Share

Part 3

Penulis: Ida Saidah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-05 11:54:21

“Bagaimana, Mas Arya? Bisa ditransfer hari ini, apa mau bayar kes?” tanya Mbak Naomi sang wedding organizer sambil tersenyum ramah.

Lagi, aku menggaruk kepala yang tidak gatal. Bingung mau menjawab apa, sebab di anjungan tunai mandiri hanya ada saldo tiga ratus ribu saja, ditambah tadi lima puluh ribu dari Nirmala.

Ah, sial! Kenapa harus mendapatkan masalah sesulit ini sih?

“Emm...Mbak, maaf. Bisa nggak saya minta tenggang waktu tiga atau empat hari. Soalnya kartu ATM saya rusak dan mobile banking saya lagi bermasalah.” Mencoba mencari alasan yang sedikit masuk akal, siapa tahu Mbak Naomi mengerti.

“Ya sudah. Tapi beneran ya, Mas. Soalnya saya juga butuh uang untuk membayar orang-orang yang membantu saya mengurus acara pernikahan Mas kemarin. Saya nggak enak karena biasanya sehari setelah resepsi mereka sudah bayar, tapi ini malah belum dapet bayaran dari Mas Arya. Padahal kemarin mereka sudah pada semangat banget karena di sini Mas Arya terkenal orang paling kaya. Ternyata...!” Mbak Naomi menggantung kalimat dan tatapannya terlihat merendahkan.

Lha emang nyatanya aku terkenal orang paling kaya dan dermawan di komplek ini, kok.

“Saya kasih waktu empat hari buat lunasi ya Mas Arya. Tapi kalo sampe Mas Arya nggak bayar, saya tidak akan segan-segan menceritakan dan membeberkan masalah ini ke semua orang. Biar keluarga Mas Arya malu sekalian. Lagian, orang nggak punya duit lagu-laguan pake bikin acara mewah. Ngrepotin orang saja!” rutuk Mbak Naomi sambil beranjak dari duduknya kemudian lekas pergi.

Aku mendengus kesal. Semuanya gara-gara Nirmala sampai-sampai aku dihina sama orang. Coba saja dia tidak mempersulit hidupku seperti ini. Langsung men-transfer uang, tidak pakai drama segala. Awas saja nanti kalau ketemu, akan kubuat dia menyesal karena tidak menuruti permintaanku.

“Ada apa, Mas? Kok wajahnya kusut begitu?” tanya Siska seraya bergelayut manja di pundak.

Ini yang aku mau. Punya istri manja, cantik, bisa bermesraan setiap detik juga. Nggak kaya si Nirmala yang kerjanya hanya duduk di atas kursi roda, timbang mau mandi saja harus merepotkan orang. Untung saja dia kaya. Kalau tidak, sudah dibuang jauh-jauh karena tidak berguna.

“Mas.” Sebuah kecupan mendarat di bibir, membuat bulu romaku berdiri karenanya.

Duh, Siska. Kamu memang istri yang paling luar biasa. Begitu pandai membuat suaminya terbang ke awang-awang.

“Beliin aku mobil baru dong. Yang biasa juga nggak apa-apa, asalkan aku nggak kepanasan kalo pergi. Memangnya kamu mau kulit mulus istri kamu ini melepuh?”

Glek!

Aku menelan ludah dengan susah payah. Dari mana aku bisa mendapatkan uang untuk menuruti keinginan Siska. Jangankan buat beli mobil yang harganya ratusan juta. Untuk membayar wedding organizer saja lagi pusing.

Ah, ada-ada saja permintaannya!

“Kenapa, Mas? Kok kamu langsung diem begitu. ‘Kan gaji kamu besar. Masa iya buat beli mobil saja nggak bisa. Iya, ‘kan?” Dia mengusap dadaku dengan mesra.

“I—iya, Dek. Mas pasti beliin.” Menarik kedua ujung bibir, mencoba menyembunyikan rasa bingung supaya Siska tidak tahu kalau sebenarnya aku tidak memiliki apa-apa tanpa Nirmala.

