Share

Bertemu

Part 4

Angga POV

Sejak pagi, aku sudah disibukkan oleh persiapan pengembangan proyek di sudut kota. Pembangunan restoran dan hotel. Tapi ada satu hal yang membuatku semakin kesal. Kenapa semua orang tidak henti-hentinya membuat kesalahan. Cara kerja mereka benar-benar berantakan. Laporan keuangan yang kurang transparan dan beberapa karyawan yang tidak kompeten. Rapat yang memakan waktu dan hanya menemukan jalan buntu. Semakin membuat aku frustasi. 

"Semangat Bos, kita masih punya kesempatan terakhir untuk memenangkan tender kali ini." 

"Apakah sudah kau persiapkan bahannya? Aku tidak mau ada kesalahan lagi. Sehingga kita kehilangan kesempatan untuk kedua kalinya." 

"Semua sudah kami persiapkan Bos!" Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, sekretaris Ondel-ondel itu nyelonong saja.

"Bisakah kau mengetuk pintu terlebih dahulu?" gertakku penuh amarah. 

"Upss, sorry Bos, pintunya terbuka sedikit, jadi tidak ada salahnya dong, aku masuk saja. Lain kali tidak, Oke!" Dasar wanita, selalu merepotkan. Tapi cukup cekatan juga dia bekerja, rapi dan tersusun dengan sempurna. Aku memuji hasil kerjanya yang memuaskan. Walau hanya dalam hati. 

"Aku akan memberikan bonus jika tender kali ini berhasil." ucapku menutup kembali map yang tadi aku pegang. Beralih mengambil dokumen yang lain. Masih ada sekitar lima berkas lagi. Aku sudah mulai lelah dan bosan, kenapa hidupku selalu saja seperti ini? Datar dan tanpa warna. 

"Masih ada satu yang kurang Bos, bahan presentasi yang kita buat kemarin akan aku ambil berkasnya di mejaku." Aku menghela nafas semakin dalam. Kini tinggal aku dan Viona, dia pasti akan berulah, entah kenapa wanita ini tidak pernah bosan mengganggu diriku. 

"Apa perlu bantuan Bos?" 

"Tidak!"

"Beneran tidak butuh bantuan Bos, atau mungkin butuh pijatan lembut yang menggairahkan gitu." Dasar sekretaris tidak tahu diri, dia mencoba menggodaku lagi rupanya. Kenapa aku tidak menyadari sifat jeleknya itu sebelum menerima dirinya?

"Keluarlah!"

Gertakku, aku berharap Viki segera kembali sehingga gadis ini cepat enyah dari hadapanku. Bukannya pergi, gadis ini malah menggerakkan tangannya ke pundak, lalu menjalar turun ke  dadaku, mengusap lembut di sana, dia menjajarkan wajahnya dengan ku, hembusan nafasnya aku rasakan, bukannya tergoda, tapi malah semakin ingin marah saja. 

"Singkirkan tanganmu!" Dia bahkan dengan santai meraba pelan yang semakin membuatku muak. 

"Ayolah Bos!"

Derit pintu terdengar, aku yakin itu adalah Viki, sebelum akhirnya aku mendengar suara itu, orang yang juga membuatku muak dan bosan saat di rumah. 

"Astaghfirullah!"  Aku tidak peduli akan suara itu, tapi suara berikutnya, membuat kepalaku semakin berdenyut.

"Angga! Kami sengaja datang unt_"

"Angga! Apa-apaan ini?" Aku mengibaskan tangan yang masih berada di tubuhku. 

"Mama!" 

"Owh, jadi ini kelakuanmu saat berada di kantor?" Menuduhku tanpa ingin mendengar penjelasannya. "Keluar kamu!" pasti ditunjukkan kepada sekretaris sialan yang bernama Viona itu. Gadis itupun pergi. Saatnya aku bersiap menerima omelan mama, pasti wanita itu yang meminta mama datang kemari. Licik! Dia tidak mungkin berani datang sendiri karena sudah pasti aku akan mengusirnya. 

"Mama! Ini tidak seperti yang Mama bayangkan!" 

"Apa? Mau mengelak? Bahkan kami sudah  melihat semuanya." teriak mama. Pertama kali aku melihat wajah mama yang marah, sungguh menakutkan. Dan gadis pembawa sial itu, hanya menunduk, seolah di lantai ada sebongkah berlian yang berharga. 

