dan Xuanqing. "Salam Tuan Adipati, dan Nyonya Muda." Xuanqing mengangguk samar menerima salam itu. Kemudian atensinya tertuju pada Jinsi sepenuhnya. "Jinsi, ini adalah Zenni dia adalah pelayan pribadi mu. Selain itu dia juga bisa bela diri jadi bisa sekalian melindungi mu dari dekat," ucapnya. "Terimakasih suami ku, kau sangat baik." Jinsi tersenyum manis. "Kalau begitu aku berangkat sekarang, kau baik-baik lah di kediaman." Xuanqing bangkit dari duduknya. Setelah berpamitan Ye Xuanqing berserta para rombongan pemburu siluman bertolak menuju Ibu Kota Kekaisaran Sheng. Butuh waktu paling cepat dua hari untuk sampai ke Kota Fanlan. Sebab jarak Ibu Kota dengan Kota Shinjing cukup jauh. Tepat saat matahari diatas kepala, Xuanqing dan para rombongannya tiba di Kota Fanlan. Ye Xuanqing ditemani oleh Fen Rou dan juga Ming Tian segera masuk ke istana Kekaisaran Sheng. "Adipati, apa yang akan anda katakan soal perburuan siluman itu? Kita bahkan tidak menangkap semua siluman yang ada, apalagi meratakan Gunung Jiaguan. Ini benar-benar jauh dari perintah Ibu Suri," bisik Fen Rou dengan gelisah. Saat ini mereka bertiga memang tengah berjalan menuju ruang pertemuan dimana Ibu Suri berada. "Tenang saja, aku sudah mengurus semuanya. Asalkan Ibu Suri tidak datang langsung ke Gunung Jiaguan semuanya akan baik-baik saja," jawab Xuanqing dengan nada yang sama lirihnya. Begitu pintu besar dari kayu terbuka, Xuanqing dan juga dua rekannya bisa berhadapan langsung dengan Ibu Suri Kekaisaran Sheng. Dibalik tirai dengan manik-manik terbaik itu lah seorang Ibu Suri kekaisaran duduk, dialah Zhao Weini. "Seluruh kemurahan tertuju pada anda Ibu Suri!" Ye Xuanqing, Fen Rou, dan Ming Tian kompak memberi salam dengan membungkukkan badan. "Kalian para pemburu siluman, tentu sudah tahu apa tujuan ku memangil kalian ke mari bukan?" Tanya Zhao Weini dengan nada yang dingin. Tatapannya sepenuhnya tertuju pada Ye Xuanqing yang berdiri di jarak lima meter dihadapannya. Xuanqing yang menjadi pemimpin pun mengangguk. "Tentu saja Ibu Suri, maaf atas keterlambatan kami." Zhao Weini menghela nafas berat, dia kemudian berhenti menggunakan kipas lipatnya. Kipas itu ditutup dengan keras hingga menimbulkan suara yang nyaring di seluruh penjuru ruangan. "Hah! Ye Xuanqing, ini adalah kali pertama kau membuatku menunggu cukup lama. Perburuan siluman selesai sejak pekan lalu, tapi kenapa kau baru menghadap ku. Sebenarnya apa yang terjadi di Gunung Jiaguan?" Tanya Zhao Weini dengan geram. Ye Xuanqing mengangkat kepalanya dia menatap lurus ke arah Ibu Suri. Ini merupakan tindakan yang cukup berani dan tidak bermoral. Di kekaisaran sikap seperti itu tidak diperbolehkan, tapi siapa yang berani memprotes Xuanqing? "Aku punya alasan untuk itu Ibu Suri, keterlambatan ku tidak ada hubungannya dengan perintah perburuan siluman." Kening Zhao Weini berkerut dalam, dia tidak bisa menebak apa yang dimaksud Xuanqing. "Lalu, apa yang terjadi?" tanyanya bermaksud mendesak. "Aku hanya tinggal lebih lama di kediaman ku yang lain. Jika anda bertanya dimana, maka jawabannya aku berada di Kota Shinjing beberapa hari terakhir." Xuanqing menjelaskan dengan tenang. Mendengar itu Zhao Weini justru tersenyum mengejek. "Ah apa ini karena perempuan yang kau sebut istri itu?" "Rupanya kabar itu sudah sampai ke telinga anda, syukurlah jika Ibu Suri sudah tahu." Xuanqing menanggapinya dengan santai. Padahal dia sadar betul apa yang dia lakukan pasti akan memantik amarah wanita didepannya ini. "Ye Xuanqing, aku memerintahkan kau untuk memburu semua siluman dan meratakan Gunung Jiaguan. Bukan untuk mengunjungi perempuan yang kau panggil istri itu! Lagi pula harusnya kau ingat kalau aku menganugerahkan pernikahan untuk mu dan