Beranda / Young Adult / Rest Area / 3. Nomor Tak Dikenal

Share

3. Nomor Tak Dikenal

Penulis: Desimala
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-11 11:10:12

Pada dasarnya pembekalan PKL itu isinya nasihat-nasihat atau tips-tips bekerja dengan baik dan benar. Setiap guru hampir semuanya menjelaskan masalah etika. Etika pada sesama, etika kerja, etika profesi, etika keluarga, banyak pokoknya. Padahal intinya cuma bersikap baik di depan orang lain. Terapkan 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun) dalam kehidupan kita. Niscaya jika dilakukan, semua orang akan respek sama kita.

"Etika kerja penting untuk dihayati dan diterapkan karena dapat menentukan sukses tidaknya seseorang dalam menempuh kariernya. Cerdas saja tidak cukup kalau di dunia kerja. Perlu ada etika yang baik. Karena di dunia kerja kita bukan hanya berurusan sama buku-buku dengan soal-soal yang rumit. Tetapi, kita berhadapan dengan ratusan pegawai yang memiliki panca indera dan tentu saja mereka dapat menilai semua tingkah laku kita." Begitu kata Bu Teti.

Aku merasa gelisah saat teman sekelasku mulai menanggapi pemateri. Kenapa semua orang seolah menyudutkanku? Mungkin mereka tak berniat seperti itu, tapi kenapa ada rasa sakit yang menjalar sampai ke ulu hati? Apalagi saat Alan mengangkat tangan untuk bicara. Dia bilang, "Orang cerdas mungkin bisa menguasai dunia sekolah dengan nilai-nilainya yang bagus. Namun, siapa yang akan menjamin dia memiliki karier bagus di dunia kerja? Karena seperti yang saya bilang kemarin, bahwa di dunia kerja itu ilmu yang diterapkan dari masa sekolah kurang lebih hanya dua puluh persen."

"Betul Alan. Jadi, modal utama untuk bekerja selain niat yaitu etika. Jika atasan respek sama kalian, pastilah kalian akan dipercaya."

Kuakui kalau wawasan Alan memang luas. Aku pun sering melakukan tepuk tangan sambil berdiri kalau Alan presentasi di depan kelas. Namun, itu dulu. Saat kami kelas sepuluh. Saat aku tidak tahu kalau Alan adalah orang licik yang selalu berusaha mencari perhatian semua guru. Kini aku sudah tahu busuknya Alan. Alan itu orang yang temperamen. Kalau semua tidak tunduk pada aturannya, siap-siap saja untuk dimarahi habis-habisan. Aku sendiri pernah memberi pendapat saat kami berada dalam satu kelompok. Namun, respon Alan cuma menatapku sinis. Jadi, itulah alasan kenapa aku sangat membenci Alan melebihi tingginya gunung Himalaya.

Pemateri sudah mengakhiri pidato panjangnya. Saat ini waktunya istirahat. Sebagian siswi ada yang keluar untuk mencari makanan. Sedangkan tiga siswa sibuk menonton konser EXO lewat youtube di sudut kelas. Kelasku memang hanya menampung tiga spesies cowok, empat puluh satunya adalah cewek.

SMEA terkenal dengan sekolah perempuan. Dulunya juga hanya menerima perempuan. Kalau STM kebalikannya. STM itu banyak spesies cowoknya. Namun, beberapa tahun ke belakang SMEA  membuka jurusan TKJ* dan RPL* seperti STM, makanya banyak juga cowok yang daftar ke sini. Namun, cowok juga ada saja yang minat ke akuntansi dan perkantoran. Semua jurusan bagus dan cowok juga dapat menunjukkan eksistensinya di perkantoran.

Sudah menjadi rahasia umum kalau cewek-cewek di SMEA memiliki pacar cowok-cowok STM. Bahkan ada yang sampai menikah. Aku masih penasaran apa penyebab STM dan SMEA menjadi ajang perjodohan.

Namun, rasanya aku ogah berpacaran dengan siswa STM. Songong-songong orangnya. Contohnya si Nanta, cowok yang kemarin menabrak ban depan Eris. Iya aku tahu dia anak STM karena seragamnya yang keren. Suka dipasin sama badan. Biar kelihatan gagah. Tapi seratus persen aku ogah kalo misalkan punya pacar seperti dia. Eh, tapi kenapa aku jadi mikirin beginian?

***

Hari Mencolok Nasional. Biarpun kalender nggak dipoles jadi warna merah,  tapi seluruh warga yang kebagian memilih Bupati dan Gubernur di daerahnya masing-masing diliburkan. Berhubung aku sudah berusia tujuh belas tahun dan sudah punya KTP, aku diundang untuk hadir di TPS nomor 8. Tempatnya di halaman rumah Pak Haji. Niatnya aku mau golput, tapi malu karena TPS-nya dekat rumah. Sebagai warga negara yang baik aku harus ikut berpartisipasi memilih Bupati dan Gubernur. Demi kemaslahatan umat dan demi nama baik pribadi. Aku takut kalau nanti dicoret merah dan dibuang ke Mars kalau nggak taat sama aturan Negara Demokrasi ini.