Sepertinya hari ini juga aku harus datang ke rumah Nirmala. Meminta maaf juga sedikit bersandiwara, mengeluarkan air mata dan pasti dia akan luluh. Apalagi kalau sampai diajak terbang ke Surga. Jangankan uang lima puluh juta. Dia juga pasti mau memberikan lebih dan bisa membelikan mobil baru untuk Siska.

Duh, kenapa tidak kepikiran sampai ke situ. Nirmala ‘kan bucin akut. Dia pasti tidak mau kehilangan diriku. Satu-satunya laki-laki yang mau menerima dia apa adanya.

“Dek, Mas ada telepon dari kantor. Mas disuruh ke luar kota dua hari. Kamu baik-baik di rumah ya?” ucapku seraya mengecup puncak kepala istri baru.

“Yah...Mas. Masa pengantin baru malah mau ditinggal?” protesnya manja, membuat diri ini tidak tega.

“Demi masa depan kita semua, Sayang. Katanya kamu mau beli mobil baru.” Menangkup wajah sang bidadari, mengunci netranya dengan pandanganku sambil menerbitkan senyuman termanis yang aku punya.

“Oke suamiku tersayang!” Dua bulat beningnya langsung berbinar.

Gegas menyambar kunci mobil, pamit kepada Ibu juga menitipkan istriku tercinta supaya tetap dalam pengawasannya saat aku tidak ada. Siska itu cantik bagai bidadari, pasti banyak sekali laki-laki yang masih mengincar dirinya, terpesona dengan wajah cantik tanpa cela itu.

“Kamu serius mau nemuin Nirmala, Ar?” tanya ibu seraya menatap tidak yakin.

“Iyalah, Bu. Kalo nggak nemuin dia, aku mau bayar WO pake apa? Orangnya udah nagih dan ngancem kalo aku nggak segera bayar, dia akan menceritakan ke orang-orang. Memangnya Ibu mau nggak dihormati lagi gara-gara dianggap miskin?” jawabku setengah berbisik, tidak mau Siska sampai tau kalau aku hanya lelaki kere.

“Ya sudah. Hati-hati. Salamin buat Nirmala. Tolong bilangin ke dia, Ibu pengen perhiasan baru. Biar kalo arisan tambah dipuji-puji sama temen-temen Ibu.”

“Oke. Nanti kalau Siska nanya, bilang saja aku ke luar kota. Ada urusan pekerjaan.”

Ibu menautkan telunjuk dengan ibu jari membentuk huruf O.

Segera menyalami dan mencium punggung tangan Ibu, masuk ke dalam mobil lalu melajukan kendaraan roda empat yang dibelikan Nirmala karena kasihan melihatku harus bolak balik menggunakan angkutan umum saat pulang kampung.

Semoga saja Nirmala tidak marah. Aku akan terus meyakinkan dia kalau pernikahan ini hanya sandiwara, dan cinta dalam hati ini untuk dia seorang. Pasti dia langsung klepek-klepek mendengar kata-kata cinta dariku.

Lagian, mana ada sih, pria yang mau menikahi wanita cacat seperti dia. Beruntung aku masih mau. Ya... walaupun sebenarnya malu juga punya istri tidak sempurna. Tapi dengan cara itu aku bisa mendapatkan segalanya, bahkan dianggap malaikat tanpa sayap yang mau menerima kekurangan Nirmala, sehingga apa pun yang aku minta pasti dia berikan.

Setelah hampir lima jam membelah kemacetan jalanan Pantura, mobil kutepikan di depan pagar rumah Nirmala yang menjulang tinggi. Rumah paling bagus dan paling mewah di komplek tempat tinggalnya, sebab ayah mertua seorang pebisnis yang sukses. Hanya saja karena kesibukannya itu membuat dia kurang memperhatikan anak semata wayangnya.

Merapikan tampilan, menyemprotkan minyak wangi supaya istri langsung terpesona ketika melihat aku datang.

Pokoknya harus dapet uang untuk biaya resepsiku kemarin, karena hanya dari dia aku bisa mendapatkan uang. Kalau Nirmala sampai tidak memberikannya, bisa mati karena malu aku.

