LOGINDua ratus tahun telah berlalu. Di dunia bawah, tepatnya di wilayah Klan Qing, suasana malam itu terasa tidak biasa. Langit yang semula cerah tiba-tiba diselimuti awan gelap pekat. Petir sesekali berkilat di kejauhan, namun tak setetes pun hujan turun.
Di dalam salah satu paviliun utama, Qing Feng, Patriark klan, berjalan mondar-mandir di depan kamar istrinya. Wajahnya tampak gusar dan penuh kecemasan, matanya sesekali menatap pintu yang tertutup rapat. Dari dalam, suara tangisan dan jeritan tertahan terdengar menggema. "Bagaimana istriku?" seru Qing Feng dengan nada cemas. Seorang tabib wanita tua keluar terburu-buru, wajahnya pucat. "Patriark... ini bukan kelahiran biasa. Energi spiritual di sekitar Nyonya Ling Hua terlalu kuat. Saya takut tubuhnya tak akan mampu menahannya!" Qing Feng menggertakkan giginya. "Apapun yang terjadi, selamatkan dia!" Namun sebelum sang tabib sempat masuk kembali, getaran kuat mengguncang seluruh bangunan. Cahaya keemasan menyembur dari celah pintu kamar, membuat semua orang terperangah. Petir menyambar di luar. Der! Der! Dari dalam kamar terdengar tangisan bayi... namun anehnya, suara itu membawa tekanan spiritual yang membuat semua orang berlutut tanpa sadar. Para tetua klan saling berpandangan, mata mereka gemetar. "Tekanan ini… bukanlah kekuatan biasa…" bisik salah satu dari mereka dengan wajah pucat. Qing Feng terpaku di tempat. Ia menatap pintu yang perlahan terbuka, dan dari balik cahaya keemasan itu terdengar suara lembut istrinya, lemah namun bahagia. "Feng… anak kita… telah lahir." Qing Feng segera melangkah masuk. Sisa aura spiritual masih bergelombang di udara, membuat ruangan terasa berat dan hangat sekaligus. Beberapa pelayan wanita berlutut di sudut ruangan dengan wajah pucat, masih gemetar karena tekanan qi yang muncul dari bayi itu. Tirai kamar bergoyang lembut, diterpa sisa energi yang belum sepenuhnya tenang. Ling Hua tampak lemah, namun matanya berbinar bahagia. Di pelukannya, bayi kecil itu terbungkus kain putih, kulitnya halus seperti giok, namun dari tubuh mungilnya memancar cahaya keemasan lembut. Seorang pelayan mendekat dengan hati-hati, menyeka keringat di dahi Nyonya mereka. "Selamat, Nyonya," ucapnya lirih. "Tuan muda ini… berbeda dari bayi mana pun yang pernah saya lihat." Qing Feng menatap anaknya lama. Saat tangannya hendak menyentuh tubuh bayi itu, hawa hangat seketika menjalar ke seluruh tubuhnya, membuatnya tertegun. Di punggung mungil sang bayi, tampak sebuah tanda naga melingkar yang berkilau samar, seolah hidup dan bernafas di bawah kulitnya. Tetua Qing Wushen, Tetua Qing Jianhong, Tetua Qing Haoran, Tetua Qing Baishan dan Tetua Qing YunFei melangkah masuk dan memberi ucapan selamat. Tetua Qing Wushen, Tetua Qing Jianhong, Tetua Qing Haoran, Tetua Qing Baishan, dan Tetua Qing Yunfei melangkah masuk dan memberi ucapan selamat. Mereka membungkuk dengan hormat di hadapan Qing Feng dan Ling Hua. “Selamat atas kelahiran putra Anda Patriark,” ucap Tetua Qing Wushen dengan tulus. Qing Jianhong menambahkan dengan senyum tipis, "Langit benar-benar memberkati Klan Qing malam ini." Sementara itu, Qing Haoran menatap bayi kecil di pelukan Ling Hua, matanya sedikit menyipit. "Namun… tekanan spiritual ini, luar biasa