LOGINTujuh tahun kemudian, tampak seorang anak laki-laki berumur tujuh tahun berwajah tampan tengah berlatih tanding dengan kakaknya.
Tangannya dengan lincah mengayunkan pedang kayunya itu. Qing Yunxiao hanya bisa menghindar dan menangkis serangan pedang adiknya itu. Meski di umurnya masih berusia tujuh tahun, teknik pedang Qing Long Chen tidak bisa di anggap remeh. "Sungguh mengerikan, meski adikku masih berusia tujuh tahun tapi kemampuan pedangnya sangat mendalam," gumam Qing Yunxiao, terkejut akan perkembangan sang adik. Meski demikian, ia merasa senang dan bangga memiliki adik yang begitu jenius. Ia tak pernah merasa iri terhadap bakat yang dimiliki Qing Long Chen. Sebaliknya, ia amat menyayangi adiknya itu. Sewaktu Qing Long Chen berusia lima tahun, dari pagi hingga sore ia membaca kitab-kitab di perpustakaan klan dari tingkat rendah hingga tingkat menengah, bahkan yang berada di perpustakaan paviliun keluarganya selama satu bulan. Di bulan kedua, ia dengan tekun dan giat mulai berlatih latihan fisik di bawah pengawasan sang Ayah, dan mulai berlatih teknik tinju serta teknik berpedang. Seiring berjalannya waktu, kemampuan Qing Long Chen berkembang dengan pesat. Dalam waktu dua tahun saja, kekuatan fisiknya melampaui anak-anak seusianya. Setiap gerakan tinju dan ayunan pedangnya semakin kuat. Bahkan Tetua Qing Wushen, Tetua Qing Jianhong, Tetua Haoran, Tetua Qing Baoshan dan Tetua Qing Yunfei yang melihat perkembangannya hanya bisa menggeleng kagum. "Anak ini benar-benar jenius," ujar salah satu dari mereka, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Namun Qing Long Chen sendiri tidak pernah merasa puas. Setelah selesai berlatih, ia selalu kembali ke perpustakaan untuk membaca kitab-kitab tingkat tinggi yang bahkan sebagian besar murid dewasa pun belum diizinkan menyentuhnya. Qing Feng berdiri dari kejauhan sambil tersenyum kecil melihat anak bungsunya itu berlatih tanpa kenal lelah. "Anak ini... kelak akan membawa perubahan besar bagi Klan Qing," gumamnya pelan. Tanpa sepengetahuan Qing Feng, putra bungsunya diam-diam sering pergi ke hutan di sisi utara Kota Zhoucheng bertarung melawan hewan buas. Andaikan ayahnya mengetahui hal itu, sudah pasti ia akan dimarahi habis-habisan. Bahkan para murid klan maupun para Tetua pun tidak mengetahui hal tersebut. Hutan itu sendiri dihuni oleh berbagai jenis hewan buas, mulai dari yang biasa hingga yang bertingkat satu sampai tingkat empat. Tetapi Qing Long Chen hanya melawan hewan buas tingkat biasa sampai tingkat satu yang berada di kawasan luar, demi meningkatkan kemampuan bertarungnya. Hewan buas tingkat satu setara dengan seseorang yang berada di Ranah Dasar, tingkat dua sebanding dengan Ranah Pondasi puncak, tingkat tiga setara dengan Ranah Inti, sedangkan tingkat empat memiliki kekuatan yang setara dengan Ranah Inti Emas. Kalau saja Qing Feng dan para Tetua Klan mengetahui tingkat kultivasi Qing Long Chen yang sebenarnya, mereka pasti akan sangat terkejut. Di usianya yang baru menginjak tujuh tahun, kultivasinya telah berada di Ranah Pondasi tingkat lima. Dalam dunia kultivasi, tingkatan kekuatan terbagi menjadi dua belas ranah, yang menjadi pijakan dalam menapaki jalan menuju kesempurnaan diri. 1. Ranah Dasar 2. Ranah Pondasi 3. Ranah Inti 4. Ranah Inti Emas 5. Ranah Raja 6. Ranah Kaisar 7. Ranah Dewa 8. Ranah Dewa Bumi 9. Ranah