Share

Part 2

POV Arya.

"Mas, liat story-nya Nirmala. Di memosting foto pernikahan Mas Arya sama Mbak Siska!" bisik Irni adikku, membuat mata ini membulat tidak percaya.

Dengan tangan gemetar mengambil ponsel dari saku celana, mengecek kebenaran ucapan Irni dan ternyata Nirmala benar-benar mengunggah foto pernikahanku dengan istri baruku.

Duh, bisa gawat kalau begini. Mana dia belum transfer uang yang aku minta lagi.

"Mas, kamu mau ke mana?" tanya Siska ketika melihat diri ini turun dari pelaminan.

"E--enggak, Dek. Mas cuma mau liat temen. Tadi katanya dia sudah sampai di depan gang!" dustaku, sebab tidak mau Siska sampai tahu kalau aku sebenarnya sudah punya pendamping hidup.

"Oh, ya sudah!" Dia tersenyum manis kepadaku.

Aku pun segera berlari ke arah parkiran, mencari keberadaan istri ingin memberi penjelasan kepadanya. Kosong. Tidak ada mobil Nirmala di sana.

Ya Tuhan...Pasti dia marah sekali dan kecewa karena pengkhianatan ini.

Habis mau bagaimana lagi? Aku malu punya istri cacat seperti dia. Mau diceraikan juga tidak tega, karena penyebab dia seperti itu juga diriku sendiri. Aku yang menabraknya hingga kaki perempuan itu cedera dan mau tidak mau menikahi dirinya sebagai permintaan maaf. Tapi tentu saja dia tidak tahu kalau aku pelaku sebenarnya, sebab setelah kecelakaan itu aku segera melarikan diri dan kembali beberapa bulan setelah kejadian, datang bak pahlawan karena butuh uang untuk membayar hutang.

Habis sudah kalau seperti ini. Dia pasti tidak akan mau lagi mengucurkan dana, apalagi membiayainya pernikahan mewah ini.

Duh! Bagaimana ini. Pusing kepalaku.

Kembali masuk, duduk di pelaminan sambil terus memikirkan Nirmala. Semoga saja dia cukup tahu diri dengan keadaannya dan mau menerimaku kembali.

"Bagaimana, Mas? Apa Nirmala masih di depan?" bisik Irni.

"Nggak ada, Ir. Mungkin dia sudah pulang!"

"Terus bagaimana, Mas?"

"Mas juga nggak tau!!"

Aku menghempaskan bokong secara kasar di kursi. Memijat pelipis yang terasa berdenyut, menoleh sekilas ke arah Siska sambil mengulas senyum tipis mencoba menutupi rasa takut serta gelisah yang tengah mendera.

Lagian si Nirmala nggak nurut banget sama omongan suami. Disuruh diam di rumah malah nyusul ke sini.

***

Duduk terpekur di sisi ranjang, aku masih terus saja memikirkan istri yang berada jauh di sana. Rasanya ingin sekali pulang ke kampung Nirmala, menjelaskan semua juga meminta maaf kepada dirinya.

Tapi, ini malam pertamaku dengan Siska. Masa iya lebih memilih meninggalkan istri yang rupanya bagai bidadari hanya demi wanita cacat seperti dia?

Ah, sudahlah. Nirmala itu 'kan cinta mati sama aku. Mana mungkin dia bisa marah. Pasti saat ini juga dia sedang menangis di dalam kamar, meratapi nasib serta diriku hingga nomor ponselnya tidak bisa dihubungi.

"Mas, kok kamu melamun?" Aku terkesiap saat tiba-tiba tangan halus istri baruku mengusap lembut dada ini.

"Oh, enggak, Dek. Mas cuma grogi saja karena ini yang pertama buat Mas!" dustaku lagi.

Siska tersenyum penuh cinta. Dia lalu memeluk tubuhku dengan agresif, tidak ada rasa malu sama sekali seperti saat aku melakukannya dengan Nirmala. Bahkan dia terlihat begitu pandai menyenangkan pasangan.

Kamu memang luar biasa, Siska!

Tapi tunggu! Kenapa aku mudah sekali melewatinya. Tidak seperti saat melakukannya dengan Nirmala yang masih tersegel dengan rapat. Apa jangan-jangan ini bukan yang pertama untuk dia?

Ya Tuhan. Bukankah dia kemarin bilang kalau dia masih bersegel?

"Dek, apa kamu sudah melakukan ini sebelumnya?" tanyaku sesaat setelah meminta hak untuk yang pertama kali.

"Enggak, Mas. Aku belum pernah melakukannya!" Dia tersenyum. Manis sekali. "Memangnya kenapa, Mas?"

"Kamu kaya udah sering melakukan, Dek. Karena aku begitu mudah melewati kamu!"

"Mungkin karena terlalu terbawa suasana, Mas!"

Jelas saja aku bisa membedakan mana yang masih orisinil dan mana yang sudah lepas segel, Siska. Hanya saja tidak mungkin aku mengatakannya, sebab sama saja menelanjangi diri sendiri, membuka rahasia yang selama ini kututupi.

***

Dua hari setelah pernikahanku dan Siska digelar, pihak wedding organizer datang meminta bayaran. Aku menggaruk kepala yang terasa tidak gatal, karena saat ini tidak memegang uang sama sekali. Uang gajiku sudah aku transfer tiga juta buat menafkahi Nirmala pas awal bulan, dan sisanya sudah dibelanjakan seserahan untuk Siska.

Berkali-kali mencoba menghubungi Nirmala, akan tetapi nomornya selalu saja sibuk. Jika pun tersambung dia tidak mau menerima panggilan dariku.

[La, udah ditransfer belum uangnya?]

Memberanikan diri mengirimkan pesan, dan langsung centang dua biru. Itu tandanya dia sudah membaca pesan dariku. Semoga saja segera ada kabar baik darinya.

Ting!

Senyumku terkembang merekah saat melihat Nirmala membalas pesan dariku dan sepertinya dia mengirimkan bukti transferan. Memang luar biasa wanita yang satu ini. Aku bilang juga apa. Dia itu 'kan cinta mati sama aku dan pasti akan melakukan apa saja asal tidak kehilangan diriku.

Namun, senyum yang terkembang merekah di bibir seketika memudar saat melihat balasan darinya.

[Sudah aku transfer ya, Mas. Lima puluh ribu buat kondangan. Semoga kalian berbahagia]

Aku hampir saja kejang dibuatnya. Bagaimana ini. Nyari uang di mana untuk membayar biaya pernikahanku dengan Siska kemarin?

Duh, Nirmala. Tinggal ngasih uang lima puluh juta doang apa susahnya sih? Kenapa kamu malah mempersulit hidupku?

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Rohani Syg Keluargany
mantap memang Nirmala hrs di jadiin contoh supaya jgn asal"n TF uang wlpon cinta mati am lki"
goodnovel comment avatar
Ambar Ekoningsih
dan aku ketawa ngakak ... suami tak tau malu
goodnovel comment avatar
Ariny arni
50rb buat kondangan..wkwkwwk..cakep Nirmala ......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status