Tuhan. Tolong hamba-Mu. Jangan biarkan aku mendapatkan malu apalagi sampai tidak dihormati oleh para tetangga.

Membuka pintu, turun dari mobil lalu segera menekan bel rumah Nirmala.

Akan tetapi hingga hampir sepuluh menit aku berdiri, tidak ada tanda-tanda keberadaan istri di dalam. Bahkan halaman rumahnya pun terlihat begitu kotor.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Anita Ratna
Nirmala digerogotin Arya + keluarganya. Gantian Arya yg di porotin sm Sisca wk
goodnovel comment avatar
Dwi Djunarko
Kasihan Nirmala yang selalu diporotin hartanya demi ambisi dan kepuasan suami dan mertuanya
goodnovel comment avatar
Tiah
pengen ketawa ama arya ini, gk mikir kali ya apa yg di perbuatnya itu menyakiti nirmala..lagian aq yakin siska cuma mw morotin aja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Ending

    Buk!Aku meringis kesakitan ketika sebuah bola sepak tidak sengaja mengenai kepala. Seorang anak laki-laki berusia sekitar tiga belas tahunan berjalan setengah berlari ke arahku, mengambil bola tersebut sambil berkali-kali mengucap kata maaf.“Aku nggak sengaja, Pak. Tadi nendangnya terlalu kenceng!” ucapnya penuh dengan penyesalan.“Iya, gak apa-apa. Ngomong-ngomong, siapa nama kamu?” tanyaku seraya mengusap lembut rambut bocah berseragam SMP itu, merasa kagum dengan sikapnya yang santun juga mau mengakui kesalahan. Pasti dia terlahir dari keluarga paham agama, sebab dari cara dia berbicara juga sikapnya, menunjukkan betapa suksesnya sang orang tua mendidik anak tersebut.“Nama aku Azam, Pak!” Dia mengulas senyum tipis, menunjukkan kedua ceruk di pipinya, menambah kesan tampan di wajah bocah itu.“Azam. Nama yang bagus.”“Terima kasih. Nama Bapak sendiri siapa?”“Arya.”“Sekali lagi aku minta ma

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   POV Siksa 2

    Samar-samar terdengar suara panik beberapa orang, akan tetapi aku tidak bisa meminta bantuan kepada siapa pun, karena suaraku tercekat di kerongkongan. Tidak bisa mengucapakan kata, karena semakin lama semakin terasa kehabisan napas.Membuka mata perlahan, lalu menutupnya kembali mengadaptasi cahaya yang menyilaukan. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, merasa nyeri di perut bagian bawah dan tidak bisa menggerakkan sebagian anggota tubuh. Perut juga sudah terlihat mengempis, tidak sebesar tadi saat sebelum aku jatuh dan terbentur. Apa aku sudah melahirkan?Pintu kamar rawat inapku terbuka perlahan. Seorang perawat datang dengan buku catatan pasien di tangan, mengulas senyum tipis kepadaku lalu mengecek infus yang menggantung di tiang penyangga.“Suster, kenapa saya tidak bisa menggerakkan tubuh bagian bawah saya?” tanyaku penasaran, karena kedua kaki terasa sudah mati rasa.“Mungkin efek anestesi, Bu. Ibu kan habis menjalank

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   POV Siska

    “Perut sialan. Kenapa sakit banget begini sih? Bayi kurang ajar, kenapa kamu nggak mati saja!” umpatku kesal, seraya memukuli perut yang terasa sakit. Sudah mulas dari dua hari yang lalu, tetapi anak ini tidak juga keluar. Bikin semua terasa nyeri dan tidak nyaman saja. Argh! Menjerit histeris, meremas-remas perut yang kian terasa nyeri juga mendorongnya agar si bayi lekas lahir. “Sepertinya harus dirujuk ke rumah sakit dan menjalani operasi caesar, Bu. Soalnya bayinya sungsang!” Ucapan bidan kembali terngiang di telinga, membuat diri ini kian frustrasi dibuatnya. Boro-boro buat operasi caesar. Buat makan saja Senin Kamis. Jual diri juga tidak laku karena wajah terlihat jelek dan perut gendut. Paling banter dapet tamu dari kelas teri, yang bayarannya pake duit recehan, bau apek lagi badannya. Mas Arya juga. Pake dipenjara segala, padahal aku sedang mengandung. Bodoh banget memang itu laki-laki. Hanya menabrak orang sa