Dewa Langit 10. Ranah Dewa Surga 11. Ranah Semi Abadi 12. Ranah Abadi Ranah Dasar dan Ranah Pondasi terdiri dari sembilan tingkat, tempat para kultivator membangun serta memantapkan fondasi mereka. Mulai dari Ranah Inti hingga Ranah Semi Abadi, setiap ranah dibagi menjadi tiga tahap: awal, menengah, dan puncak. Sementara itu, Ranah Abadi adalah puncak dari perjalanan panjang seorang kultivator — batas akhir di mana manusia telah melampaui usia dan tubuh fana, namun tetap berada dalam lingkup dunia. **** Menjelang sore, ketika Qing Long Chen baru saja keluar dari perpustakaan, seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun menatapnya dengan pandangan meremehkan. Dia adalah Qing Mo Han, murid dari klan cabang yang beruntung dapat berlatih di klan utama karena memiliki bakat lebih baik dibandingkan murid-murid cabang lainnya. “Mau seberapa pun banyak kitab yang kau baca, kau tetap tak akan mampu menapaki jalan kultivasi, Long Chen. Kau hanya beruntung terlahir sebagai putra Patriark, sehingga tak ada murid yang berani menyinggungmu. Percuma saja membaca banyak kitab kalau pada akhirnya kau hanya menjadi pecundang,” ucap Qing Mo Han dengan tatapan sinis. Qing Long Chen hanya menatap sekilas ke arah Qing Mo Han, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Wajahnya datar, tenang seperti permukaan danau di pagi hari. Ia lalu melangkah melewatinya begitu saja, seolah kata-kata hinaan barusan tidak lebih dari bisikan angin yang lewat di telinganya. Namun sikap acuh itu justru membuat Qing Mo Han semakin tersulut. "Berani-beraninya kau mengabaikanku!" bentaknya geram, menahan malu di depan beberapa murid yang mulai memperhatikan. Rasa panas menjalar ke wajahnya, amarah yang mendidih di dadanya seolah menuntut untuk dilampiaskan. Tanpa pikir panjang, Qing Mo Han mengangkat tangan, menyalurkan sedikit energi qi ke telapak tangannya, lalu menyerang dari belakang dengan dorongan cepat ke arah punggung Qing Long Chen. Saat pukulan Qing Mo Han akan mengenai punggung Qing Long Chen, sosok Qing Yunxiao tiba-tiba muncul dan mencengkeram pergelangan tangannya dengan kuat. "Tidak akan kubiarkan kau melukai adikku," ucap Qing Yunxiao dingin, menatap tajam ke arah Qing Mo Han. Wajah Qing Mo Han seketika menegang. Ia merasakan cengkeraman di pergelangannya begitu kuat hingga aliran qi di tangannya ikut terhenti. "Lepaskan aku, Yunxiao!" serunya, berusaha menarik tangannya dengan wajah kesal. "Aku hanya ingin memberinya pelajaran kecil, tidak lebih!" Tatapan tajam Qing Yunxiao membuat napasnya sempat tercekat, namun ia menatap balik tanpa rasa takut sedikit pun. "Apa kau bilang? Memberi pelajaran sedikit?" suara Qing Yunxiao meninggi, dingin dan tajam. "Apa kau ingin melanggar peraturan klan ini, Mo Han? Atau kau pura-pura lupa akan hal itu?" Selesai berkata, Qing Yunxiao melepaskan cengkeramannya pada tangan Qing Mo Han. Ia menatapnya sekilas dengan dingin, lalu berbalik. Bersama sang adik melangkah pergi meninggalkan tempat itu tanpa menoleh lagi, meninggalkan Qing Mo Han yang masih terdiam dengan penuh amarah. Dalam Klan Qing, aturan ditegakkan dengan ketat. Sesama murid dilarang berkelahi tanpa izin para Tetua. Klan menanamkan nilai bahwa setiap murid adalah saudara seperguruan, harus saling mendukung, saling melindungi, dan bersama menapaki jalan kultivasi demi kejayaan klan. Siapa pun yang