Share

BAB 2

Author: Petra Vie
last update Last Updated: 2025-03-10 11:28:15

      Saat mendengar pernyataan Atma aku sedikit terkejut jadi ini masalah sebenarnya yang membuat Asmoro saingan terbesar Dharma, bapak Atma. Asmoro menyukai Ibu Atma yangbernama Terta. Dan baru ku sadari memang Asmoro hanya baik kepada Ibu Atma. Selebihnya dengan keluarga Dharma yang lain akan merendahkan dam sering mengajak bertengkar.

“Aku tidak cemburu dengan bapakmu, Atma ketahuilah bapakmu itu tidak ada apa-apanya dibandingkan denganku,” ucap Asmoro setengah mati menahan amarah.

“Tapi bapakku berhasil mendapatkan wanita pujaanmu dan munculah aku,” balas Atma sambil tersenyum penuh kemenangan.

“Anak sialan kurang ajar, cepat turun ke sini. Akan ku seret kalian berdua di jalanan.”

“Atma bagaimana ini?” tanyaku, “Aku pun tidak tahu, sepertinya Pakdhe marah besar mungkin sebentar lagi akan ada pertarungan di dekat rumahku,” jawab Atma yang membuatku menghela napas panjang.

“Sepertinya aku memang harus menyelesaikan bocah stress ini dulu setelah itu mencari orang tuanya, aku akan mengambil parang untuk kalian tunggu disitu,” ucap Asmoro yang menunjuk kami dan berjalan ke arah pintu belakang.

“Danastri ayo turun, cepat turun sebelum laki-laki tua itu kembali,” ajak Atma yang sambil bersiap turun ke bawah dan lebih dulu turun ke bawah.

“Sebentar selendangku tersangkut,” ucapku. “Mau kemana kalian anak sialan tidak tahu diri, kembali kemari sekarang juga!”

“Tarik saja Danastri.”

“Tidak bisa masih tersangkut,” panikku dan dengan cepat Atma menariknya dengan kencang kemudian menggenggam tanganku untuk keluar dari kebun milik Asmoro.

      Kini kami seperti anak kecil yang berlarian di pematang sawah, pemilik mangga itu mengejar kami sambil membawa parang. Tentu saja pemandangan ini dilihat orang-orang yang masih bekerja di sawah. Sesekali aku memarahi Atma yang mengajakku berlari dengan pakaian seperti ini dan jangan lupa aku harus membawa mangga 5 buah yang dibalut kain selendangku.

“Pakdhe Asmoro sedang gila, minggir kalian jika tidak ingin ditebas menggunakan parang!” teriak Atma sambil tertawa.

“Bocah edan, kemari kalian!”

“Ada orang mabuk, awas minggir kalian jika masih ingin melihat matahari esok hari!”

“Atma, kamu ini semakin memperkeruh suasana!” Teriakku yang jujur saja aku sudah lelah karena kami berlari ke arah pasar.

“Danastri hari ini sangat menyenangkan, bukan?” tanya Atma. “Menyenangkan dengkulmu, jika kita tidak mencuri mangga miliknya aku sudah bisa di rumah sekarang,” jawabku yang semakin memperat peganganku karena Asmoro semakin mendekati kami seperti sapi yang mengamuk.

“Ini akan menjadi pengalaman yang menyenangkan dan dapat kita ceritakan ke anak cucu kita nanti,” sanggah Atma yang terlihat menikmati aksi kejar-kejaran dengan orang tua itu.

“Pikiranmu terlalu jauh, Atma. Semoga saja kita hari ini masih selamat,” ucapku setengah berteriak.

“Awas...awas...Pakdhe Asmoro sedang menggila!” Atma memperingatkan orang-orang di sana yang sedang berjualan.

“Bocah gemblung!” Suara ini milik Surip penjual sayur dan buah-buahan.

“Kali ini anak Dharma membuat masalah apa lagi?” tanya Kesih kepada penjual bumbu dapur, Mojo. Mojo hanya menggeleng kepala tidak tahu apa-apa.