kuat untuk bayi yang baru lahir." Qing Baishan dan Qing Yunfei saling berpandangan. Qing Baishan mengelus janggutnya pelan. "Aku tak pernah merasakan aura seperti ini bahkan dari murid puncak Klan." Qing Yunfei mendekat, matanya tertuju pada tanda naga yang samar di punggung bayi itu. "Tanda ini… aku mengenalnya. Dalam catatan kuno Klan Qing, hanya satu orang dalam sejarah yang pernah memilikinya…" Qing Feng menatap mereka tajam. "Cukup. Jangan ucapkan itu di luar ruangan ini." Nada suaranya rendah namun penuh tekanan. "Mulai saat ini, tak seorang pun boleh mengetahui tentang tanda itu, termasuk para murid. Bila berita ini menyebar, seluruh Klan Qing akan menghadapi bencana yang tak terbayangkan." “Baik, Patriark. Kami berjanji tidak akan menyebarkan tanda itu, bahkan jika nyawa kami menjadi taruhannya,” ucap kelima Tetua Klan Qing serempak, suara mereka bergema tegas memenuhi ruangan. Qing Feng mengangguk pelan, sorot matanya tajam. "Bagus. Mulai malam ini, tak seorang pun boleh menceritakan hal ini kepada siapa pun . Katakan pada semua pelayan bahwa Nyonya Ling Hua masih dalam masa pemulihan. Siapa pun yang berani membuka mulut…" Tatapannya berubah dingin, "kepalanya akan kuambil sendiri." Kelima tetua menunduk dalam-dalam, tak berani mengangkat kepala. Aura Patriark yang tenang namun penuh wibawa membuat dada mereka sesak. Bayi kecil itu tampak tertidur tenang di pelukan ibunya, namun dari tubuh mungilnya masih memancar sisa-sisa cahaya keemasan yang lembut. Setiap kilauannya seolah menggambarkan seekor naga yang melingkar di langit, menatap dunia dengan mata yang belum terbuka. Petir di luar perlahan mereda. Awan hitam yang menutupi langit mulai menyingkir, dan sinar bulan kembali menembus jendela, jatuh tepat di wajah kecil bayi itu — seolah langit tengah menyambut kelahirannya. Qing Feng menatapnya lama, lalu berbisik dalam hati, "Apakah ini yang disebut takdir langit…? Jika benar demikian, semoga kau tumbuh menjadi cahaya bagi dunia ini, Qing Long Chen." Lin Hua tersenyum mendengar nama putra keduanya itu. Wajahnya yang pucat tampak bercahaya di bawah sinar bulan. “Nama yang bagus, Feng ge,” ucapnya lembut, suaranya nyaris berbisik. Qing Feng menatap istrinya dengan tatapan yang penuh kasih. "Istirahatlah, Hua'er. Mulai malam ini, semuanya akan berbeda." Lin Hua mengangguk pelan. Tatapannya lalu beralih pada bayi mungil di pelukannya — seolah ingin mengukir wajah kecil itu dalam hatinya. "Entah kenapa… aku merasa anak ini akan membawa perubahan besar bagi dunia ini," gumamnya pelan. Setelah itu, matanya mulai terpejam, tubuhnya terasa sangat kelelahan ketika melahirkan putra keduanya itu. Qing Feng duduk di sebelah tempat tidur sang istri dengan tatapan penuh kasih sayang dan cinta. Ia merasa sangat beruntung memiliki istri yang begitu cantik, lemah lembut, dan berhati tulus. Tangannya perlahan membelai rambut Lin Hua yang terurai di bantal. "Istirahatlah, Hua’er," bisiknya lembut. "Kau sudah berjuang keras hari ini." Kelima Tetua dan para pelayan yang membantu proses persalinan perlahan meninggalkan kamar dengan hormat, menutup pintu dengan hati-hati agar tidak mengganggu sang Nyonya dan bayi. Suasana paviliun menjadi hening. Hanya terdengar napas halus Lin Hua dan