Share

Road 5 KM

5

Tepat pukul pukul 6 pagi Taehyung berdiri tepat di depan pintu tangga darurat. Ia mengenakan kaos hitam, menggunakan sepatu dan celana yang panjangnya selutut. Kakinya tak henti-henti menghentak lantai. 

Waktu terus berjalan kini menunjukkan pukul 6:15. Emosi Taehyung nyaris keluar beruntung Jiyeon sudah datang, berlari menghampirinya, Jiyeon mengenakan jaket tebal, celana training hitam dan kaos putih.

Jiyeon membungkuk 90’ sambil kedua tangannya menumpu pada lutut. Jiyeon lupa dengan perintah Taehyung kemari, ini akibat menonton drama sampai malam, ia jadi lupa waktu. 

“Ma-ma hah . .. hah maaf,” Jiyeon tersendat napasnya yang belum beraturan. Kedua matanya tertuju pada lantai.

“Ck!” decak Taehyung kesal tapi waktu sudah terlanjur berjalan mau apalagi.

“Ikuti aku,”

Taehyung memimpin jalan, Jiyeon mengikutinya dari belakang. Ternyata Taehyung membawa Jiyeon ke tempat tangga darurat. Awalnya Jiyeon tidak percaya Taehyung mengajaknya di tempat seperti ini tapi Taehyung berhenti dan melakukan pemanasan. 

Jiyeon bingung apa yang akan mereka lakukan, ia kira sesuatu berkaitan dengan pasien, obat atau arsip, tapi tangga?

“Apa yang kita lakukan di sini, dok?” tanya Jiyeon hati-hati.

“Olahraga,” ujar Taehyung santai sambil pemanasan.

“Ya?” Jiyeon terkejut, apa yang ia dengar belum bisa dipercaya.

“Olahraga penting untuk pertahan tubuh apalagi untuk seorang dokter dan suster. Bekerja sampai malam menangani berbagai penyakit, bahaya kita jarang olahraga, tubuh mudah tertular penyakit.”

Jiyeon tercengang mendengar penjelasan Taehyung yang sangat-masuk diakal. Ia baru pertama kali menemukan dokter yang berolahraga di saat sibuk, berjuta kata belum mampu mengekpresikan yang ada dipikiran Jiyeon tentang Taehyung. 

Dan satu lagi, Jiyeon jarang berolahraga, mungkin pertengahan jalan perutnya akan kram.

“Ayo!”

Taehyung mulai menaiki tangga dengan cepat, Jiyeon mengekor dari belakang. 

Baru menggapai satu lantai Jiyeon sudah ngos-ngosan ditambah perutnya kini terasa perih. Di sisi lain, Taehyung tak memberi tanda-tanda kelelahan sebaliknya dia semakin terlihat cerah. 

Sudah terhitung 2 kali mereka naik turun tangga dan ini putaran terakhir mereka, taman yang berada di atap rumah sakit. Beberapa anak tangga akan mengantarkan mereka di taman. 

Jiyeon terpaksa berhenti sejenak di tengah jalan untuk beristirahat. Ia duduk mengambil napas sebanyak mungkin memenuhi pasokan oksigen di paru-paru. 

Sementara itu Taehyung masih terus berjalan ke depan. Enggan memperdulikan Jiyeon.

Setelah beristirahat Jiyeon melanjutkan perjalannya, kaki serasa terikat bola baja—berat menyulitkan untuk melangkah. 

Tapi Jiyeon berhasil mencapai garis akhir, sinar matahari menyambutnya hangat.  Jiyeon dapat bernapas lega karena semuanya sudah berakhir, udara yang masih segar membantunya merenggangkan urat dan pikiran.

“Hah.. ha hah.. akhirnya selesai,” desah tak beraturan ditambah batuk.

Ia mencari Taehyung—atasannya, matanya menelusuri seluruh tempat dan ia mendapati Taehyung berdiri tak jauh di depannya. Keringat dingin menetes dari kening mengalir sampai pelipis berlanjut ke dagu. Pemandangan yang ‘WOW’.