Usai mencoblos kegiatanku di rumah seperti liburan kemarin. Makan, tidur, main game, nonton TV, diomelin Ibu. Gitu-gitu doang nggak ada yang spesial pakai karet gelang. Kerjaanku cuma scrool-scrool beranda facebook-nya sang mantan yang sudah lama menghilang. Meskipun dia tetap menjomblo seperti aku yang belum laku, tapi dia kelihatannya bahagia. Beda banget denganku yang setiap hari gelisah galau merana.

Kiriman terbaru di facebook doi yaitu fotonya ketika di Surabaya. Waduh, udah nyampe sana saja. Aku sih, mana bisa ke sana. Nyeberang jalan depan rumah saja jarang. Anak gadis macem aku emang doyan molor. Udah kayak burung dalam sangkar. Aku mah apa atuh.

Ada notif WA dari Fuzia. Dia teman SMP-ku. Sekarang anak itu sekolah di STM.  Ngambil jurusan TKJ dan katanya PKL di Telkom Jatiwangi samping Kantor Pos tempatku PKL.

Zia: aku pindah tempat PKL. Sekarang di Telkom Kadipaten

Busyet luar binasa! Hancur sudah rencana berangkat sama pulang bareng Zia. Padahal kita sudah menyusun rencana untuk jalan-jalan ke mana gitu ngabisin waktu sore.

Me: kenapa bisa tiba2 pindah? 

Zia: temenku gak bisa di kadipaten soalnya nggak ada tempat kos yang kosong di sekitaran situ. Jadi ya dia di JTW. Beruntung pula dia numpang di tempat si Ozan.

Me: Hilih emang dia orang mana? 

Zia: sukahaji

Me: heem jauh, ya. 

Zia: maaf ya jadi gak bisa berangkat dan pulang bareng. Aku milih tuker tempat juga biar bareng sih sama pacarku hehe

Me: sante, ae. 

Zia: main sini ke rumah

Me: males ah 

Zia: ada temen-temen cowokku

Me: rival? Ogah ah nanti jadi kambing congek

Zia: kamu sama Ozan

Me: tetangga kamu itu? Gak mau.

Zia: dia Jomblo sejati, Say

Me: eng...

Zia: tadi aku bilang ada temenku yg mau main dia tanya jomblo gak terus kukasih nmor kamu aja biar dia tanya langsung

Me: gila kamu, Zia

Zia: wkwk. Ayo ke sini

Me: OGAH

Kulihat notif WA yang kali ini bukan berasal dari Zia. Tetapi nomor baru. Wadaw, jangan-jangan si Ozan? Gercep amat, dah.

089+++: P

Me: Q

089+++: R

Bener-bener nggak ada kerjaan ini orang!

Kubuka lagi obrolan dengan Zia dan menanyakan nomor itu. Zia bilang itu bukan nomor Ozan. Huwapah? Jadi yang tadi siapa?

Nggak mau nanyain namanya duluan, jadi kulanjutkan deh, nyebutin alfabet. Mau sampai Z atau balik lagi ke A sampai lebaran kuda aku jabanin.

***

STM=Sekolah Teknik Menengah

TKJ=Teknik Komputer Jaringan

RPL=Rekayasa Perangkat Lunak

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Rest Area   41. Ada Yang Berubah

    Bisa dibilang hari ini aku sedikit beruntung, karena selain dipertemukan dengan orang ganteng aku juga diberi kesempatan untuk mengetahui namanya. Kabar baik lainnya adalah ternyata Oppa Korea yang tadi papasan sama aku di parkiran itu adalah karyawan baru yang dikirim dari kantor pusat untuk menggantikan Bu Jihan. Di sisa-sisa masa PKL ini, akhirnya aku bisa cuci mata, nggak melulu melihat wajah Pak Arip yang kerutan. Hehe.“Mit, namanya Zikri,” bisikku pada Mita yang baru saja datang. Cewek itu rupanya kesiangan karena semalam Ozan mengajaknya jalan-jalan. Pantas saja nomor WA-nya nggak aktif semalaman rupanya teman PKL-ku ini sedang berbucin ria dengan doinya.“Manggil orang yang lebih tua itu mesti pakai sapaan di depannya, Pak atau Aa, kek.”“Dia nggak pantes disebut Pak, wajahnya masih muda. Aa juga nggak pantes, karena mukanya nggak Sunda banget, mestinya dipanggil Sayang.”Aku cengar-cengir, sedangkan Mita malah

