Share

BAB 3

Penulis: Petra Vie
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-10 11:36:44

     Tidak terasa dua minggu sangatlah cepat sekali, hari ini adalah hari pagelaran seni yang diadakan di Kraton. Kain berwarna hijau yang terlilit di pinggang ini milik Kraton yang dipinjami selama pagelaran. Jujur saja aku sedikit takut apabila melakukan kesalahan apalagi yang datang kali ini adalah tamu-tamu penting untuk Kraton dari keluarga bangsawan kelas atas sampai menengah, dan juga para tamu Belanda itu juga turut menyaksikan acara ini.

     Berulang kali aku mencoba menarik napas agar lebih tenang begitu juga dengan penari yang lainnya sama gugupnya. Bahkan mereka masih sempat-sempatnya membicarakan para bangsawan yang hadir kali ini, aku mencoba untuk tidak terlalu mendengarnya hanya saja pembicaraan itu tetap sampai ke telingaku.

“Kalian tahu...” Juminten mengawali pembicaraan itu dan tanpa lama mereka mendekat. “Ku dengar salah satu pangeran yang terkenal pendiam dan jarang terlihat itu juga datang kemari.”

“Ah, benar Raden Kaningrat ada di sini. Sebenarnya aku sempat melihatnya tadi,” tambah Diah semakin membuat mereka penasaran.

“Bagaimana dia?” tanya Suri yang mewakili mereka dan aku sedikit ingin tahu. “Dia sungguh sangat tampan, badannya yang tegap, cara bicaranya lalu suaranya yang sangat....”

“Bisakah kalian berhenti menggosip, sudah waktunya kita tampil. Anak-anak ini,” ucap Manik memberikan perintah untuk segera keluar.

“Ayo, Danastri,” ucap Ani menyadarkanku agar juga segera keluar.

      Riuh suara para penonton dan tepuk tangan dari orang-orang kelas atas ini menyambut kehadiran kami dalam menarikan tarian Semang. Sepanjang acara semua terlihat menyukai tarian kami, tetapi aku melihat seseorang yang memadangku dengan tatapan mata yang aneh apakah aku terlihat tidak berbeda di sini, lalu ku singkikan pikiranku itu. Meski begitu aku tetap harus fokus dengan tarian kali ini, setidaknya dalam acara ini riuh tepuk tangan bisa membayar hasil jerih payah kami. Alunan gamelan sudah berhenti sebagai pengiring bahwa tarian kami sudah selesai dan kini aku sudah berada di belakang panggung. Rasanya begitu lega apabila sudah menyelesaikan tarian persembahan seperti ini.

“Danastri, apa kamu melihat laki-laki yang menggunakan surjan berwarna coklat tadi?” tanya Mirah yang duduk di sebelahku dan kupastikan pembicaraan ini akan panjang.

“Tidak tahu, aku tidak terlalu memedulikan karena banyak sekali orang yang hadir. Tidak mungkin aku fokus satu orang saja,” jelasku sambil membenarkan ikatan kain selendangku yang sedikit renggang.

“Ish, ada Danastri dia sangat tampan. Tidak mungkin jika kamu tidak memerhatikannya sebentar saja,” sanggah Mirah yang memaksaku untuk mengakui bahwa aku melihatnya.

“Memangnya kenapa?” tanyaku sambil menghela napas. “Hehehe dia sangat tampan sekali,” jawab Mirah menggebu-gebu.

“Semua laki-laki yang kamu temui akan kamu bicarakan tampan, Mirah. Jadi aku tidak kaget dengan ucapanmu.”

“Kali ini berbeda, kemarilah ayo kita lihat. Apa mungkin dia yang bernama Raden Kaningrat ya?” tanya Mirah dan tiba-tiba menarikku tanganku dengan cepat berjalan untuk mengintip area penonton. “Lihat dia ada di sana.” Tunjuk Mirah pada orang yang mengenakan pakaian surjan coklat dan blangkon khas Yogyakarta sedang menikmati acara campursari.