berani melanggar, apalagi menyerang sesama murid karena emosi pribadi, dianggap menodai kehormatan Klan Qing dan akan menerima hukuman berat. Qing Mo Han meringis pelan sambil memegangi pergelangan tangannya yang masih terasa sakit akibat cengkeraman tadi. "Tch! cuma kebetulan saja aku lengah," ujarnya pelan, berusaha menutupi rasa malunya dengan nada angkuh. Tatapannya mengikuti kepergian Qing Yunxiao dan Qing Long Chen. Sebuah senyum tipis terangkat di sudut bibirnya. "Kalau saja kalian berdua bukan putra Patriark Qing Feng, aku tidak akan segan-segan membunuh kalian." Namun kenyataannya, ia hanya bisa menelan kata-kata itu mentah-mentah. Tingkat kultivasinya masih berada di bawah Qing Yunxiao, bahkan untuk melawan pun belum tentu dia bisa menang.Di malam hari, Qing Long Chen memberikan kristal inti hewan buas tingkat tiga dan tingkat empat kepada kakaknya, Qing Yunxiao, berjumlah lima puluh buah. Qing Yunxiao tercengang melihat tumpukan kristal inti itu di atas meja. Dirinya sendiri masih kesulitan menghadapi hewan buas tingkat empat, sedangkan adiknya bisa mengalahkannya dengan begitu mudah, seolah tanpa hambatan. “Haih… Kakak benar-benar tidak habis pikir dengan dirimu, Longer. Kebanyakan murid klan kita, juga murid dari Klan Jiang maupun Klan Tang, harus berpikir dua kali sebelum memasuki kawasan dalam Hutan Utara kota Zhoucheng. Tapi kamu malah mendapatkan kristal inti tingkat tiga dan tingkat empat seperti mengambil batu di pinggir sungai. Kamu benar-benar layak dijuluki monster, adikku,” ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Qing Long Chen hanya tersenyum kecil mendengar ucapan kakaknya. Ia menggaruk belakang kepalanya pelan, seolah tidak merasa istimewa sama sekali. *Kakak terlalu melebih-lebihkan. Aku ha
"Tolong… tolong…!!!" Dari kejauhan terdengar suara seorang wanita berteriak meminta tolong menggema di antara pepohonan. Qing Long Chen baru saja selesai mengambil kristal inti dari dalam kepala serigala berbulu perak. Ia langsung menoleh. Karena penasaran, dia lalu melesat secepat kilat ke sumber suara untuk mengetahui apa yang terjadi. Sesampainya di sana, ia melihat seorang gadis berusia sekitar tiga belas tahun dengan wajah cantik, tampak berlari ketakutan dikejar seekor ular bersisik hitam. Ular bersisik hitam itu meluncur menerobos pepohonan, tubuhnya sebesar batang pohon, panjangnya belasan meter. Setiap gesekan sisiknya di tanah menghasilkan gemuruh halus, dan racun ungu menetes dari taringnya, membuat rerumputan di bawahnya langsung menghitam. Gadis itu tersandung batu dan hampir terjatuh ketika ular raksasa itu membuka mulut lebar-lebar. Sebuah bayangan gelap muncul seraya mengayunkan pedangnya ke tubuh ular hitam. Slash! Slash! Slash! Tubuh ular bersisik hi
Di malam hari, Qing Long Chen, Patriark Qing Feng, Qing Yunxiao, dan Lin Hua sedang menikmati makan malam di ruang makan. Tak ada satu pun yang bersuara saat mereka makan. Beberapa saat kemudian, mereka selesai. Saat hendak pergi, Qing Feng memanggil pelan. “Chen’er.” Long Chen berhenti. “Ya, Ayah?” Qing Feng menatapnya dengan sorot tajam yang tetap penuh kendali. "Ada hal yang harus kau ingat mulai sekarang," ucapnya perlahan. "Jangan tunjukkan kekuatanmu di hadapan murid lain ataupun orang luar." Long Chen terdiam sejenak. “Untuk merahasiakan kekuatanku?” Qing Feng mengangguk tipis. “Benar. Para Tetua sudah mengetahui perkembanganmu, dan mereka sepakat untuk merahasiakannya. Namun, murid-murid lain maupun pihak luar tidak boleh tahu. Untuk sekarang, lebih aman jika semua orang menganggapmu biasa saja.” Long Chen menunduk hormat. “Aku mengerti, Ayah. Aku tidak akan menarik perhatian.” "Bagus." Qing Feng menepuk pundaknya pelan. "Ini demi keselamatanmu. Bakatmu ter
