Share

BAB 8 (Kekuatan dan Rencana)

Setelah panjang menjelaskan bagaimana kehidupan Ayah Riku. Kakek pun melanjutkan pembicaraan.

“Kekuatanmu persisi seperti ayahmu, kekuatan api murni." Ucap Kakek.

Riku yang mendengar kata itu pun masih bingung, ia tidak paham mengenai dasar-dasar kekuatan dan sejenisnya.

“Jika aku pemilik api murni, apakah artinya ada pemilik kekuatan api yang tidak murni? Dan apa yang membedakan keduanya, kakek?” Ucap Riku.

Kakek melihat keingintahuan Riku, sepertinya ia harus menjawab semua hal yang ingin ditanyakan Riku malam ini.

“Mudahnya, kekuatan murni adalah kekuatan dimana pemiliknya dapat mengeluarkan sihir tersebut tanpa perlu pemantik atau sesuatu sejenisnya…” Jelas kakek.

“Sebagai contoh kekuatan api-mu. Kau bisa langsung mengeluarkan kekuatan tersebut bukan? Berbeda dengan Morgan yang menggunakan pemantik api, jadi pada dasarnya, pemilik kekuatan tidak murni hanya bisa memanipulasi elemen tersebut…”

Riku kembali mengingat pertarungannya dengan Morgan sebelumnya, dan memang benar, ia melihat sesuatu seperti pemantik sebelum Morgan melepas kekuatannya.

“Jika saja Morgan bertarung, namun ia tidak memiliki pemantik, dan di sekitarnya tidak terdapat sumber api, maka kekuatannya tidak akan berguna." Jelas kakek. Sampai sini pun Riku paham.

Berarti terdapat banyak sekali jenis kekuatan di dunia ini kah? Pikir Riku. Namun, sudah terlalu banyak yang ia ketahui, ia ingin pergi berkelana sendiri untuk mempelajari semua hal itu.

“Baik, kakek. Terimakasih sudah memberitahuku semuanya." Ucap Riku.

“Aku ingat sudah berapa kali kau berkata tentang ayah yang gugur di medan pertempuran. Aku tahu kau hanya ingin menjagaku agar aku tidak menemukan ayah."

"Tapi, Morgan sering berkata tentang ayah dan kemungkinan dirinya yang masih hidup dan berkelana di penjuru benua."

“Dan berdasarkan ceritamu, aku tahu bahwa masih banyak sekali hal yang kau sembunyikan. Tapi, aku yakin itu karena memang ada kemungkinan bahwa ayah masih hidup, benar?!” Riku memastikan, dan kakek jelas sekali tidak bisa menyangkal hal itu.

“Aku akan tetap mencari ayah." Tegas Riku.

Kakek kini memandang cucunya dengan harap, kini yang berada di hadapannya bukanlah anak kecil yang dahulu ditinggalkan oleh Kuri. Riku sudah tumbuh menjadi seseorang yang kuat, dan kekuatan Kuri yang berada pada Riku, membuatnya terlihat sangat kuat, tidak ada lagi kelemahan di dalam diri anak ini.

“Aku akan berangkat besok, kakek. Aku akan menghabiskan waktu dahulu di rumah pohon, besok hari liburku bukan?!”

Riku pun mengakhiri pembicaraan dan beranjak pergi meninggalkan ruang makan.

Sesaat sebelum ia meninggalkan pintu.

“Terimakasih, kakek." Sayup-sayup terdengar di ruangan yang sunyi itu. Kakek bahkan tidak menjawab, hanya menunduk mengiyakan.

Malam ini semua bersedih, ada yang bersiap pergi, dan ada yang bersiap ditinggalkan. Hidup selalu memberi pilihan bagi mereka yang hidup, dan barang siapa yang sudah menemukan alasan untuk memilih, maka tidak akan ada apapun atau siapapun yang berhak menahannya.

*****

Malam bergerak cepat bagi mereka yang terlelap, namun tidak bagi Riku dan kakek, yang semalaman suntuk hanya terdiam memandang langit kamar mereka, mulai esok, semua akan berubah.

Lalu, sekali lagi, dan untuk kesekian kalinya, mentari terbit. Cahayanya memenuhi cakrawala, hangat rasanya. Begitu indah cahayanya saat menembus padatnya hutan Yoruu, menyikap apa-apa yang hidup dan ada di dalamnya. Pagi ini, bukan hanya Riku dan kakek yang bangun dan bersiap, tapi semua hewan dan tumbuhan di dalamnya.

Riku sudah bersiap dengan segala peralatannya. Hari itu pun ia akan pergi meninggalkan rumahnya, ia sudah bertekad. Dia sadar bahwa terdapat dunia yang lebih besar di luar sana. Dunia yang bukan hanya berisi pohon-pohon yang menjulang tinggi, hewan-hewan buruan, dan rumah pohon, melainkan hal-hal yang besar, yang belum ia ketahui hingga kini.

Hari sudah terang, kakek tidak nampak keluar dari kamarnya. Riku sudah siap dengan peralatannya, dan mulai berjalan keluar rumah. Dilihatnya rumah itu sekali lagi, ia tak tahan, tak tega, tapi demi dirinya sendiri, ia akan berangkat hari ini. Ia pun tidak berpamitan kepada kakek, terlalu berat baginya, dan ia tahu begiti pun sebaliknya bagi kakek.

"Selamat tinggal. Kau tahu? Tidak ada orang yang sangat menyebalkan, di dunia ini, selain kau--kakek." Ucapnya, seraya berlari cepat menuju rumah pohon untuk terakhir kalinya.

Seketika suasana rumah menjadi hening. Hanya mereka berdua yang tinggal di tengah hutan ini, dan kini tinggal lah seorang. Kakek pun akhirnya keluar dari kamarnya, padahal ia sudah bangun sedari tadi, atau lebih pas disebut dengan--tidak tidur.

Namun, hal ini adalah berat baginya. Seorang Riku yang ia besarkan dari kecil, meskipun kerap kali ia tegas dan keras padanya, ia sadar bahwa itu karena ia sangat menyayangi cucunya. Ia pun keluar dan berjalan ke arah pintu yang terbuka lebar, Riku baru saja pergi, dan kini hanyalah pemandangan kosong menuju padatnya hutan yang nampak di mata Yuo, kakek Riku.

"Kau tahu? Tidak ada cucu yang paling kurang ajar di dunia ini, selain dirimu." Ucapnya, yang perlahan hilang tergerus hembusan angin.

Kakek pun masih memandangi keluar pintu untuk beberapa saat, memandang kosong keluar.

"Sudah selesai main dramanya?"

Suara itu muncul dari belakang kakek.

"Sudah lah, biarkan saja. Itu juga memang yang terbaik baginya, bukan?!"

Suara itu terus datang, ada seseorang di belakang sana.

"Ini tidak seperti dirimu, Yuo. Hahaha!"

Orang itu terus saja berbicara. Kakek pun tak ayal menggubris ucapan orang itu.

"Sudah lah, kau itu-"

"Ya! Diam lah." Potong kakek. Ia pun memutar pandangannya ke arah orang tersebut.

"Kau datang terlalu pagi, Rengga." Ucap kakek.

"Sudah kubilang, ini keadaan darurat."

Kakek memandang orang itu dengan seksama.

"Cepat! Jelaskan rencananya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status