“Cepat tangkap anak itu nanti akan ku beri imbalan!” teriak Asmoro memberikan perintah untuk menangkap kami berdua. Dan tentu saja sekarang kami seperti diamuk kumpulan sapi yang berlari ke arah kami.

“Tangkap Atma dan Danastri!”

“Demi imbalan, berhentilah kalian berdua sekarang juga!” “Ayo kita tangkap mereka jangan sampai lepas.”

       Berbagai teriakan yang menyuruh dan memaksa kami berhenti semakin banyak di belakang kami. Atma semakin mempercepat laju larinya dan otomatis aku harus bisa mengimbanginya melewati keramaian pasar dan ucapan bahwa yang mampu mendapatkan kami akan diberikan imbalan membuat mereka meninggalkan kegiatan pasar pada umumnya.

“Atma berjanjilah padaku jangan pernah melepaskan tanganmu, jika kamu melakukannya aku akan membencimu!” teriakku yang tidak kalah kencang dengan orang-orang di belakang kami.

“Tidak, tidak akan pernah aku melepaskanmu!”

“Berhentilah kalian berdua sekarang juga!”

“Bocah edan larinya cepat sekali!” keluh salah satu di antara mereka.

“Kita mau kemana lagi, Atma? Aku sudah lelah sekali,” ucapku yang ngos-ngosan karena Atma semakin mempercepat laju larinya sampai aku menyadari sesuatu.

“Bapak...Bapak...Aku hampir dipukuli massa bersama Danastri!”. Ya benar sekali Atma mengajakku ke rumahnya di depan rumah itu sedang ada perkumpulan para saudagar yang cukup terkenal di daerah ini. Teriakan Atma tentu saja akan memancing babak baru antara Asmoro dan bapaknya Atma.

Ono opo, Le?” tanya Dharma yang langsung berdiri melihat anaknya berteriak-teriak. (Ada apa, nak)

“Itu, Pakdhe Asmoro mau menyeretku ke jalanan dan menyuruh orang-orang pasar menangkapku dan Danastri, aku takut Bapak,” jawab Atma dengan mimik wajah terlihat tegang dan panik, sementara itu langsung melirikku dan tersenyum. Aku hanya menggeleng kepala pelan dan beralih duduk di teras rumah.

“Brengsek, ngopo meneh wong edan siji kae?!” (kenapa lagi dengan orang gila satu itu) suara Dharma menggelegar dan berjalan ke arah luar gerbang rumah di susul beberapa saudagar yang ikut rapat tadi.

“Danastri, mari kita saksikan pertarungan kali ini. Percayalah bapakku akan menang kali ini!” ucap Atma berseru setelah mengikuti duduk di teras. Aku sempat berpikir bahwa Atma ini memang anaknya sangat suka melihat keributan, aku masih ingat sangat tetangga depan rumahnya Miro bertengkar dengan Asmoro bukannya melerai pertikaian, Atma membuka acara pertengkaran itu dengan menjadikan taruhan.

“Atma aku haus sekali,” ucapku. “Oh, iya sebentar aku ambilkan minuman terlebih dahulu. Danastri kemarikan mangganya.”

       Benar saja, suara di depan rumah kini sudah bersahutan satu sama lain sebentar lagi pertengkaran akan terjadi jika sampai ada korban luka, maka yang akan disalahkan atas kejadian ini adalah Atma dan diriku. Aku yang baru meminum air yang diberikan Atma langsung berlari mendekati kerumunan itu mencoba sebisa mungkin melerai dan meredam pertengkaran itu meskipun Atma menarikku keluar untuk tidak ikut campur, tapi tetap saja kita berdua salah karena sudah mengambil mangga milik Pakdhe Asmoro tanpa meminta izin terlebih dahulu.

“Danastri–”

“Tunggu Atma kita memang salah karena kita Bapakmu dan Pakdhe Asmoro harus bertengkar dengan disaksikan banyak orang, ini tidak benar!”

“Kamu dengar sendiri, anak ini dan anakmu mencuri manggaku tanpa meminta izin,” tambah Asmoro sedikit mendapat kesempatan untuk mengiyakan ucapanku.

“Memangnya jika mereka izin kamu akan memberikannya?” tanya Miro sedikit mengejek dan diiyakan oleh banyak orang di sana.