Tuan Putri Daiyan!" Zhao Weini berteriak keras, dia sudah kehabisan kesabaran. Bahkan dia sampai harus berdiri. Melihat kemarahan Ibu Suri tidak membuat Ye Xuanqing gentar. Dia masih saja berdiri dengan tegap dan tenang tanpa bergeser sedikit pun atau bahkan mengalihkan pandangannya. Padahal Fen Rou dan Ming Tian sudah was-was saat ini. Mereka takut murka Ibu Suri justru akan menyulitkan Ye Xuanqing yang merupakan pemimpin keduanya. "Perintah perburuan siluman sudah aku lakukan Ibu Suri, anda tidak perlu khawatir." Xuanqing tetap tenang memberikan jawaban. Sang Adipati Muda itu juga sengaja memberikan jeda pada jawabannya. "Lalu untuk anugerah pernikahan, aku dengan tegas menolaknya. Aku Ye Xuanqing menolak untuk menikah dengan Tuan Putri Daiyan!" Salah satu alasan Xuanqing membuat skenario bahwa dirinya telah menikah dengan Jinsi adalah untuk menghindari anugrah pernikahan ini. Ye Xuanqing sadar betul tujuan Ibu Suri ingin menikahkannya, itu demi mengawasi Xuanqing dari jarak dekat. Sebelum mendengar Zhao Weini berbicara lagi, Xuanqing lebih dulu berujar lantang. "Tujuan anda memanggil kami untuk mendapatkan hasil pemburuan siluman bukan? Maka aku katakan semuanya dengan lengkap Ibu Suri," imbuh Xuanqing. "Apa kau bisa membuktikan kalau kau sudah melakukan perintah ku dengan baik Ye Xuanqing?" tanya Zhao Weini menelisik. Ye Xuanqing sudah menebak hal ini, dia hanya tersenyum mendengar todongan pertanyaan seperti itu. "Tentu saja!" —Bersambung—“Tidak mungkin Jinsi, kita harus selesaikan masalah dengan Lu Sangyun juga. Kita tak bisa pergi ke istana sekarang.” Jing Qian jelas menolak. “Tapi kak—” “Dengar Jinsi, istana memang tengah dikepung bahaya. Tapi kau juga jangan lupa bahwa Hei Lian Hua dan Lu Sangyun ada di luar istana. Mereka jauh lebih kuat dan berbahaya ketimbang ibu suri yang diasingkan di istana itu,” jelas Jing Qian lagi. Perempuan siluman rubah ekor tujuh itu mendekat pada Jung Jinsi, mengusap pelan pundaknya dan menatap tenang wajah adiknya. “Begini saja, kau pergilah ke istana sekarang. Lalu aku akan pergi ke biro penangkap siluman untuk menemui Lu Sangyun.” Jing Qian akhirnya mengalah dan memberi jalan tengah terbaik. Untuk saat ini hal ini lah yang paling efektif. “Apa kakak yakin?” tanya Jung Jinsi yang jelas sangat khawatir. Jing Qian malah tertawa kecil mendengarnya, dia malah mencubit pelan ujung hidung Jung Jinsi dengan gemas. “Kau ini, apa kau lupa kalau aku siluman rubah ekor tujuh? aku cu
Ye Xuanqing berjalan merapatkan diri ke sisi tembok ruang bawah tanah begitu mendengar suara kaki mendekat ke arahnya. Sementara Fen Rou bersembunyi dibelakang tumpukan kayu bakar di ruangan itu sambil berjongkok dan mata yang awas.Melalui pandangan saja keduanya saling berkomunikasi, menunggu siapa yang muncul di ruang bawah tanah selain mereka.“Penjaga tidak mungkin turun ke mari sebelum aku keluar, aku sudah memerintahkan mereka untuk tetap berjaga di pintu masuk.” Ye Xuanqing membatin, menerka siapa yang sekiranya akan muncul dihadapannya.Obor di sisi kanan dan kiri pintu masuk ruang bawah tanah bergoyang pelan tertiup angin yang masuk. Fen Rou menyipitkan matanya, tangannya sudah menggengam erat Tombak Qiankun disisi tubuhnya. “Kalian juga mencari petunjuk segel darah disini rupanya.”Suara perempuan terdengar begitu jelas dari pintu masuk, kening Ye Xuanqing berkerut dalam. Sosok yang baru saja masuk masih belum terlihat wujudnya dan sang adipati masih menerka-nerka siapa so