“Mirah, kemarilah sebentar!” panggil Inah meminta Mirah untuk datang kepadanya. “Haish, aku sedang menikmati wajah tampannya. Sekarang kamu percaya dia tampan, kan Danastri?”

“Mirah!”

“Iya, aku datang. Nikmati waktumu Danastri, aku harus pergi dulu,” ucap Mirah yang kemudian berlalu.

“Dia memang tampan, tapi terlihat dingin.” Ucapanku seakan terdengar olehnya yang mana kala itu manik mata kami bertemu dengan cepat aku melihat ke arah lain dan pergi. Rasanya seperti tertangkap basah melihat laki-laki itu dan baru kusadari ternyata dia adalah laki-laki yang dari tadi menatapku dengan tatapan aneh saat aku menari.

      Suara tawa para perempuan bersanding dengan gemericik air sungai. Ya benar kami semua sedang mencuci baju di sungai dan kegiatan ini hampir setiap hari dilakukan. Aku hanya terfokus pada cucianku yang sudah hampir selesai. Namun, seperti biasa kebiasaan mereka tidak akan puas kalau belum menjadikanku bahan gunjingan. Aku juga mendengar hal-hal seperti ini hampir setiap hari.

“Hei, Danastri kamu tidak malu diseusia kami hanya kamu yang belum menikah?” tanya Ambar, gadis yang selalu menanyakan pertanyaan sama membuatku muak mendengarnya. Aku berusaha untuk tidak terpancing oleh ucapannya.

“Betul, lihatlah kami sudah punya pasangan, sedangkan kamu masih sendirian sampai sekarang. Kasihan sekali, pasti orang tuanya menyesal punya anak sepertinya,” sindir Riani sambil menggosok baju.

“Mungkin tidak ada yang mau dengannya, bisa saja dia akan dinikahkan dengan kuda milik bapaknya Atma,” tambah Suci yang didukung oleh suara tawa orang-orang di sana.

“Atau sebenarnya dia tidak ada jodoh.” Suara tawa semakin menggelegar di sungai pagi ini, tapi aku tidak ambil pusing karena sudah selesai aku naik lebih dulu.

“Sepertinya dia akan pulang sambil menangis di kamarnya sendirian karena tidak ada orang yang bisa berbagi keluh kesah dengannya,” ucap Ambar menaikkan pakaiannya yang sudah bersih di pinggir sungai dengan cepat ku tendang ke arah sungai.

“Danastri! Dasar gila cuciannku–” belum sempat Ambar menyelesaikan kalimatnya aku lebih dulu memotongnya.

      Aku menatapnya dengan tajam. “Iya aku memang gila, tapi aku tidak seperti kalian. Kalian hanyalah perempuan yang tidak bahagia pernikahannya dan mengatakan gadis yang belum menikah ini itu nyatanya kalian masih ingin belum menikah,” ucapku dengan nada tinggi dan kulihat mereka membantu Ambar mengambil pakaian yang hanyut.

“Memangnya hal yang kamu lakukan ini benar sampai harus menendang pakaian yang sudah selesai ku cuci?!” teriak Ambar yang kini masih di bawah dengan emosi sambil mengepalkan tangannya dan terlihatnya dadanya naik turun karena emosi.

“Lalu apa yang kamu lakukan juga benar selalu menghakimiku karena belum menikah? Memangnya hidupku sepenting itu untuk kalian? Jujur saja kalian tidak bahagia, kan?”

“Danastri!”

“Apa?! Berhenti menggangguku Suci padahal kemarin sore kamu memohon meminjam uang padaku dan kamu Riani ingatlah setiap malam kamu selalu menangis dan itu berisik sekali! Satu hal lagi Ambar, aku tahu kamu tidak pernah menyukai Darno karena orang yang kamu suka adalah Atma, tapi sayang sekali Atma tidak suka denganmu!” Teriakku yang semakin emosi dan tidak ingin kalah.