“Kamu saja sulit diminta mangga meskipun hanya satu, sekarang kamu bicara tentang izin yang benar saja Asmoro!” ucap salah satu di antara sekian banyak orang yang semakin memperparah suasana kali ini.

        Pertengkaran ini berlanjut sampai akhirnya Ibu Terta, istri dari Pak Dharma harus turun tangan melerai mereka semua. Atma, tentu saja aku dan Atma juga dimarahi habis-habisan. Kami berdua harus meminta maaf pada pemilik mangga yang kami curi, Pakdhe Asmoro. Sekarang ini aku hanya di kamarku menatap langit-langitnya, hari ini sangat melelahkan sekali dan jangan lupakan selendangku robek padahal besok aku harus latihan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Romansa Rapshodi   BAB 6

    Sepanjang jalan aku masih mengomel sendiri karena tidak percaya apa yang terjadi sampai akhirnya seseorang muncul begitu saja di depanku, menatapku seperti aku melakukan kesalahan fatal. Aku mencoba mengingatnya sebentar dan astaga sejak tadi aku berjalan di depan seorang Raden.“Maaf...maafkan aku, Raden. Aku terlalu emosional dan lupa bahwa seharusnya aku tidak boleh lancang berjalan di depan, Raden. Sekali lagi tolong maafkan aku,” ucapku berkali-kali setelah menemukan Kaningrat berada di sana menatapku datar.“Raden seharusnya kita menghukum anak tidak tahu tata krama ini,” ujar abdi dalem yang sepertinya selalu bersamanya. Aku menunduk tidak berani menatap siapapun, sial. Hari ini benar sial, aku bisa dibawa ke keraton untuk diadili.“Raden,” Kaningrat mendekatiku dan dia mengeluarkan suara khas menahan tawa. Aku dan abdi dalem itu menatap satu sama lain karena mendengar Kaningrat sudah tidak bisa menahan suaranya lagi.“Raden Kaningrat anda tidak apa-apa? Maaf Raden saya tinggal

  • Romansa Rapshodi   BAB 5

    Sore ini aku menikmati pemandangan belakang rumah, sawah yang terhampar luas warna kemerahan di langit sangat indah sekali, aku juga ditemani oleh Atma yang datang ke rumah. Hari ini benar-benar menguras energiku aku yang sedari tadi diam membuat Atma menyenggol lenganku dan menanyakan keadaanku. Atma dari tadi sibuk mengupasi buah untuk dia jadikan lotis.“Makan ini, ada apa denganmu?” tanyanya sambil menyuapi mangga ke mulutku. “Hah...Barga, aku tidak tahu dengannya semakin lama semakin membuatku muak saja,” jawabku sambil memutar bola mataku malas.“Aku akan menghajarnya nanti, pasti dia tidak suka aku ada di dekatmu, kan?” aku mengangguk, Atma dan Barga seringkali bertengkar mereka seperti Pakdhe Asmoro dan ayahnya Atma, Darmo.“Tadi dia mengejarku padahal aku sudah memberi peringatan bahwa aku ingin sendiri, sampai akhirnya aku menabrak seseorang...”“Siapa?” tanya Atma ingin tahu, tapi aku ragu-ragu untuk mengatakannya. “Danastri tidak ada rahasia di antara kita. Kamu s

  • Romansa Rapshodi   Bab 4

    Emosiku seperti tidak ingin pergi padahal aku sudah mengatakan apa yang ingin ku katakan selama ini pada mereka. Memuakkan sekali jika diingat, tapi sebisa mungkin aku harus meredam emosiku sendiri jika tidak hanya akan menghambat pekerjaanku. Ku tatap langit biru karena hari ini sangat cerah sudah dipastikan akan panas sampai sore, kain hijau milik keraton juga harus cepat dikembalikan. Aku segera bergegas pulang ke rumah untuk menjemur pakaian dan mencari kain hijau untuk segera dikembalikan. Jalanan menuju keraton terasa ramai dari biasanya. Aku berjalan dengan cepat berharap agar cepat menyelesaikan pekerjaan kemudian pulang ke rumah untuk beristirahat. Namun, baru beberapa langkah, terdengar suara yang memanggil namaku daan aku bisa mengenalinya.“Danastri,” itu suara Barga laki-laki yang selalu baik kepadaku terlihat dia tersenyum lebar dan sedikit dipaksakan., kata Atma dia menyukaiku dari kecil. Namun, aku tidak pernah menyukainya karena aku sudah menganggapnya

