Share

Rindu Membuat Sang Triliuner Jatuh Sakit
Rindu Membuat Sang Triliuner Jatuh Sakit
Author: Kacang Merah

Bab 1

Hujan turun dengan deras di hari ziarah makam.

Saat ini, di pintu masuk rumah sakit.

Reina yang bertubuh kurus sedang memegang laporan tes kehamilan dari rumah sakit, di kertas itu tertera sebuah kata yang tercetak tebal.

"Negatif."

"Sudah tiga tahun menikah belum hamil juga?"

"Astaga, bisa-bisanya ada wanita yang begitu nggak berguna seperti kamu. Kalau nggak cepat hamil, kamu pasti akan didepak keluar dari Keluarga Sunandar, lalu bagaimana dengan Keluarga Andara?"

Treya Libera yang berpakaian anggun mengentakkan sepatu hak tingginya. Dia menunjuk Reina dan terlihat sangat kecewa.

Reina menatap kosong, begitu banyak kalimat yang ingin dia ungkapkan, tetapi pada akhirnya hanya terucap sebuah kata.

"Maaf."

"Aku nggak butuh maaf. Aku mau kamu hamil anak Maxime, ngerti?"

Reina tercekat, tidak tahu harus menjawab apa.

Reina dan Maxime sudah menikah selama tiga tahun, tetapi Maxime tidak pernah sekalipun menyentuhnya.

Mana mungkin dia bisa hamil?

Treya kembali melirik Reina yang terlihat lemah tidak berdaya, putrinya ini sama sekali tidak mirip dengan dirinya.

Akhirnya, dia berujar dengan nada dingin.

"Kalau kamu nggak bisa hamil, cari wanita lain yang mau hamil anak Maxime. Dengan begitu setidaknya Maxime bisa mengingat kebaikanmu."

Reina menatap kosong sosok ibunya yang beranjak pergi, dia sungguh tidak percaya.

Bagaimana bisa ibu kandungnya sendiri begitu tega dan memintanya mencarikan wanita lain untuk suaminya.

Embusan angin yang dingin seketika membekukan hatinya.

...

Reina duduk diam di mobil selama perjalanan pulang.

Perkataan ibunya terus terngiang di benaknya dan tiba-tiba terdengar suara gemuruh di telinganya.

Reina sadar penyakitnya semakin parah.

Tiba-tiba ponselnya berdenting, tanda ada sebuah pesan masuk.

Ternyata itu adalah pesan dari Maxime yang jarang sekali bicara dengannya: "Malam ini nggak pulang."

Selama tiga tahun menikah, Maxime tidak pernah bermalam di rumah.

Dia juga tidak pernah menyentuh Reina.

Reina masih ingat jelas perkataan Maxime di malam pernikahan mereka tiga tahun lalu.

"Lancang sekali Keluarga Andara menipuku. Bersiaplah, kamu akan kesepian sampai mati nanti."

Mati kesepian ....

Tiga tahun lalu, Keluarga Andara dan Keluarga Sunandar bersatu untuk kepentingan bisnis.

Semua sudah sepakat, pernikahan ini akan menguntungkan kedua belah pihak.

Namun, di hari pernikahan, Keluarga Andara tiba-tiba berubah pikiran dan mentransfer semua aset mereka, termasuk uang ratusan miliar pemberian Maxime sebagai maskawin dengan Reina.

Pandangan Reina meredup begitu teringat akan hal ini, tetapi dia tetap membalas pesan itu: "Oke."

Laporan tes kehamilan di tangannya tanpa disadari sudah menjadi bola kertas.

Sesampainya di rumah, Reina langsung membuang bola kertas itu ke tong sampah.

Setiap bulan di tanggal yang sama, dia merasa sangat lelah.

Karena tidak perlu menyiapkan makan malam, Reina bersandar sejenak di sofa dan setengah tertidur.

Suara gemuruh selalu terdengar di telinganya.

Inilah yang dibenci Maxime dari Reina. Di mata keluarga kaya, Reina sama saja dengan orang cacat.

Jadi, mana mungkin Maxime sudi membiarkan Reina hamil anaknya?

Jam dinding bergaya Eston berdentang.

Saat ini pukul lima pagi.