suara kecil bayi yang sesekali terdengar di pelukannya. Qing Feng menatap keduanya lama, istrinya yang terlelap kelelahan dan putra keduanya yang baru lahir. Senyum lembut muncul di wajahnya. "Sekarang keluarga kita bertambah satu lagi, Hua’er… semoga kelak kedua anak kita bisa tumbuh kuat menjaga nama Klan Qing." Namun, di balik ketenangan itu, aura spiritual di dalam ruangan tiba-tiba bergetar halus. Cahaya keemasan tipis tampak berdenyut dari tubuh bayi itu — samar tapi cukup membuat Qing Feng kembali menegang.Di malam hari, Qing Long Chen memberikan kristal inti hewan buas tingkat tiga dan tingkat empat kepada kakaknya, Qing Yunxiao, berjumlah lima puluh buah. Qing Yunxiao tercengang melihat tumpukan kristal inti itu di atas meja. Dirinya sendiri masih kesulitan menghadapi hewan buas tingkat empat, sedangkan adiknya bisa mengalahkannya dengan begitu mudah, seolah tanpa hambatan. “Haih… Kakak benar-benar tidak habis pikir dengan dirimu, Longer. Kebanyakan murid klan kita, juga murid dari Klan Jiang maupun Klan Tang, harus berpikir dua kali sebelum memasuki kawasan dalam Hutan Utara kota Zhoucheng. Tapi kamu malah mendapatkan kristal inti tingkat tiga dan tingkat empat seperti mengambil batu di pinggir sungai. Kamu benar-benar layak dijuluki monster, adikku,” ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Qing Long Chen hanya tersenyum kecil mendengar ucapan kakaknya. Ia menggaruk belakang kepalanya pelan, seolah tidak merasa istimewa sama sekali. *Kakak terlalu melebih-lebihkan. Aku ha
"Tolong… tolong…!!!" Dari kejauhan terdengar suara seorang wanita berteriak meminta tolong menggema di antara pepohonan. Qing Long Chen baru saja selesai mengambil kristal inti dari dalam kepala serigala berbulu perak. Ia langsung menoleh. Karena penasaran, dia lalu melesat secepat kilat ke sumber suara untuk mengetahui apa yang terjadi. Sesampainya di sana, ia melihat seorang gadis berusia sekitar tiga belas tahun dengan wajah cantik, tampak berlari ketakutan dikejar seekor ular bersisik hitam. Ular bersisik hitam itu meluncur menerobos pepohonan, tubuhnya sebesar batang pohon, panjangnya belasan meter. Setiap gesekan sisiknya di tanah menghasilkan gemuruh halus, dan racun ungu menetes dari taringnya, membuat rerumputan di bawahnya langsung menghitam. Gadis itu tersandung batu dan hampir terjatuh ketika ular raksasa itu membuka mulut lebar-lebar. Sebuah bayangan gelap muncul seraya mengayunkan pedangnya ke tubuh ular hitam. Slash! Slash! Slash! Tubuh ular bersisik hi
Di malam hari, Qing Long Chen, Patriark Qing Feng, Qing Yunxiao, dan Lin Hua sedang menikmati makan malam di ruang makan. Tak ada satu pun yang bersuara saat mereka makan. Beberapa saat kemudian, mereka selesai. Saat hendak pergi, Qing Feng memanggil pelan. “Chen’er.” Long Chen berhenti. “Ya, Ayah?” Qing Feng menatapnya dengan sorot tajam yang tetap penuh kendali. "Ada hal yang harus kau ingat mulai sekarang," ucapnya perlahan. "Jangan tunjukkan kekuatanmu di hadapan murid lain ataupun orang luar." Long Chen terdiam sejenak. “Untuk merahasiakan kekuatanku?” Qing Feng mengangguk tipis. “Benar. Para Tetua sudah mengetahui perkembanganmu, dan mereka sepakat untuk merahasiakannya. Namun, murid-murid lain maupun pihak luar tidak boleh tahu. Untuk sekarang, lebih aman jika semua orang menganggapmu biasa saja.” Long Chen menunduk hormat. “Aku mengerti, Ayah. Aku tidak akan menarik perhatian.” "Bagus." Qing Feng menepuk pundaknya pelan. "Ini demi keselamatanmu. Bakatmu ter