  • Romansa Rapshodi   BAB 3

    Tidak terasa dua minggu sangatlah cepat sekali, hari ini adalah hari pagelaran seni yang diadakan di Kraton. Kain berwarna hijau yang terlilit di pinggang ini milik Kraton yang dipinjami selama pagelaran. Jujur saja aku sedikit takut apabila melakukan kesalahan apalagi yang datang kali ini adalah tamu-tamu penting untuk Kraton dari keluarga bangsawan kelas atas sampai menengah, dan juga para tamu Belanda itu juga turut menyaksikan acara ini. Berulang kali aku mencoba menarik napas agar lebih tenang begitu juga dengan penari yang lainnya sama gugupnya. Bahkan mereka masih sempat-sempatnya membicarakan para bangsawan yang hadir kali ini, aku mencoba untuk tidak terlalu mendengarnya hanya saja pembicaraan itu tetap sampai ke telingaku.“Kalian tahu...” Juminten mengawali pembicaraan itu dan tanpa lama mereka mendekat. “Ku dengar salah satu pangeran yang terkenal pendiam dan jarang terlihat itu juga datang kemari.”“Ah, benar Raden Kaningrat ada di sini. Sebenarnya aku sempat me

  • Romansa Rapshodi   BAB 2

    Saat mendengar pernyataan Atma aku sedikit terkejut jadi ini masalah sebenarnya yang membuat Asmoro saingan terbesar Dharma, bapak Atma. Asmoro menyukai Ibu Atma yangbernama Terta. Dan baru ku sadari memang Asmoro hanya baik kepada Ibu Atma. Selebihnya dengan keluarga Dharma yang lain akan merendahkan dam sering mengajak bertengkar.“Aku tidak cemburu dengan bapakmu, Atma ketahuilah bapakmu itu tidak ada apa-apanya dibandingkan denganku,” ucap Asmoro setengah mati menahan amarah.“Tapi bapakku berhasil mendapatkan wanita pujaanmu dan munculah aku,” balas Atma sambil tersenyum penuh kemenangan.“Anak sialan kurang ajar, cepat turun ke sini. Akan ku seret kalian berdua di jalanan.”“Atma bagaimana ini?” tanyaku, “Aku pun tidak tahu, sepertinya Pakdhe marah besar mungkin sebentar lagi akan ada pertarungan di dekat rumahku,” jawab Atma yang membuatku menghela napas panjang.“Sepertinya aku memang harus menyelesaikan bocah stress ini dulu setelah itu mencari orang tuanya, aku akan me

  • Romansa Rapshodi   BAB 1

    Suasana yang tenang lebih tenang dari biasanya, tidak. Lebih tepatnya seperti ini setiap hari orang-orang sudah sibuk melakukan rutinitasnya setiap hari ada yang pergi ke sawah, ke pasar, dan ada yang hanya berdiam diri di rumah. Namun, di rumah kecil ini aku hanya sendirian karena baru saja menyelesaikan semua tugasku yang ku awali dari subuh tadi. Rutinitas seperti ini sudah biasa ku jalani, terlahir dengan keadaan di mana aku harus menghidupi diriku sendiri dikarenakan kedua orang tuaku sudah tidak ada dan tumbuh melalui belas kasih orang lain, membuatku harus berhenti menerima uluran tangan dari orang-orang di sekitarku. Pagi ini dengan udara yang masih sejuk terlihat ibu-ibu yang sedang sibuk menata dagangannya di pasar, sementara anak-anak berlarian menikmati udara pagi yang masih sejuk, dan para petani berjalan ke sawah. Hari ini di antara hiruk pikuk itu, waktunya aku berlatih di sanggar milik keraton yang tidak jauh dari rumah sebagai penari lepas cara ini mer

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status