Rencana untuk keluar dari rumah Dirga, membuat Gendis tidak bisa tidur.
Bahkan, dia juga kehilangan nafsu makan, karena terlalu memikirkan rencananya untuk keluar dari rumah itu."Gendis, makanlah, kamu butuh tenaga untuk keluar dari rumah ini."
Suli membujuk Gendis untuk menghabiskan makanannya.
Gendis menatap wajah temannya, lalu dia mengambil sepiring nasi yang ada di atas nampan.Gendis melahap makanan yang ada di atas piring dengan cepat. Hingga membuatnya tersedak.
"Uhuk uhuk ...."
"Pelan-pelan, Gendis."
Suli mengangsurkan segelas air untuk Gendis, yang langsung di teguk sampai habis oleh gadis itu."Aku tidak apa-apa, Suli. Hanya sedikit tersedak," ujar Gendis sambil mengelap mulutnya dengan tangan.
"Apa yang akan kamu lakukan setelah ini, Gendis?" Suli bertanya.
Dia duduk di depan Gendis, dengan menopang dagu."Menunggu waktu yang tepat, Suli. Bukankah sebentar lagi Dirga dan yang lain akan pergi keluar?"
<Setelah menuntaskan hasratnya, Dirga terkulai di samping tubuh Gendis, dan tak lama terdengar dengkuran keluar dari mulut Dirga.Gendis menggeser tubuhnya, lalu turun dari tempat tidur.Ada rasa jijik ketika Gendis memandang dirinya sendiri di kaca.Gendis berlari ke kamar mandi, mengguyur tubuhnya di bawah shower, seolah ingin membasuh semua noda yang melekat di tubuhnya.Aimata mengalir di antara air yang membasahi wajahnya.Setelah puas mengguyur tubuhnya, Gendis keluar dari kamar mandi, memungut bajunya yang berserakan di lantai, lalu mengenakan kembali.Di lihatnya Dirga masih tertidur pulas, bahkan dengkurannya makin kencang.Gendis membuka gorden, melihat keluar ke arah halaman belakang, yang sedikit terlihat gelap.Lalu matanya melihat jam yang tergantung di dinding, rupanya sudah menjelang sore, pukul 5 lebih 15 menit, pantas saja gelap.Di dekatinya Dirga, untuk memastikan kalau dia masih tertidur nyenyak.Gendis memasukka
Pandangan Gendis makin kabur dan gelap, yang terlihat hanya pohon-pohon yang menjulang tinggi di kegelapan malam, seperti raksasa hitam yang menyeramkan.Suara gaduh sudah tidak terdengar lagi dari balik tembok tinggi tersebut, namun suara itu kini berganti dengan gonggongan anjing yang saling bersahutan.Gendis bergidik ngeri, membayangkan dua ekor anjing penjaga yang ada di depan rumah Dirga.Tertatih, Gendis berjalan masuk ke dalam hutan, menjauh dari rumah Dirga.Lengannya terasa sakit, mungkin terjatuh tadi, karena kain yang dia gunakan sebagai tali kurang panjang.Gendis mempercepat langkahnya, tak dihiraukannya ranting pohon atau perdu yang menggores lengannya, karena dia hanya mengenakan kaos lengan pendek.Suara anjing yang menggonggong masih terdengar, walau Gendis sudah berjalan jauh ke tengah hutan.Setelah dirasa cukup jauh, Gendis melihat batu besar, dan memutuskan untuk beristirahat sebentar di sana, selain untuk memulihkan tenaga, jug
Setelah tubuh Gendis di masukkan ke dalam mobil, semua menjadi semakin gelap.Kakinya yang tertembus timah panas, kini sudah tidak merasakan apa-apa.Bahkan untuk di gerakkan pun tidak bisa, Gendis merasakan, seseorang mengikat luka di kakinya.Beberapa kali dia menjerit kesakitan sebelum akhirnya dia jatuh pingsan.Sementara itu di rumah Dirga."Dasar bodoh, menangkap seorang wanita saja tidak becus."Tania menggebrak meja yang ada di sebelahnya.Sementara, Dirga dengan kepala di balut perban, duduk di sofa, menyandarkan punggungnya dengan meletakkan lengan di atas kepalanya."Tania, jaga ucapanmu. Kami di serang sekelompok orang dengan tiba-tiba, bahkan jika kamu berada di sana, belum tentu juga bisa menangkap perempuan sialan itu."Dirga menjawab, tanpa merubah posisi duduknya.Tania yang mendengar ucapan Dirga, merasa begitu kesal.Dia berlalu meninggalkan Dirga dan anak buahnya dengan muka masam."Dobleh ...." teriak Dirga.