Maxime akan pulang satu jam lagi.

Reina baru sadar ternyata semalam dia tidur di sofa.

Dia buru-buru bangun dan menyiapkan sarapan untuk Maxime, Reina takut akan dimarahi karena telat menyiapkan sarapan.

Maxime adalah orang yang sangat teliti dalam setiap pekerjaannya sehingga dia sangat menuntut orang-orang di sekitarnya tepat waktu.

Benar saja, Maxime tiba tepat pukul enam pagi.

Tubuh tinggi Maxime terbalut oleh setelan jas bergaya barat, dia terlihat berkarisma, tampan dan maskulin.

Hanya saja, di mata Reina sosok Maxime terasa dingin dan seperti orang asing.

Tanpa melirik Reina sedikit pun, Maxime langsung berjalan melewatinya, melihat sarapan di atas meja dan berkata dengan sinis, "Setiap hari selalu seperti ini, sudah seperti pembantu saja."

Sudah tiga tahun .... Setiap hari, Reina selalu melakukan hal yang sama, mengenakan baju berwarna abu-abu yang sama, bahkan selalu membalas pesannya dengan kata yang sama: 'Oke'.

Sejujurnya, kalau bukan karena kepentingan bisnis, kalau bukan karena sudah ditipu oleh Keluarga Andara ....

Pembantu?

Suara gemuruh kembali terdengar di telinga Reina, dia tercekat. Namun, entah datang keberanian dari mana, dia bertanya, "Max, apa ada wanita yang kamu cintai?"

Pertanyaan ini sontak membuat ekspresi Maxime berubah. "Maksudnya?"

Reina menatap pria di hadapannya ini dan menahan rasa sakit yang mencekat tenggorokannya, lalu berujar dengan pelan, "Kalau ada yang kamu cintai, kamu boleh menikahinya ...."

Maxime langsung menyela Reina.

"Orang gila."

...

Maxime sudah pergi lagi, sedangkan Reina duduk sendirian di teras sambil menatap kosong tetesan hujan yang masih terus turun di luar.

Suara hujan kadang terdengar jelas, kadang terdengar samar-samar.

Reina melepas alat bantu dengarnya, dunia pun menjadi sunyi.

Sebulan yang lalu, dokter yang memeriksanya berkata, "Nona Reina, saraf dan pusat pendengaran Anda sudah rusak sehingga pendengaran Anda kembali menurun. Kalau terus memburuk, lama-lama Anda bisa benar-benar tuli."

Reina tidak terbiasa dengan dunia yang begitu sunyi, jadi dia pergi ke ruang tamu, menyalakan TV dan menyetel volume sampai batas maksimal. Meski begitu, suara yang sampai di telinga Reina terdengar begitu jauh.

Entah hanya sebuah kebetulan atau tidak, saat ini acara TV yang diputarnya sedang menayangkan wawancara dengan ratu penyanyi internasional, Marshanda Tanuyahya yang kembali ke tanah air.

Tangan Reina yang memegang remot TV gemetar.

Marshanda adalah cinta pertama Maxime.

Setelah bertahun-tahun tidak terlihat, Marshanda tetap cantik seperti biasa, dia terlihat tenang dan lembut di depan kamera. Marshanda bukan lagi Cinderella yang pemalu dan rendah diri seperti dulu saat dia meminta bantuan dari Keluarga Andara.

Ketika wartawan bertanya alasan dirinya kembali ke tanah air, dia menjawab dengan penuh percaya diri dan lantang.

Remot TV di tangan Reina jatuh ke lantai.

Jantung Reina berdebar kencang.

Hujan di luar sepertinya kembali deras.

Reina jadi sangat panik, dia langsung mematikan TV dan pergi membereskan sarapan di atas meja yang belum tersentuh.

Sesampainya di dapur, dia sadar ternyata ponsel Maxime ketinggalan.

Reina mengambil ponsel itu dan tidak sengaja melihat notifikasi pesan yang belum dibaca.

"Kak Max belakangan ini sangat nggak bahagia ya?"

"Aku tahu kamu nggak mencintainya, ayo kita ketemu malam ini, aku kangen banget sama Kak Max."