Taehyung terlihat tampan dan sedikit seksi saat berkeringat, tiba-tiba Taehyung membuka botol air dan meneguknya seperti bintang-iklan-lakukan. Terlihat slow-motion di mata Jiyeon, ia pun terpanah melihat Taehyung.

Kosong sudah pikiran Jiyeon. Ia sampai tak sadar mulutnya menganga lebar dengan muka yang idiot. Taehyung menyisakan air minumannya lalu menyiram keningnya dengan air itu, benar-benar iklan siaran langsung. 

Taehyung kembali melanjutkan aksi iklan-yang tak-disengaja, ia mengelengkan kepala ke kanan dan kiri hingga air yang membasahi wajahnya tersirat.

Jantung Jiyeon menjadi tak karuan melihat pemandangan indah. Ia baru menyadari atasannya begitu tampan dan mempesona. Muncul dorongan untuk tak lagi melakukan sesuatu yang membuat Taehyung marah. 

Tiba-tiba Taehyung menoleh ke arah Jiyeon. Reflek Jiyeon menutup rapat mulut dan mengembalikan raut wajah normal sebisa mungkin. Pandangan mata Taehyung tepat mengenai kontak lensa Jiyeon, jantungnya semakin berdebar-debar.

“Minumanmu di sana,” Taehyung menuding botol minuman yang di atas meja.

Jiyeon berlari melewati Taehyung dan meminum air, dengan cepat ia membuka segel penutup botol lalu ia minum cepat alhasil Jiyeon tersedak air.

“Huk-akk,” Jiyeon masih merasa gugup karena Taehyung.

“Ck, minum pelan-pelan,”

Jiyeon mengikuti perintah Taehyung, ia meneguk perlahan walaupun terkesan canggung.

“Dasar ajaib,”

Mungkin kata itu terdengar ‘ajaib’ tapi telinga Jiyeon menangkap suara itu seperti mengejeknya ‘aneh’.

Setelah mereka selesai beristirahat Taehyung memutuskan untuk kembali, mandi sebelum memulai pekerjaannya sebagai dokter, sedangkan Jiyeon hari ini akan mandi untuk kedua kalinya akibat keringat yang begitu banyak membasahi tubuh.

Mereka turun menggunakan lift menuju kantor. Kesunyian menguasai atmosfir lift, tubuh Jiyeon tetap bergetar, tingkah laku Jiyeon membuat Taehyung terganggu. 

Jiyeon berusaha sebisa mungkin mengatur pikirannya dan jantungnya.

Badannya bergetar karena ia jarang berolahraga. Berakibat pada organ tubuh Jiyeon terkejut menerima ransangan.

Sekarang yang Jiyeon rasakan tubuhnya lemas tak ada tenaga yang tersisa.

“Ya, bisa kau berhenti,” ujarnya sebal.

“Baru pertama kali saya berolahraga terlalu berlebihan,”

“Mulai besok dan seterusnya kita akan terus berolahraga, kau akan terbiasa,”

Jiyeon hanya mengaguk patuh tapi sebenarnya kegiatan olahraga yang mereka lakukan terlalu ekstrim bagi Jiyeon.

Jiyeon terpaksa menerima cobaan ini sampai 3 bulan selama menjadi assistent Taehyung. Ada satu hal lagi yang membuat Jiyeon sedikit rela yaitu dapat melihat pemandangan siaran-langsung-iklan setiap pagi. 

Sementara itu di tempat lain. Sojung—kakek  kedatangan tamu seorang perdana mentri Song alias orangtua Jiah. Ia berkunjung untuk menanyakan kabar pekembangan kesehatan Jiah. 

Berkeperluan lain berhubung tahun ini warga Korea Selatan akan memilih calon perdana mentri periode baru, selaku perdana mentri periode lama beliau meminta kerjasama kepada pihak rumah sakit Gyonghee berupa tenaga suka-rela untuk mengadakan periksa-gratis di desa-desa yang kurang mampu. 

Mereka duduk bersama sambil menikmati teh. 