Seiring berjalannya waktu, kini Qing Long Chen telah berusia dua belas tahun. Wajahnya semakin tampan, membuat para murid wanita terpikat oleh pesonanya. Sedangkan para murid laki-laki justru merasa iri, termasuk Qing Mo Han. "Tch! Apa hebatnya kau dibanding diriku? Dari dulu hingga sekarang ranah kultivasimu tidak ada kemajuan sama sekali. Apa kau masih layak disebut Tuan Muda? Sampah tetaplah sampah! Mau berusaha sekeras apa pun, kau tak akan pernah menjadi kultivator sejati!" ejek Qing Mo Han sinis saat Qing Long Chen melintas di depannya. Qing Long Chen berhenti dan menoleh pelan. "Apa orang tuamu tidak pernah mengajarkan sopan santun? Apa di matamu aku begitu rendah hingga kau berani menyebutku sampah? Aku tidak pernah bermasalah denganmu, tapi kau selalu mencari gara-gara denganku. Aku selama ini diam karena menghormatimu sebagai senior. Tapi semakin lama, tindakanmu semakin arogan, seolah klan ini milik keluargamu sendiri. Beginikah sikap seorang senior terhadap junior?"
Tujuh tahun kemudian, tampak seorang anak laki-laki berumur tujuh tahun berwajah tampan tengah berlatih tanding dengan kakaknya. Tangannya dengan lincah mengayunkan pedang kayunya itu. Qing Yunxiao hanya bisa menghindar dan menangkis serangan pedang adiknya itu. Meski di umurnya masih berusia tujuh tahun, teknik pedang Qing Long Chen tidak bisa di anggap remeh. "Sungguh mengerikan, meski adikku masih berusia tujuh tahun tapi kemampuan pedangnya sangat mendalam," gumam Qing Yunxiao, terkejut akan perkembangan sang adik. Meski demikian, ia merasa senang dan bangga memiliki adik yang begitu jenius. Ia tak pernah merasa iri terhadap bakat yang dimiliki Qing Long Chen. Sebaliknya, ia amat menyayangi adiknya itu. Sewaktu Qing Long Chen berusia lima tahun, dari pagi hingga sore ia membaca kitab-kitab di perpustakaan klan dari tingkat rendah hingga tingkat menengah, bahkan yang berada di perpustakaan paviliun keluarganya selama satu bulan. Di bulan kedua, ia dengan tekun dan giat mu
Dua ratus tahun telah berlalu. Di dunia bawah, tepatnya di wilayah Klan Qing, suasana malam itu terasa tidak biasa. Langit yang semula cerah tiba-tiba diselimuti awan gelap pekat. Petir sesekali berkilat di kejauhan, namun tak setetes pun hujan turun. Di dalam salah satu paviliun utama, Qing Feng, Patriark klan, berjalan mondar-mandir di depan kamar istrinya. Wajahnya tampak gusar dan penuh kecemasan, matanya sesekali menatap pintu yang tertutup rapat. Dari dalam, suara tangisan dan jeritan tertahan terdengar menggema. "Bagaimana istriku?" seru Qing Feng dengan nada cemas. Seorang tabib wanita tua keluar terburu-buru, wajahnya pucat. "Patriark... ini bukan kelahiran biasa. Energi spiritual di sekitar Nyonya Ling Hua terlalu kuat. Saya takut tubuhnya tak akan mampu menahannya!" Qing Feng menggertakkan giginya. "Apapun yang terjadi, selamatkan dia!" Namun sebelum sang tabib sempat masuk kembali, getaran kuat mengguncang seluruh bangunan. Cahaya keemasan menyembur dari celah pi