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 111

    “Sudah, jangan ribut. Mbak Delima melakukan itu juga karena terpaksa. Karena dia takut kehilangan Ayah. Jadi, sebaiknya masalah ini diselesaikan dengan kepala dingin, jangan pakai emosi,” timpal Lala dengan intonasi sangat lembut.“Dia bukan takut kehilangan Ayah, tapi takut kehilangan harta Ayah!”“Pa, Mama mohon. Jangan usir Mama dari sini. Maafkan Mama. Mama khilaf, dan Mama janji tidak akan melakukannya lagi. Mama juga akan mengembalikan uang Lala yang sudah Mama ambil, tapi dengan cara dicicil. Soalnya sudah buat beli mobil untuk Ibu dan buat beli berlian. Aku minta maaf, Pa. Ampun. Jangan usir Mama.” Mbak Delima mencekal kaki Ayah sambil menangis tersedu.“Oke, Papa mau kasih kamu kesempatan sekali lagi, tapi, jatah bulanan kamu Papa kurangi separo. Anggap saja itu hukuman dari Papa, karena kesalahan yang sudah kamu perbuat. Papa benar-benar nggak nyangka kamu bisa sejahat itu sama Papa dan anak aku. Padahal, selama ini Papa tidak pernah pilih

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 110

    Astagfirullah ... kenapa malah tiba-tiba jadi berprasangka buruk terhadap Mbak Delima? “Ayo, Virgo, Lala, silakan masuk!” Mbak Delima terlihat begitu ramah. Aku merangkul pundak Nirmala, sementara tangan kiriku menggandeng Alexa. Kami duduk di kursi ruang tamu, bergabung dengan yang lainnya akan tetapi tidak terlihat keramahan sama sekali di wajah keluarga ibu tiri istriku. Entahlah. Mungkin hanya perasaanku saja, atau memang mereka tidak suka dengan kedatangan kami bertiga. “Kenapa kalian nggak pernah ngasih kabar? Kalian juga nggak pernah bertandang ke rumah, padahal ayah itu kangen banget sama kalian,” ucap Ayah membuat dahi ini berkerut-kerut, menatap wajah mertua dengan mimik bingung. Kami tidak pernah memberi kabar? Bukannya dia sendiri yang selalu menolak panggilan dari kami, juga tidak pernah membalas pesan yang aku maupun Nirmala kirimkan. “Maaf, Ayah. Bukannya ...” “Pah, bisa minta tolong ambilin

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 109

    Membuka pintu, mengulas senyum tipis lalu mempersilakan Irsyad untuk masuk ke dalam.“Ada apa, Syad? Tumben mampir?” tanyaku tanpa basa-basi, apalagi ketika melihat netra di balik kacamata itu terus saja menyisir ke seluruh penjuru ruangan, seolah sedang mencari sesuatu di dalam rumahku. Pasti dia sedang mencari Nirmala. Tidak akan kubiarkan mantan tunangan istriku bertemu dengan Nirmala, walau hanya sedetik saja.“Saya datang ke sini hanya ingin mengantar undangan.” Dia menyodorkan sebuah surat undangan dengan tinta emas, dan di sampul undangan tersebut terdapat foto dirinya bersama seorang wanita.Alhamdulillah. Akhirnya mantan tunangan Nirmala mendapatkan jodoh, sehingga aku tidak perlu lagi khawatir kalau dia mengganggu kekasih hatiku nanti.“Selamat, ya, Syad. Semoga kalian berbahagia, dan cepet dapet momongan nanti. Kaya saya nih. Ces pleng.” Aku terkekeh, tetapi entah mengapa ekspresi lawan bicaraku terlihat tidak senang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status