Layar ponsel meredup, tapi Reina masih tenggelam dalam lamunannya.

Reina memutuskan untuk naik taksi dan pergi ke kantor Maxime.

Selama perjalanan, Reina melihat ke luar jendela, rintik hujan sepertinya tidak pernah berhenti.

Maxime tidak suka Reina datang ke kantornya, jadi setiap kali datang, Reina selalu menggunakan lift barang di pintu belakang.

Ekki Permana, asisten pribadi Maxime melihat kedatangan Reina dan hanya menyapa dengan dingin, "Nona Reina."

Tidak ada seorang pun di sekitar Maxime yang menganggapnya sebagai Nyonya Sunandar.

Keberadaannya hanya dianggap angin lalu.

Maxime mengernyit saat melihat Reina membawakan ponselnya.

Reina selalu seperti ini. Makan siang, dokumen, pakaian, payung atau benda apa pun yang ketinggalan pasti akan Reina bawakan.

"Bukannya sudah kubilang kamu nggak perlu sengaja datang mengantarkan barang-barangku?"

Reina tercengang.

"Maaf, aku lupa."

Sejak kapan daya ingatnya juga ikut memburuk?

Mungkin karena tadi dia begitu ketakutan saat melihat SMS dari Marshanda.

Dia takut Maxime akan tiba-tiba menghilang begitu saja ....

Sebelum pergi, Reina kembali menatap Maxime dan akhirnya menanyakan hal yang tidak bisa dia pendam dalam hatinya, "Max, kamu masih mencintai Marshanda?"

Maxime melihat tingkah Reina akhir-akhir ini sangat aneh.

Bukan hanya sering lupa, tetapi juga suka menanyakan beberapa pertanyaan aneh.

Bagaimana wanita seperti ini pantas menjadi Nyonya Sunandar?

Maxime menjawab dengan kesal, "Kalau nggak ada kerjaan, cari kerja saja sana."

Dulu Reina sudah pernah mencari kerja, tetapi ibunya Maxime, Joanna Debrista, langsung melarang, "Kamu sengaja memberi tahu semua orang di dunia kalau Max punya istri yang cacat?"

Jadi akhirnya, Reina tidak punya pilihan selain melepaskan pekerjaannya, tinggal di Vila Magenta dan menjadi wanita yang memegang gelar Nyonya Sunandar, tetapi tidak pernah dianggap keberadaannya.

Sesampainya di rumah, Reina duduk sendirian di ruang tamu sampai gelap.

Dia tidak bisa tidur.

Ponsel di samping kasurnya berdering.

Dia mendapat telepon dari nomor tidak dikenal.

Reina mengangkatnya dan mendengar suara manis seorang wanita yang selalu membuat Reina panik.

Ya, siapa lagi kalau bukan ... Marshanda.

"Halo? Nana? Apa bisa jemput Max, dia mabuk berat."

Di sebuah kelab mewah bernama Sobernica.

Reina bergegas ke ruang privat tempat Max berada. Sesampainya di sana, dia langsung mendengar canda dan tawa dari sekelompok anak muda yang pastinya semua berasal dari keluarga kaya.

"Marsha, kali ini kamu pulang untuk mengejar Max, CEO kita ini, 'kan? Sekarang waktu yang tepat, ayo cepat nyatakan cintamu!"

Marshanda memiliki paras yang manis dan cantik, juga sangat populer. Apalagi dia adalah cinta pertama Maxime, tentu semua teman-teman Maxime bersedia menjodohkan mereka.

Marshanda tidak ragu-ragu dan langsung berkata pada Maxime, "Max, aku menyukaimu. Ayo kita balikan."

Reina yang saat ini berada di luar pintu privat kebetulan mendengar perkataan ini.

Mereka yang ada di dalam mulai meledek Maxime, terutama Jovan Tambolo, sahabat Maxime.

"Kak Max, ayo terima. Kamu 'kan juga sudah menunggu Marsha selama tiga tahun ini, sekarang dia sudah pulang, ayo tunggu apalagi."

Reina mematung di depan pintu, jantungnya berdebar kencang. Tiba-tiba, pintu ruangan itu dibuka oleh seorang pria dari dalam.

"Nona Reina?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status