“Dan untuk kalian yang ikut tertawa kalian sangat menyedihkan sampai harus mencari hiburan sampah dari pembicaraan ini,” tambahku yang ku tatap mereka dengan mata khas orang marah. Dan tanpa lama aku pergi meninggalkan mereka yang menyumpahiku dengan perasaan kesal. Untuk pertama kalinya, aku mengatakan semua yang ingin ku katakan sejak lama.

“Ada apa, Den?” tanyanya yang kebingungan dengan orang di sampingnya tertawa sambil memegangi perut.

“Tidak apa-apa, gadis itu sangat berani sekali. Sangat menarik,” ucapnya sambil tersenyum.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Romansa Rapshodi   BAB 6

    Sepanjang jalan aku masih mengomel sendiri karena tidak percaya apa yang terjadi sampai akhirnya seseorang muncul begitu saja di depanku, menatapku seperti aku melakukan kesalahan fatal. Aku mencoba mengingatnya sebentar dan astaga sejak tadi aku berjalan di depan seorang Raden.“Maaf...maafkan aku, Raden. Aku terlalu emosional dan lupa bahwa seharusnya aku tidak boleh lancang berjalan di depan, Raden. Sekali lagi tolong maafkan aku,” ucapku berkali-kali setelah menemukan Kaningrat berada di sana menatapku datar.“Raden seharusnya kita menghukum anak tidak tahu tata krama ini,” ujar abdi dalem yang sepertinya selalu bersamanya. Aku menunduk tidak berani menatap siapapun, sial. Hari ini benar sial, aku bisa dibawa ke keraton untuk diadili.“Raden,” Kaningrat mendekatiku dan dia mengeluarkan suara khas menahan tawa. Aku dan abdi dalem itu menatap satu sama lain karena mendengar Kaningrat sudah tidak bisa menahan suaranya lagi.“Raden Kaningrat anda tidak apa-apa? Maaf Raden saya tinggal

  • Romansa Rapshodi   BAB 5

    Sore ini aku menikmati pemandangan belakang rumah, sawah yang terhampar luas warna kemerahan di langit sangat indah sekali, aku juga ditemani oleh Atma yang datang ke rumah. Hari ini benar-benar menguras energiku aku yang sedari tadi diam membuat Atma menyenggol lenganku dan menanyakan keadaanku. Atma dari tadi sibuk mengupasi buah untuk dia jadikan lotis.“Makan ini, ada apa denganmu?” tanyanya sambil menyuapi mangga ke mulutku. “Hah...Barga, aku tidak tahu dengannya semakin lama semakin membuatku muak saja,” jawabku sambil memutar bola mataku malas.“Aku akan menghajarnya nanti, pasti dia tidak suka aku ada di dekatmu, kan?” aku mengangguk, Atma dan Barga seringkali bertengkar mereka seperti Pakdhe Asmoro dan ayahnya Atma, Darmo.“Tadi dia mengejarku padahal aku sudah memberi peringatan bahwa aku ingin sendiri, sampai akhirnya aku menabrak seseorang...”“Siapa?” tanya Atma ingin tahu, tapi aku ragu-ragu untuk mengatakannya. “Danastri tidak ada rahasia di antara kita. Kamu s

  • Romansa Rapshodi   Bab 4

    Emosiku seperti tidak ingin pergi padahal aku sudah mengatakan apa yang ingin ku katakan selama ini pada mereka. Memuakkan sekali jika diingat, tapi sebisa mungkin aku harus meredam emosiku sendiri jika tidak hanya akan menghambat pekerjaanku. Ku tatap langit biru karena hari ini sangat cerah sudah dipastikan akan panas sampai sore, kain hijau milik keraton juga harus cepat dikembalikan. Aku segera bergegas pulang ke rumah untuk menjemur pakaian dan mencari kain hijau untuk segera dikembalikan. Jalanan menuju keraton terasa ramai dari biasanya. Aku berjalan dengan cepat berharap agar cepat menyelesaikan pekerjaan kemudian pulang ke rumah untuk beristirahat. Namun, baru beberapa langkah, terdengar suara yang memanggil namaku daan aku bisa mengenalinya.“Danastri,” itu suara Barga laki-laki yang selalu baik kepadaku terlihat dia tersenyum lebar dan sedikit dipaksakan., kata Atma dia menyukaiku dari kecil. Namun, aku tidak pernah menyukainya karena aku sudah menganggapnya

