Share

BAB 6 (Jimat Api)

Teera yang tidak memahami apa yang tengah terjadi hanya diam dan berteriak.

"Apa yang dicoba?! Hey?!"

Morgan hanya tersenyum, dan--splash. Morgan melesat cepat, yang kini, secara tiba-tiba, sudah berada di atas Riku. Teera tercengang dengan pergerakan Morgan.

Inikah pergerakan seorang anggota pasukan kerajaan? Gumam Teera.

Dalam gerak lambatnya di atas Riku, Morgan mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Riku mengambil posisi, memperhatikan apa yang keluar dari sakunya Morgan, itu--Riku terdiam, bingung, pemantik api?

Morgan menyalakan pemantik api, dan dalam sekejap semua api dari pemantik tersebut seperti ditarik keluar dan berputar memadati salah satu tangannya yang teracung ke bawah, mengarah tepat ke Riku.

"Sihir api." Ucapnya.

"Fire...ball!"

Selepas kata itu disebut, gumpalan api yang terkumpul di tangan Morgan melesat cepat bagai meriam api, dengan sasarannya, Riku.

Teera yang tidak paham dengan arah kejadian ini, seketika panik melihat Morgan menyerang Riku dengan gamblang seperti itu, ia bersiap menolong.

"Riku, cepat per-" ia tidak bisa bergerak, tubuhnya tertahan

"Tunggu anak muda"

Suara itu berasal dari belakang dia, itu--kakek. Apa yang kakek lakukan padaku? Ini pasti kekuatan kakek, ah sial!

"Kakek kita harus menolong Riku!!" Paksa Teera. Namun kakek hanya menggelengkan kepala saat sampai di sisi Teera. Tangan kirinya teracung ke atas, lalu tangan kanannya menunjuk ke arah pertarungan itu, lihatlah, itu maksudnya.

Morgan mengambil jarak cukup jauh untuk melepas serangan tersebut. Serangannya unik, semakin jauh jaraknya, serangan dia akan semakin cepat, yang dalam arti lain berarti serangannya bertambah kuat.

Serangan sebesar itu kini akan menghantam anak muda yang baru dewasa itu. Riku melihatnya dengan tenang, bahkan ia melepaskan kuda-kudanya, dan hanya menjulurkan satu tangannya ke arah serangan itu.

Teera geram melihatnya.

"Bodoh! Apa yang kau lakukan?! Lari!!"

Tapi, Riku tetap kokoh dengan posisinya. Morgan dan kakek melihat ini semakin menarik, apa yang akan ia lakukan, gumam mereka berdua.

Teera menutup matanya, dan--bumm. Teera tahu betapa kuatnya serangan tadi.

Latihan pun tidak perlu sekeras ini, sial, gumamnya.

Ledakan besar tadi membuat sekitar mereka penuh dengan debu dan asap, menutup jarak pandang, tidak ada yang dapat melihat Riku.

Namun, setelah debu serta asap tadi mulai menghilang, Teera sadar, bahwa ia sudah salah menilai kawannya yang satu ini. Ia memang sedikit bodoh, orang yang kasar, suka semaunya, tapi, ia adalah orang yang lebih kuat dari siapapun. Riku, berhasil menghindari itu.

Ledakan tadi bukan berasal dari Riku, tetapi dari pohon besar di sebelahnya yang terkena serangan Morgan.

Apakah ia memantulkannya? Pikir Teera. Namun, pertanyaannya lekas terjawab setelah semuanya jelas terlihat. Lihatlah Riku, tubuhnya--berselimut api.

"Itu dia." Ucap Morgan sesaat setelah menyentuh tanah.

Hebat sekali, Riku. Hanya dalam beberapa jam, dia sudah dapat mengeluarkan kekuatannya, ini ajaib, gumam Teera.

Kakek yang melihat Riku sudah mampu menguasai sihir jimatnya, hanya dengan beberapa jam setelah jimat itu ada, merasa begitu senang, tapi itulah kakek, dia tidak akan menunjukkan kebahagian seperti itu di depan mereka semua.