“Sudah beberapa kali saya berusaha datang kemari menjenguk Jiah, entah ada saja halangan yang menggagalkan niat saya,” perdana mentri terkekeh dengan kharisma.

“Dokter Kim sedang berusaha keras, jangan cemas, kami akan membantu Jiah sembuh dari penyakitnya,”

“Sebagai dokter dia sangat muda, diusia 28 tahun dokter Kim mendapat berbagai perstasi dan dengan mudah menyelesaikan study-nya. Pasti anda sangat bangga,” puji perdana mentri.

“Bangga pasti iya, tapi dokter Kim waktu kecil tidak bermain selayaknya anak kecil. Jika saya tak sibuk dengan dunia kedokteran, saya sudah meluangkan sebagian waktu saya untuk bermain bersama Taehyung. Yang bisa saya lakukan membawa Taehyung ke rumah sakit, menitipkan dia ke ruang bermain pasien anak-anak. Masa kecil Taehyung ia habiskan bermain bersama pasien anak-anak. Untungnya Taehyung dan anak-anak yang dirawat di sini, mereka cepat akrab. Tapi suatu hari beberapa dari mereka meninggal dunia, Taehyung mendapat trauma dari kematian temannya, ia tak berhenti menangis sambil memeluk kaki saya.” ujar Sojung seperti ada tekanan. Mengingat masa kecil Taehyung membuatnya merasa bersalah.

“Jiah waktu kecil suka bermain, dia anak yang periang dan banyak tingkah. Diluar perkiraan saya, dia menderita penyakit anemia. Saya tidak tau salahnya di mana, bagaimana bisa dia sakit. Saya akan melakukan apapun agar dia bisa ceria kembali,”

“Banyak masyarakat mendoakan dan memberi perhatian untuk  Jiah,”

“Saya merasa berterimakasih atas perhatian mereka.” 

Perdana mentri beranjak disusul Sojung, “Sebentar lagi saya ada rapat lain yang menunggu saya, senang berbincang dengan anda,” mentri Song menjabat tangan Sojung.

“Kalau begitu silahkan,” ujarnya lalu mereka beranjak dari tempat duduk.

“Masalah tenaga suka-rela diadakan di tempat cukup terpencil, apa dokter Kim keberatan karena yang saya tau dokter Kim tinggal lama di China, saya takut dia tersesat,”

“Dokter lain akan membantunya, jangan cemas.” senyum Sojung.

“Syukurlah, saya bisa mengandalkannya.”

Taehyung dan Seungjoo berjalan bersebelahan. Mereka terlihat tampan dimata suster yang mereka lalui. Aura pesona Seungjoo sekarang menjadi semakin terpancar berkat Taehyung. 

Perpaduan dua orang tampan dengan daya tarik berbeda merubah suasana rumah sakit, dampaknya dapat dirasakan dari tingkah laku para suster. Para suster pun berusaha curi-curi pandang.

 Terutama pasien wanita paling menungu-nunggu kedatangan mereka.

Mereka berusaha berkenalan dengan Taehyung. Masih banyak hal  yang mungkin absurd yang akan mereka lakukan. 

Mencari ide aneh untuk mendapatkan perhatian Taehyung dan Seungjoo.

Rumah sakit Gyonghee kian terasa bukan rumah sakit lagi, melainkan seperti rumah-sakit-cinta, di mana setiap wanita terserang lovesick.

Beberapa suster rumah sakit terlihat berkumpul saling berbincang. Mereka membicarakan Taehyung sesekali mereka kegirangan, apa lagi saat mata Taehyung sekilas bertemu dengan mereka. Kehadiran Taehyung menambah semangat para suster, dan menambah semangat pasien untuk memperlambat kesembuhannya.

Jarang sekali ditemui seorang dokter yang bukan hanya tampan tapi juga masih terlihat segar. Pemandangan langka dan sayang bila terlewatkan. 

Semua pasien wanita berpikiran sama, yaitu menginginkan Taehyung dan Seungjoo sebagai dokter mereka, namun Taehyung mendapat tugas khusus menjadi dokter pribadi Jiah. Walapun begitu para pasien masih tetap senang melihat Taehyung lalu-lalang di koridor.