Jung Jinsi dan Jing Qian berdiri menghadap sang Tuan Besar keluarga Ye, Ye Qingyu. Pria yang tak lagi muda itu berulagkali menghela nafas panjang. Sang Tuan Besar memang tengah duduk dengan the hiaju yang mengepul hangat dicangkirnya.“Jinsi, aku tahu niatmu baik. Tapi aku juga tidak mungkin mengizinkan mu pergi tanpa pengawasan disaat seperti ini.” Ye Qingyu berkata dengan tenang, namun jelas ada nada kekhawatiran yang dai sembunyikan.“Tuan Besar, apa anda lupa jika aku bukan manusia? Aku siluman rubah ekor sembilan, kekuatan ku cukup untuk melindungi diri,” jawab Jung Jinsi yang jelas keras kepala.“Aku tahu bagaimana kekuatan mu sebagai siluman, tapi aku mengatakan ini bukan bermaksud meremehkan kekuatan mu. Aku mengatakan ini karena aku tahu, akan jadi seperti apa putraku jika perempuan yang dia cintai pergi tanpa pengawasan di saat genting seperti in. lagi pula yang akan kau temui adalah siluman mimpi buruk Lu Sangyun.” Ye Qingyu menatap dalam-dalam ke arah Jung Jinsi dan Jing Q
Ye Xuanqing berjalan dengan langkah yang lebar-lebar saat dia meninggalkan paviliun angin timur, tempat ibu suri diasingkan. Begitu dia keluar, sang Adipati langsung menghela nafas panjang. Tampak sekali lelah setelah mengintrogasi Ibu Suri, Zhao Weini. "Bagaimana Adipati? anda dapatkan sesuatu?" tanya Ming Tian yang lekas berdiri dan menghampiri rekan kultivasinya. Ye Xuanqing diam sejenak, dia mengeraskan rahangnya. Menahan emosi yang membuncah dalam dadanya. "Wanita tua itu jelas masih memiliki rahasia lain dalam rencananya, dan kali ini masalahnya melebar ke mana-mana. Ibu Suri tidak hanya menargetkan Kaisar Zhao Yun Taek!" desis Ye Xuanqing. Kemudian sebuah cahaya muncul di udara dan mendekat ke arah sang Adipati Muda. Ye Xuanqing tahu kalau itu adalah jimat pengirim pesan yang ditujukan padanya. Tanpa banyak bicara Adipati itu langsung menengadahkan tangannya, bersiap menerima jimat tersebut. Ketika cahaya mengenai telapak tangan Ye Xuanqing, seketika ada gu
Gerbang istana dibuka perlahan, Ye Xuanqing bersama dengan Ming Tian dan Fen Rou masuk ke dalam istana sembari menunggang kuda. Barulah saat berada di halam istana, mereka turun dari kuda masing-masing dan menyerahkannya pada penjaga yang ada.Tugas utama sang adipati muda hari ini adalah melihat dan mengintrogasi sendiri Ibu Suri, Zhao Weini. Wanita tua itu sudah terlalu lama diam, dan kekaisaran perlu jawabannya untuk memeberikan hukuman dan menyelesaikan masalah dengan tuntas.“Kita langsung pergi ke paviliun angin timur, Ibu Suri diasingkan di sana saat ini adipati.” Ming Tian berujar pelan, dia memang tahu kondisi terkini dari sang pelaku utama kerusuhan di kekaisaran itu.Ye Xuanqing melirik sekilas ke arah Ming Tian yang memang berjalan dibelakangnya lalu mengangguk. “Ya, kita langsung pergi ke sana sekarang.”Namun baru saja hendak berbelok di koridor, sosok Putri Daiyan sudah muncul. Perempuan itu masih ditemani oleh dua pelayan muda dibelakangnya.“Adipati Ye!” panggil Zhao
Cahaya mentari menyelinap lewat celah kisi-kisi jendela, memantul lembut di atas lantai batu giok yang mengilap. Di paviliun utama, aroma teh qianye baru saja dituangkan oleh pelayan.Di kursi kehormatan duduk Ye Qingyu, pemilik wajah tenang namun berwibawa. Pakaiannya sederhana, namun dari cara duduk dan tatapan matanya, jelas bahwa ia adalah seorang yang terbiasa memimpin medan tempur.Di hadapannya duduk Mu Wangyan, Komisaris Perfektur Shinjing. Lelaki itu tampak santun, mengenakan jubah hitam bersulam perak khas pejabat tinggi. Matanya sempit, senyumnya tipis dan tidak pernah benar-benar sampai ke mata.“Sejak kapan komisaris perfektur, Kota Shinjing memiliki hubungan dengan Tuan Besar Ye?” Jung Jinsi yang duduk di sudur paviliun bertanya pada dirinya sambil menyuap buah kering pelan-pelan, seolah tak ikut dalam pembicaraan. Namun dari matanya yang terfokus dan telinganya yang tajam, ia sudah waspada sejak pria itu masuk. Ada semacam tirai tipis yang menghalangi dirinya, sehingga