  • Rest Area   40. Oppa Korea

    Zia mengajakku ke suatu tempat sore ini, tapi aku lagi mager banget. Kerjaan di kantor pos lumayan banyak hari ini karena Bu Jihan sudah fix resign. Aku dan Mita sampai tepar karena mengkilokan barang yang akan dikirim. Barangnya berat-berat lagi, aku yakin nanti malam punggungku pasti minta diurut.Zia: Anter, dong.Lagi-lagi Zia mengirimiku pesan. Sembari menunggu angkot lewat, aku duduk di depan warung tukang es kelapa dan menelepon Zia.“Emang mau ke mana, sih?” tanyaku saat panggilan telepon terhubung.“Mau beli kado.”“Aku heran, deh, kenapa hari ini banyak banget yang minta aku buat nganter beli kado.”“Emang siapa yang udah minta kamu anter beli kado?”“Januari.”“Buat siapa?”“Buat sang mantan,” jawabku ketus.“Wow, ada yang cemburu rupanya,” goda Zia.“Aku kesel pokoknya. Kamu beli kado buat si An

  • Rest Area   39. Kebingungan

    Kemarin, Januari langsung mengantarku pulang karena aku bilang merasa lelah. Tadinya dia masih ingin mengajakku jalan-jalan. Cowok itu merasa bersalah karena pagi harinya membatalkan janji untuk mengantarku. Aku, sih, nggak marah. Cuma ... ya, kesel aja. Lain kali aku nggak mau kalau dianter ke mana-mana lagi, kecuali saat mendadak mau pergi dan kebetulan dia lagi senggang baru aku terima tawarannya.Hari ini pun dia menawarkan untuk mengantarku ke tempat PKL. Karena aku bangun kesiangan, akhirnya aku terima tawarannya. Begitu mengirim pesan dan kubalas, motor dia sudah tiba di depan rumah. Aku yang masih sarapan sontak tersedak. Aku belum dandan, Genks, rambutku pun masih basah dan acak-acakan karena baru mandi. Kasihan Januari harus melihat penampakan jelekku."Buruan makannya, itu temen kamu udah jemput," kata Ibu sembari meletakkan

  • Rest Area   38. Gibah

    Bunyi perutku yang minta diisi membuat Disa kehilangan fokus saat mengetik. Dia menatapku, lalu menaruh laptop di meja. Niara pun berhenti membaca kata pengantar yang telah dicetaknya. Ia merapikan berkas yang berceceran di lantai. Kedua temanku ini sudah hapal kebiasaanku. Kalau sudah keroncongan otakku nggak bisa diajak berpikir. Mereka mulai merapikan dandanan dan bersiap pergi. Saatnya berburu makanan.“Kita mau ke mana?” tanya Disa usai memaki helm.“Alun?”“Alun Majalengka kejauhan,” protesku.“Alun Maja, April!” Kedua manusia ini bicara barengan. Ah, kalau sudah bersama mereka ketololanku emang suka muncul tiba-tiba.“Mau makan apa emang?” tanya Niara.“Seblak?” Disa bukan memberi jawaban, tapi dia merekomendasikan.“Bosen,” jawabku.“Baso aci aja, yuk. Ada kedai yang baru buka di sekitar terminal, menurut saudaraku, sih, enak

  • Rest Area   37. Diskusi

    “Hallo, Dis?” Aku mendekatkan ponsel ke kuping kanan, sambil terus melangkah menuju Pajagan. Tadinya aku hendak meminta kakak iparku untuk mengantarkan, biar cepet gitu naik motor. Namun, kata Kak Okta, suaminya lagi pergi mancing sama Pak Gus, tetangganya. Alhasil sekarang aku ngos-ngosan karena berjalan, udah gitu matahari mulai merangkak naik, bikin keringat mengucur di balik baju.“Kenapa, Pril?” sahut Disa.“Kamu belom berangkat?”“Belom, aku masih di pasar. Bentar lagi pulang. Nanti aku langsung OTW.”“Aku nggak jadi diantar Januari, kita bareng, ya. Aku tunggu di pasar Kadipaten kayak biasa.”“Kenapa nggak jadi dianterin?”“Ada urusan mendadak dia.”“Oh, oke. Kabarin aja kalau udah sampe. Kamu bawa helm, ‘kan?”“Iya, bawa.”“Ya udah, aku kabarin nanti

  • Rest Area   36. Emosi

    Aku baru saja berniat untuk tidur selepas memikirkan hal-hal nggak guna. Namun, bunyi ponsel yang meraung-raung membuat mataku terbuka lagi. Ck, sial. Tahukah dia bahwa pukul dua dini hari bukanlah waktu yang tepat untuk mengobrol? Di waktu seperti ini mendingan curhat sama Allah melalui sholat tahajud, bukannya mengganggu tidur Princess.Kuraih ponsel di atas kepala, lalu melihat layarnya yang menampilkan nama Januari. Buset, rupanya si biang kerok ini yang minta dihajar. Dia nggak kasihan apa sama aku? Gara-gara kunjungan mendadak yang membawa serta mantannya itu, aku jadi nggak bisa tidur. Sekarang saat mataku lelah, dia muncul membuat jantungku dugeman."April?" suaranya menyapa gendang telingaku begitu tombol hijau di layar ponsel kugeser."Hm ...." Aku menanggapinya dengan deheman, pura-pura baru bangun tidur biar dia merasa bersalah."Jangan pura-pura tidur, aku tahu kamu belum tidur. WA kamu aja baru dilihat beberapa menit lalu," sindir Januari.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status