“Benar dia dokter Kim?”

“Dia lebih seperti aktor daripada dokter,”

“Berapa umurnya?”

“28 tahun-an?”

“Ey, muda sekali,”

“Umurnya sama denganku, luar biasa, bagaimana dia bisa menjadi dokter semuda ini. Seharusnya dia menjadi aktor saja,”

Jiyeon dari belakang membuntuti mereka berdua. Ia berpikiran sama dengan suster lainnya. Mereka berdua terlihat bercahaya dimata Jiyeon, punggung mereka saja mengeluarkan aura ketampanan. 

Ia merasa beruntung bekerja dengano rang tampan seperti mereka dan ia juga bangga membuat suster lain iri. 

Jiyeon terkena siratan aura mereka, Jiyeon berlagak sedikit menyombongkan diri kepada suster lain dan bergaya layak artis drama yang sedang dikawal dua pria tampan. Sensasi ini sudah lama Jiyeon dambakan sebagai penikmat drama TV.

Tiba-tiba seorang pasien wanita—yang memegang sanggahan infus didampingi seorang suster menyapa mereka.

Lantas Taehyung, Seungjoo dan Jiyeon berhenti untuk membungkuk pada si pasien dan susternya. Wajah mereka terlihat sumringah karena dapat melihat Taehyung sedekat ini.

“Halo!” sapa pasien itu dengan senyuman sumringah.

“Saya baru tau anda, mungkinkah, anda dokter baru yang ramai dibicarakan itu. Wah, anda sangat tampan,” godanya genit.

“Iya, semoga hari anda menyenangkan,” Taehyung langsung melanjutkan jalannya tak lupa tersenyum, begitu juga Seungjoo disusul Jiyeon. Wanita itu kegirangan.

“Aku jangan sembuh sekarang,” gumamnya.

Hari ini sesuai jadwal mereka berkunjung di tempat Jiah. Perjalanan mereka berhenti di bangsal 19 yang terletak dekat dari depan mata mereka. Beberapa langkah kemudian pintu ruangan Jiah di depan mereka. 

Taehyung membuka pintu Jiyeon pun mempersiapkan berkas diagnosa.

Pemandangan pertama yang mereka jumpai ialah timbunan hadiah yang berjumlah hampir memenuhi sepertiga ruangan ini. Kiriman hadiah-hadiah dari fans Jiah datang sebelum mereka tiba.

Seperti biasa Jiah menghabiskan harinya dengan membaca surat dan membuka hadiah dari fans. Setiap seminggu sekali hadiah dari penggemar akan dikirm kepada Jiah. 

Kata-kata manis yang dikirim oleh penggemarnya adalah sumber utama semangatnya, sedangakan hadiah mereka bagaikan bentuk rasa sayang untuknya. 

Jiah mana mungkin bisa hidup tanpa penggemarnya. Ia bersyukur masih ada orang yang memberinya kasih sayang padanya serta perhatian yang berlimpah.

Jiah tersenyum membaca surat penggemarnya. Saking sibuknya membaca ia menghiraukan kehadiran Taehyung.

Melihat senyuman Jiah, melegakan Taehyung. Sebenarnya Taehyung enggan mengganggu Jiah membaca tetapi Taehyung harus melakukan perkerjaannya sesuai jadwalnya. 

Taehyung pun mengetuk pintu. Jiah merespon cepat, ia menoleh ke arah Taehyung yang berdiri di dekat pintu bersama Seungjoo dan Jiyeon.

Kedatangan mereka membuat Jiah senang. Ia merasa bukan pasien yang didatangi dokter atau suster melainkan dijenguk seorang teman. Senyuman hangat yang ia keluarkan menyambut mereka.

Jiah meletakan surat yang ia baca, memandang mereka dengan penuh harapan. Jiah hendak berbincang-bincang dengan mereka mengenai kabar, dia belum pernah merasa se-semangat ini—sepanjang hidupnya di rumah sakit; meskipun sulit menutupi wajahnya yang pucat dan lemah.