  • Romansa Rapshodi   BAB 3

    Tidak terasa dua minggu sangatlah cepat sekali, hari ini adalah hari pagelaran seni yang diadakan di Kraton. Kain berwarna hijau yang terlilit di pinggang ini milik Kraton yang dipinjami selama pagelaran. Jujur saja aku sedikit takut apabila melakukan kesalahan apalagi yang datang kali ini adalah tamu-tamu penting untuk Kraton dari keluarga bangsawan kelas atas sampai menengah, dan juga para tamu Belanda itu juga turut menyaksikan acara ini. Berulang kali aku mencoba menarik napas agar lebih tenang begitu juga dengan penari yang lainnya sama gugupnya. Bahkan mereka masih sempat-sempatnya membicarakan para bangsawan yang hadir kali ini, aku mencoba untuk tidak terlalu mendengarnya hanya saja pembicaraan itu tetap sampai ke telingaku.“Kalian tahu...” Juminten mengawali pembicaraan itu dan tanpa lama mereka mendekat. “Ku dengar salah satu pangeran yang terkenal pendiam dan jarang terlihat itu juga datang kemari.”“Ah, benar Raden Kaningrat ada di sini. Sebenarnya aku sempat me

  • Romansa Rapshodi   BAB 2

    Saat mendengar pernyataan Atma aku sedikit terkejut jadi ini masalah sebenarnya yang membuat Asmoro saingan terbesar Dharma, bapak Atma. Asmoro menyukai Ibu Atma yangbernama Terta. Dan baru ku sadari memang Asmoro hanya baik kepada Ibu Atma. Selebihnya dengan keluarga Dharma yang lain akan merendahkan dam sering mengajak bertengkar.“Aku tidak cemburu dengan bapakmu, Atma ketahuilah bapakmu itu tidak ada apa-apanya dibandingkan denganku,” ucap Asmoro setengah mati menahan amarah.“Tapi bapakku berhasil mendapatkan wanita pujaanmu dan munculah aku,” balas Atma sambil tersenyum penuh kemenangan.“Anak sialan kurang ajar, cepat turun ke sini. Akan ku seret kalian berdua di jalanan.”“Atma bagaimana ini?” tanyaku, “Aku pun tidak tahu, sepertinya Pakdhe marah besar mungkin sebentar lagi akan ada pertarungan di dekat rumahku,” jawab Atma yang membuatku menghela napas panjang.“Sepertinya aku memang harus menyelesaikan bocah stress ini dulu setelah itu mencari orang tuanya, aku akan me

  • Romansa Rapshodi   BAB 1

    Suasana yang tenang lebih tenang dari biasanya, tidak. Lebih tepatnya seperti ini setiap hari orang-orang sudah sibuk melakukan rutinitasnya setiap hari ada yang pergi ke sawah, ke pasar, dan ada yang hanya berdiam diri di rumah. Namun, di rumah kecil ini aku hanya sendirian karena baru saja menyelesaikan semua tugasku yang ku awali dari subuh tadi. Rutinitas seperti ini sudah biasa ku jalani, terlahir dengan keadaan di mana aku harus menghidupi diriku sendiri dikarenakan kedua orang tuaku sudah tidak ada dan tumbuh melalui belas kasih orang lain, membuatku harus berhenti menerima uluran tangan dari orang-orang di sekitarku. Pagi ini dengan udara yang masih sejuk terlihat ibu-ibu yang sedang sibuk menata dagangannya di pasar, sementara anak-anak berlarian menikmati udara pagi yang masih sejuk, dan para petani berjalan ke sawah. Hari ini di antara hiruk pikuk itu, waktunya aku berlatih di sanggar milik keraton yang tidak jauh dari rumah sebagai penari lepas cara ini mer

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status