Tangan kiri kakek berangsur turun, tepat setelah sempurna turun, Teera yang dalam posisi terdiam tidak bergerak, secara tiba-tiba terjatuh, bisa bergerak.

"Silahkan kau temani dia." Ucap kakek seraya berjalan ke dalam rumah, entah apa yang akan dilakukannya.

Teera yang mampu bergerak, langsung pergi menuju Riku dan Morgan disana.

"Jadi, api ya." Ucap Teera sesaat setelah sampai disana.

"Ya, begitulah. Setidaknya punyaku lebih kuat dari punyamu, Teera." Disusul tawa mereka semua, hahaha.

"Jarang sekali ada mereka yang bisa mengetahui, atau bahkan menguasai sihir jimat dalam waktu beberapa jam saja." Ucap Morgan.

"Bahkan, untuk seorang pasukan kerajaan. Kau, memang berbakat." Lanjutnya.

Riku yang mendengar kata itu, merasa begitu senang, tidak ada hari yang lebih menyenangkan dalam hidupnya, kecuali hari ini. Dengan semangat yang masih membara, melihat api berkobar di sekitar tubuhnya, dia ingin lagi, Riku ingin berlatih.

"Morgan, ayo kita latihan lagi." Pintanya.

Morgan adalah seorang pasukan ahli, tahu kondisi dan keadaan, dan Riku, sudah cukup lelah dengan tubuhnya, ia harus istirahat.

"Tidak, Riku. Tubuhmu sudah lelah dan energimu sudah terkuras. Normalnya pun seseorang akan pingsan setelah mengeluarkan sihir sebanyak itu." Jelas Morgan.

"Iya, aku pun begitu." Ucap Teera setuju.

"Tapi, aku masih bisa be-" brukk, Riku terjatuh, pingsan.

Hari bergerak begitu cepat, kini langit sudah mulai senja. Warna kelabu mekar bagai dedaunan musim semi, dan Riku, masih tertidur di kamarnya. Kekuatan yang begitu besar, waktu yang begitu cepat, membuat Riku melepas batasan terluarnya, dia butuh banyak istirahat.

"Kau mau pulang sekarang, Morgan?" Tanya kakek saat melihat Morgan sudah siap dengan semua peralatannya di depan rumah.

"Iya, kakek, aku akan pulang. Sebab, besok akan ada misi besar." Jelas Morgan

Teera sudah pulang lebih awal, dia meminta izin untuk kembali. Setelah melihat apa yang terjadi pada Riku, ia tidak bisa diam saja. Riku, bagi Teera, adalah teman sekaligus rival yang begitu kuat, aku akan pulang dan berlatih, ucapnya.

"Terimakasih sudah menyempatkan dirimu untuk hadir, Morgan. Orang tua ini sangat tersanjung, kau sang ketua pasukan kerajaan, bisa meluangkan waktunya untuk orang asing." Ucap kakek.

"Asing? Hahaha. Kau ada-ada saja, kakek. Kalian semua keluargaku, bahkan mati pun akan ku jalani kalau itu untuk menolong kalian. Sudah lah, aku berangkat dulu. Sampai jumpa." Ucap Morgan seraya melambaikan tangan, tanda perpisahan dan mulai berjalan meninggalkan rumah.

"Semoga saja kekuatanmu tidak akan bertarung dengan kekuatanku, Riku."

Hari yang besar sudah terlewati. Semua kembali kepada kehidupannya. Kekuatan besar telah lahir di dalam diri seorang anak yang baru dewasa. Semua tampak bahagia, sebab mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Setiap kekuatan yang besar, ditakdirkan untuk sesuatu yang besar.

Jauh di tengah hutan, sayup-sayup terdengar suara.

"Kau sudah pastikan? Apa dia seperti yang dikatakan?"

"Iya, benar. Dan dia baru saja menguasai sihir jimat. Sihir yang persis seperti ayahnya, sihir api murni."

"Baiklah, kita lakukan sesuai rencana."

"Baik, ketua, laksanakan!"

"Semua kekuatan besar adalah ancaman. Dan ancaman, harus segera dimusnahkan."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status