Mereka bertiga melangkah hati-hati masuk ke dalam.

Memastikan kaki mereka jauh terhindar senggolan atau bahkan merusak hadiah penggemar Jiah. 

Hadiah-hadiah yang berserakan di lantai saat ini bagaikan ranjau. Yang berbeda ketika mereka menyenggol atau merusaknya, bukan boom yang meledak melainkan Jiah yang meledak, memarahi mereka habis-habisan.

“Datang juga,” sambut Jiah senang.

“Selamat pagi,” sapa Jiyeon ramah.

“Suster Park juga,” Jiah melambaikan tangan kepada Jiyeon.

Jiyeon memberikan lembar diagnosa Jiah kepada Taehyung, “Kurasa hadiah dari fans-mu bisa jadi jebak,” keluh Taehyung.

“Kita harus menata hadiah Jiah di sebelah sana,” saran Seungjoo.

“Jangan cemas, nanti pak Han datang mengambil hadiah yang sudah aku buka,”

“Baguslah, sekarang aku akan memeriksamu,” ujar Taehyung. 

Seungjoo dan Taehyung memulai perkerjaan mereka dibantu Jiyeon. 

Taehyung memeriksa detak jantung Jiah dengan testokop sambil menanyai Jiah seputar kondisinya, Seungjoo mencocokan diagnosa apakah ada perubahan.

Jiyeon mulai memeriksa persediaan obat, mempersiapkan cadangan infus, selesai dengan urusannya, Jiyeon menyuntikan vitamin dan obat pada selang infus.

Beberapa saat tangan Jiah harus merasakan pegal efek dari obat. Waktu pertama kali ia disuntik obat Jiah, tak berhenti mengeluh kesakitan sepanjang hari. 

Karena dulu dosis yang diberikan terlalu tinggi untuk tubuh Jiah, lama kelamaan dosis obat Jiah dikurangi untuk menghindari effek samping yang lebih berbahaya.

Sementara itu Jiyeon memasang meja makan khusus di atas kasur dan atasnya tak lupa Jiyeon membersihkan alat makan Jiah. Dengan ramah Jiyeon mempersilahkan Jiah makan.

“Makan yang banyak,” ujar Jiyeon.

“Okey,” Jiah menyendok soup, “mnn enak,”

“Kondisinya lebih baik daripada kemarin, aku lega ada perkembangan,” ujar Seungjoo pada Taehyung.

“Baguslah,” ujar Taehyung.

“Good morning,” tiba-tiba Junsu datang entah sejak kapan, “kalian pag-pagi sudah bekerja,” imbuhnya. Junsu berjalan menghampiri vas bunga yang terletak di atas meja yang berada di sebelah kasur Jiah lalu duduk di kursi sebelah ranjang Jiah.

“Kau bolos berkerja,” sindir Jiah.

“Hari ini aku bebas jadwal dan aku tadi bertemu dengan perdana mentri. Beliau memintaku menjagamu,” jelas Junsu menyengir puas.

Junsu mengambil sendok dari tangan Jiah, Junsu menyendok nasi lalu ia menyuapi Jiah, “Aaaa,” paksa Junsu pada Jiah untuk memakan nasi. Jiah dengan terpaksa memakannya.

“Payah, seperti tidak ada orang lain selain kau,” gerutu Jiah.

“Suster Park sekarang menjadi assistent mereka, nuna pasti senang,” ujar Junsu yang sibuk menyuap Jiah.

“Saya sangat beruntung dapat berkerjasama dengan dokter Kim,” ujar Jiyeon sedikit lemah karena dibalik keberuntungannya ia menanggung beban.

“Hari ini sudah selesai, besok aku akan kembali memeriksa perkembanganmu,” ujar Taehyung menyela.

“Sepertinya kau akan lebih cepat kembali keaktivitasmu sebelumnya,” ucapan Seungjoo membuat Jiah senang.

“Aku lupa, kita harus merayakan kedatangan Taehyung. Gimana kita minum dan karaoke bersama?” Junsu sangat bergairah dengan usulnya.

