Share

Pendarahan

“Alhamdulillah, Yah. Do'ain aja semoga janinnya sehat-sehat sampai lahiran nanti,” jawab Airin.

“Kamu anak satu-satunya Ayah, Rin. Sebenarnya Ayah gak tega melihat kamu susah kayak gini,” tutur Pak Amar terdengar sendu.

Airin mengembuskan napas pelan lalu berkata, “Ayah gak perlu pura-pura sedih, kalau ingin tertawa silahkan saja.”

Pak Amar menatap Airin dengan ekspresi kecewa.

“Kenapa kamu gak pernah mengunjungi Ayah?”

“Ini udah keputusan Airin, Yah.” Perempuan itu berpaling, menyembunyikan netranya yang mulai berembun.

“Sedalam itukah kamu benci sama Ayah, Rin? Sampai-sampai disaat kesusahan pun kamu gak mau membaginya dengan ayahmu ini?” tanya Pak Amar lirih.

Airin terdiam, jemarinya bergerak cepat mengusap air mata yang mulai menitik. Hatinya berbisik rindu, tetapi egonya lebih kuat hingga perempuan itu tetap terdiam di tempat.

Pak Amar merisik saku dan

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status