"Lihatlah, istrimu capek-capek masak hanya karena mencemaskan dirimu, dia khawatir akan kesehatanmu, memikirkan apakah kamu sudah makan dengan baik atau belum? Tapi di sini, kau malah bermain hati dengan perempuan lain. Dimana hati nuranimu Angga? Mama benar-benar kecewa sama kamu."

Aku menatap tajam wanita yang menunduk itu, puaskan dia, melihat aku dimarahi begini. 

"Memang siapa yang menyuruh dia capek-capek mengurusku? Aku sudah pernah bilang kan, tidak usah pedulikan aku lagi." Masih bisa mengontrol emosiku sebisa mungkin, sebab atmosfer di ruangan ini benar-benar memanas sekarang. Mama lalu duduk di sofa. 

"Angga! Mama tidak tahu harus bagaimana lagi." Sepertinya mama frustasi, pasti karena wanita yang masih berdiri di pintu itu. 

"Ma!"

"Diam kamu Angga!" 

"Ma! Kontrol emosi mama, aku tidak mau nanti mama kembali drop!" Manis sekali wanita itu bicara, seketika ucapannya mampu meluluhkan kerasnya batu yang bersarang di hati mama. Rasa benci dan muak kembali menguasai hatiku, aku mengepalkan tangan kuat sebelum masuk ke kamar mandi untuk membasuh wajahku yang terasa panas. 

"Lihatlah kurang apa dia, tapi kau masih belum juga merasa cukup." Teriakan mama hilang bersama percikan air kran yang aku putar. Kubasuh muka dengan air sebanyak-banyaknya. Kenapa selalu saja wanita itu yang dibela. Apakah aku bukan anaknya? Sejak kehadiran wanita itu, mama selalu saja memarahiku. Bahkan kerap kali memaksakan kehendaknya, tanpa meminta persetujuan dariku. 

Saat aku kembali, tidak lagi kudapati wanita menyebalkan itu, aku menarik nafas lega. "Feesa sedang membuatkan kopi untukmu." Entah kenapa mama tiba-tiba bicara seperti itu, dan kenapa aku juga mencari wanita pembawa sial bernama Feesa. 

"Angga, makanlah makan siangmu dengan benar, Feesa telah membuat semua makanan ini hanya untukmu." Dengan enggan aku mulai menyuapkan makanan ke mulutku. Rasa yang pas di lidah, bumbu yang telah memenuhi kriteria masakan yang aku suka. Satu hal itulah yang membuatku kagum dengan Feesa, meski banyak bencinya. 

"Feesa cukup lama kok tidak kembali ya?" Mama sebegitu khawatir akan menantunya itu. Tapi ada benarnya juga, wanita itu tak kunjung datang dalam waktu yang lama. 

Kriett

Panjang umur juga rupanya, aku selalu membuang muka saat wanita itu ada, entah kenapa rasanya enggan menatap wajahnya. Bahkan mungkin memang tidak mau.

"Ya sudah! Di minum itu kopi kamu, mama dan Feesa akan pamit pulang." Akhirnya, pergi juga tuh wanita. Mama mencium pipiku dengan sayang, terakhir, aku abaikan tangan wanita yang terulur ke arahku. 

"Anggaaa!" Dengan malas aku menyambut tangan itu, sebab teriakan mama. Itupun tanpa menoleh, biar wanita itu tahu dimana posisinya.

~

~

~

Waktu presentasi berlangsung dengan baik dan lancar, pihak investor menerimanya dengan antusias. Bahkan Tuan Murad langsung tanda tangan kontrak tanpa berpikir dua kali. 

"Viki, kenapa bahan presentasi kita kamu membenahinya kah? Aku melihat ada sedikit perubahan dari bahan yang kami buat kemarin."

"Maaf Bos, bahan presentasi kita memang sedikit berubah, tapi itu bukan ide saya, melainkan ide dari Ibu Feesa." Entah kenapa aku mendadak tersedak air liurku sendiri.

"Ide dia?" Kenapa aku mendadak bodoh begini? Bagaimana bisa? Bukankah wanita itu hanya wanita biasa yang mengandalkan kelicikan saja? Atau aku melewatkan sesuatu tentang dirinya?

"Benar Bos, tadi kami tanpa sengaja bertabrakan, Ibu Feesa mengambil map yang saya pegang, lalu beliau membukanya, dan menyuruh saya mengubah beberapa poin yang menurut dia kurang menarik."

"Lancang dia!"

To be continued

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status