“Setuju!” seru Jiah, “Taehyung seumuran denganmu?”

“Dia lebih tua, tapi namanya sudah ada kata hyung-nya, nggak mungkinkan aku manggil Taehyung hyung, ya sudah aku panggil Tae-hyung, apa kau ingin aku memanggil dia Tae oppa?”

“Kau tetap di sini sampai kondisimu sehat,” ketus Taehyung.

“Aku mau ikut,” gerutu Jiah melas.

“Kau mau memperpanjang harimu di sini, kau dilarang melakukan aktivitas berlebihan,” tegur Taehyung.

“Keterlaluan,” dengus Jiah kecewa.

“Nanti siang kau menjalani terapi suportif,” tambah Taehyung.

Terapi suportif merupakan transfusi sel darah merah dan trombosit. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi kekurangan sel darah merah dan trombosit. 

Dan terapi ini sangat aman untuk Jiah karena tidak menghasilkan efek samping. Terapi imunosupresif dijadikan pilihan kedua untuk Jiah.

Terapi ini dilakukan dengan konsumsi obat-obatan yang menurunkan respon kekebalan tubuh, hal ini untuk mencegah sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel tulang sumsum sehingga memungkinkan sel induk tumbuh kembali dan meningkatkan jumlah darah.

“Aku setuju, biar aku dan Junsu yang memesan tempat. Suster Park juga ikut, dia sudah membantu banyak hari ini,” ujar Seungjoo.

“Dia memang sangat membantu,” sindir Taehyung dengan memberi tekanan pada kata ‘membantu’.

“Saya tidak bisa,” ucap Jiyeon terbata-bata karena sindiran Taehyung.

“Apa maksud mu tidak bisa, kau harus ikut!” protes Taehyung sedikit tegas.

“Ba-baik,”

“Okay, nanti aku kirim peta  tempatnya!” seru Junsu semangat.

Jiyeon menuju ke tempat berkumpulnya para suster. Belum jauh Seungjoo dan Taehyung melangkah para suster mengerumbungi Jiyeon layak semut mengerumuni makanan yang tergeletak di lantai. Para suster tak memberikan Jiyeon kesempatan untuk duduk.

Badan Jiyeon terombang-ambing ulah suster-suster yang menarik tangan bahkan roknya ikut tertarik.

Dalam sekejap dia merasa menjadi artis yang terkena skandal yang sedang ditanyai para wartawan dari berbagai media. 

Namun cara mereka bertanya lebih menakutkan daripada pertanyaan calon-ibu-mertua. 

Terlalu banyak pertanyaan layaknya kenalpot bocor hingga Jiyeon bingung harus menjawab yang mana, mereka saling mementingkan pertanyaan mereka sendiri, tak peduli siapa yang pertama yang mereka inginkan pertanyaan mereka sendiri yang harus diutamakan.

“Jiyeon, kau beruntung!” gerutu suster lain.

“Kenapa kau yang mendapatkan promosi itu?” heran suster lainnya.

“Kenapa kau tidak bilang kalau dokter Kim itu tampan, tau gitu aku menggantikan posisimu,” gerutu suster di depannya.

“Benar umurnya 30-an, muda sekali? Kau tau dia sudah punya pacar belum?” dan ujar suster lain sambil menggeret lengan Jiyeon.

“Hobby-nya apa?” tanya suster yang lain, ia menarik Jiyeon hingga tubuh Jiyeon terseret ke arahnya.

“Tipe ideal dokter Kim seperti apa?” sela suster yang lain sambil mengguncang-guncangkan tubuh Jiyeon.

“Makan kesukaannya apa?”

“Tinggi badan, berat badan dan golongan darahnya, kau tau?”

“Ayo jawab,” desak suster lain yang tak sabar mendengar jawaban Jiyeon.

“Jawab punyaku dulu,”

“Jiyeon!” protes salah kesekian suster yang tak sabar pertanyaannya dijawab.