Seiring berjalannya waktu, kini Qing Long Chen telah berusia dua belas tahun. Wajahnya semakin tampan, membuat para murid wanita terpikat oleh pesonanya. Sedangkan para murid laki-laki justru merasa iri, termasuk Qing Mo Han. "Tch! Apa hebatnya kau dibanding diriku? Dari dulu hingga sekarang ranah kultivasimu tidak ada kemajuan sama sekali. Apa kau masih layak disebut Tuan Muda? Sampah tetaplah sampah! Mau berusaha sekeras apa pun, kau tak akan pernah menjadi kultivator sejati!" ejek Qing Mo Han sinis saat Qing Long Chen melintas di depannya. Qing Long Chen berhenti dan menoleh pelan. "Apa orang tuamu tidak pernah mengajarkan sopan santun? Apa di matamu aku begitu rendah hingga kau berani menyebutku sampah? Aku tidak pernah bermasalah denganmu, tapi kau selalu mencari gara-gara denganku. Aku selama ini diam karena menghormatimu sebagai senior. Tapi semakin lama, tindakanmu semakin arogan, seolah klan ini milik keluargamu sendiri. Beginikah sikap seorang senior terhadap junior?"
Tujuh tahun kemudian, tampak seorang anak laki-laki berumur tujuh tahun berwajah tampan tengah berlatih tanding dengan kakaknya. Tangannya dengan lincah mengayunkan pedang kayunya itu. Qing Yunxiao hanya bisa menghindar dan menangkis serangan pedang adiknya itu. Meski di umurnya masih berusia tujuh tahun, teknik pedang Qing Long Chen tidak bisa di anggap remeh. "Sungguh mengerikan, meski adikku masih berusia tujuh tahun tapi kemampuan pedangnya sangat mendalam," gumam Qing Yunxiao, terkejut akan perkembangan sang adik. Meski demikian, ia merasa senang dan bangga memiliki adik yang begitu jenius. Ia tak pernah merasa iri terhadap bakat yang dimiliki Qing Long Chen. Sebaliknya, ia amat menyayangi adiknya itu. Sewaktu Qing Long Chen berusia lima tahun, dari pagi hingga sore ia membaca kitab-kitab di perpustakaan klan dari tingkat rendah hingga tingkat menengah, bahkan yang berada di perpustakaan paviliun keluarganya selama satu bulan. Di bulan kedua, ia dengan tekun dan giat mu
Dua ratus tahun telah berlalu. Di dunia bawah, tepatnya di wilayah Klan Qing, suasana malam itu terasa tidak biasa. Langit yang semula cerah tiba-tiba diselimuti awan gelap pekat. Petir sesekali berkilat di kejauhan, namun tak setetes pun hujan turun. Di dalam salah satu paviliun utama, Qing Feng, Patriark klan, berjalan mondar-mandir di depan kamar istrinya. Wajahnya tampak gusar dan penuh kecemasan, matanya sesekali menatap pintu yang tertutup rapat. Dari dalam, suara tangisan dan jeritan tertahan terdengar menggema. "Bagaimana istriku?" seru Qing Feng dengan nada cemas. Seorang tabib wanita tua keluar terburu-buru, wajahnya pucat. "Patriark... ini bukan kelahiran biasa. Energi spiritual di sekitar Nyonya Ling Hua terlalu kuat. Saya takut tubuhnya tak akan mampu menahannya!" Qing Feng menggertakkan giginya. "Apapun yang terjadi, selamatkan dia!" Namun sebelum sang tabib sempat masuk kembali, getaran kuat mengguncang seluruh bangunan. Cahaya keemasan menyembur dari celah pi