Di rumah Dirga.Brak ....Dirga menggebrak meja dengan keras, beberapa pengawal yang ada di sekelilingnya mundur beberapa langkah ke belakang. Tidak ada satupun dari mereka yang bersuara."Dasar bodoh semua, hanya mencari seorang perempuan saja tidak becus!" hardik Dirga geram.Kemarahannya membuncah, matanya melotot sambil mengepalkan tangan, hingga gemeretuk rahangnya jelas terdengar."Aku tidak ingin mendengar laporan kegagalan kalian. Cari tahu semua rumah sakit, jangan sampai ada yang terlewatkan."Kembali Dirga memberi perintah pada anak buahnya untuk mencari keberadaan Gendis.Harga dirinya seolah diinjak-injak andai dia tidak bisa menemukan Gendis.Terlebih Gendis sama sekali tidak mengenal daerah dimana Dirga tinggal."Dirga sayang ... kamu sepertinya melupakan sesuatu," desis Tania."Apa yang kamu ketahui, Tania?""Jika urusan wanita, harusnya kamu bertanya pada orang yang tepat.""Maksudmu?" tanya Dirga tid
Mobil yang membawa Gendis melaju kencang meninggalkan rumah sakit.Jauh dari kejaran anak buah Dirga.Entah sudah berapa jam Gendis berada di dalam mobil, hingga membuatnya tertidur untuk beberapa lama.Ketika Gendis membuka mata, dia merasakan laju mobil berjalan lambat dan guncangan halus. Beberapa kali mengucek dan mengerjapkan mata, lalu melihat keluar melalui jendela mobil.Ternyata mereka tengah berada di jalan berbukit, tampak dengan jelas, rimbun hijau pepohonan dan deretan bukit di depannya.Gendis berdecak kagum, lalu membuka jendela. Udara segar menyeruak masuk, dihirupnya dalam-dalam. Gendis melongokkan kepala juga kedua tangannya keluar, sambil berteriak, melepaskan sesak yang menggumpal di dada.Aaaaa ... aaaa ....Pak Markus hanya yang melihat apa yang dilakukan Gendis hanya tersenyum kecil.Beberapa kali bahkan pak Markus terkekeh setiap kali Gendis terpekik ketika melihat hewan liar menyeberang jalan."Pak Markus, liha
Hari masih gelap, matahari pun masih malu-malu bersembunyi di balik kabut dan masih enggan untuk menampakkan kilau nya.Sama seperti Gendis, yang masih enggan untuk membuka matanya dan lebih memilih untuk kembali menarik selimut hingga sebatas leher.Di luar jendela, cericit burung bersahutan, berjekaran untuk saling mendahului mencari makan.Kriiing ... kriiing ....Jam beker yang berada di atas nakas beberapa kali berdering.Gendis mengucek matanya, mengerjap-ngerjap lalu meraih jam tersebut untuk mematikan suaranya."Sudah jam 5 pagi, tapi masih begitu gelap," lirih Gendis sambil membuka gorden untuk melihat keluar.Tok tok tok ....Baru saja Gendis beranjak dari jendela, terdengar ketukan di pintu kamarnya."Siapa?" tanya Gendis lirih."Ini Roy. Keluarlah, kita akan mulai latihan sebentar lagi.""Yang benar saja, ini baru jam 5 pagi, dan kamu mengajakku latihan?" gerutu Gendis dari dalam kamar."Cepatlah, atau kam
"Pasang kuda-kuda yang bener, kalau seperti itu, sekali tendang kamu akan tersungkur," teriak Roy lantang.Gendis dengan cekatan membetulkan kuda-kudanya.Dengan lincah, dia mengikuti setiap gerakan dari Roy. Keringat bercucuran membasahi sekujur tubuhnya, namun tidak dia hiraukan.Pekikan dan suara lantangnya bergema di ruangan, tiap kali dia berhasil menendang atau menjatuhkan.Tanpa terasa, lebih dari satu bulan Gendis mengolah fisik, belajar bela diri dari Roy. Tubuhnya terlihat makin berisi, tidak lagi lemah lembut seperti sebulan yang lalu.Tangan dan bagian tubuhnya lebih berotot, gambaran dari latihan yang selama ini dia terima."Bagus sekali, Gendis."Pak Markus berjalan mendekati Gendis, yang duduk sambil menyeka keringatnya.Rambut panjangnya dia ikat ke atas."Pak Markus ... kok ada di sini, bukannya Bapak ada di kota?" tanya Gendis penasaran."Kebetulan, urusan di kota sudah selesai. Lebih cepat dari perkiraan sem
Gendis menatap pantulan dirinya di cermin.Hampir saja dia tidak mengenali dirinya sendiri.Seorang gadis dengan rambut ikal sebahu dan berwarna coklat keemasan, membuatnya ternganga.Gambaran tentang gadis lugu dengan rambut hitam dan panjang, telah berganti dengan sosok gadis dengan penampilan yang sangat berbeda."ini benar-benar diriku?" tanya Gendis tidak percaya, masih dengan menatap lekat dirinya di cermin."Bagaimana, Nona menyukainya?"Wanita berambut cepak balik bertanya.Namun Gendis tidak menjawab, matanya fokus memperhatikan dirinya.Lalu, Gendis melihat ke arah Steve dan berkata."Tuan menyukai penampilan baruku?" tanya Gendis.Steve sedikit kaget mendapat pertanyaan dari Gendis, dengan cepat dia menjawab, "Aku suka."Gendis tersenyum puas mendengar jawaban Steve, terlebih dia menyukai penampilan barunya."Apa ada yang lain lagi, Pak Markus?" tanya wanita berambut cepak.Pak Markus mengerutkan kening,