Mereka mungkin bisa merobek seragam Jiyeon bahkan mampu menegangkan otot urat-urat tubuh Jiyeon jika mereka terus menarik dan mengguncang tubuh Jiyeon selama 1 jam. 

Jiyeon terus berpikir bagaimana cara dia menjawab pertanyaan bila mereka terus melontar pertanyaan tanpa jeda, satu jawaban pun mana mungkin keluar. 

Dan sebenarnya pertanyaan mereka harusnya diajukan ke Taehyung sendiri bukan Jiyeon, orang yang baru sehari bekerja dengannya. Mustahil Jiyeon bisa menjawab semua pertanyaan dengan benar tanpa mempelajari Taehyung.

Dalam batinnya Jiyeon terus meminta pertolongan dari Tuhan.

“Ya! Kalian sudah keterlaluan!” 

Jiyeon kenal suara itu, Hyena! Entah sejak kapan Hyena datang. Mendengar suara Hyena nyawa Jiyeon terasa lebih panjang. 

“Hyena ~ :’)) ” desah Jiyeon lemah dan terharu.

“Biarkan dia duduk, Jiyeon pasti lelah.” hardik Hyena, “Kalian harusnya memberikan Jiyeon waktu istirahat, apa-apaan bertanya tanpa jeda, kalian manusia bukan,” omelnya.

Serempak para suster tersentak menjauh memberi ruang pada Jiyeon. Jiyeon pun terlepas dari kerumunan suster.

Jiyeon dibuatnya terharu. Jiyeon berterimakasih pada Hyena telah hadir menyelamatkannya.

“Sekarang kau baikan,” tebak Hyena dengan wajah sumringah.

“Eum,” Jiyeon mengangguk seiring senyuman sumringah.

“Sebenarnya aku penasaran dengan jawaban pertanyan tadi, bisa kau jawab,”

Layaknya suara halilintar menyambar tubuh terutama telinga Jiyeon. Ternyata Hyena sama dengan suster lain. Pupus sudah pemikiran positif tentang Hyena.

Menyesal Jiyeon memuji serta mendamba-dambakan temannya sebagai pahlawannya.

“Aa, aku punya ide. Semuanya kalian berjajar,” perintah Hyena.

Hyena menuju ke arah rak berkas, dia mengambil selembar kertas putih berukuran A4. Ia kembali secepatnya duduk di tempat bangku yang menghadap Jiyeon. 

Ia meletakan karton tersebut di atas meja dan mengambil pena yang di sakunya. Jiyeon belum bisa memprediksi apa yang Hyena lakukan, apa dia melalukan negoisasi tapi untuk apa?

“Kalian isi kertas ini dengan pertanyaan tadi secara bergantian, jadi Jiyeon mudah menjawab pertanyaan kalian.”

Sigap para suster berjajar dengan urut mengisi kertas itu, pemandangan seperti pendaftaran audisi K-pop. Atau lebih tepatnya kumpulan penggemar yang mengajukan surat pertanyaan pada Taehyung. Kertas mereka isi hingga penuh.

Mulut Jiyeon menganga lebar.

1. Tanggal, tahun, bulan lahir dokter Kim?

2. Hobby dokter Kim?

3. Makanan kesukaan dokter Kim?

4. Tipe ideal Dokter Kim?

5. Sudah punya pacar?

6. Apa dia akan menjadi dokter tetap disini?

7. Tinggi dan berat badannya?

8. Golongan darahnya?

9. Kesukaanyan apa?

10.Dokter Kim itu seperti apa karakternya?

11.Punya mantan berapa?

12.Riwayat pendidikannya?

13.Dia anak keberapa? 

14.Hal yang dia benci apa?

15.Cinta pertamanya siapa?

16.Ingin punya anak berapa?

17.Apa cita-citanya?

18.Tempat kesukaannya dimana?

19.Dia suka mendengar musik apa?

20.Kapan dia rencana untuk menikah?

21.Artis kesukaan-nya?

22.Film kesukaann-ya?

23.Apa dia memilih pasangan menurut jarak umur?

24.Kebiasaan buruknya?

25.Apa dia sudah mendapatkan ciuman pertama?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status