Share

Bab 8

Author: Timmy
“Pak Dimas, istri Bapak tiba-tiba demam tinggi sampai pingsan. Bagaimanapun kami mencoba, dia tetap tak sadarkan diri.”

Sesuai arahan Fiona, dokter segera menghubungi Dimas. Suara panik terdengar jelas dari seberang telepon.

“Demi keselamatan istri Bapak, kami terpaksa melakukan operasi caesar lebih awal. Bapak sekarang ada di mana? Cepat datang!”

“Apa?! Operasi dimajukan?”

Napas Dimas terdengar berat, tak stabil.

“Baik, tunggu aku. Aku segera ke sana!”

Namun pada saat yang sama, Fiona menekan panggilan video ke Erika, dan dengan sengaja mengaktifkan rekaman layar.

Tak disangka, Erika benar-benar mengangkat panggilan itu.

“Tuan… kamu nggak akan meninggalkanku di saat seperti ini, ‘kan?”

Nada suaranya manja, lembut, penuh rayuan.

“Kita baru saja mulai pemanasan, bahkan belum sampai ke bagian terpenting…”

“Aku nggak sempat lagi. Fiona mau melahirkan, aku harus menemaninya.”

Dimas buru-buru mengenakan pakaiannya.

“Kamu ‘kan bukan dokter. Pergi ke sana apa gunanya?” Erika mendekat, merangkul lehernya dengan manja.

“Yang Fiona butuhkan sekarang dokter, bukan kamu. Tapi kelinci kecilmu ini… sedang benar-benar membutuhkanmu.”

Sambil berbisik, dia menggenggam tangan Dimas dan mengarahkannya ke tubuhnya sendiri, desahannya menggoda.

“Nggak percaya? Sentuh saja…”

Tenggorokan Dimas bergetar hebat.

“Jangan main-main! Demi melahirkan anak ini, Fiona sudah menanggung banyak penderitaan. Kalau saat melahirkan aku nggak ada di sisinya, mau jadi apa aku ini?”

“Tapi Fiona sudah pingsan. Sekalipun kamu buru-buru ke sana, dia nggak akan sadar.”

Erika berjinjit, bibirnya nyaris menempel di telinga Dimas, suaranya lirih, napasnya hangat seperti bunga anggrek yang mekar.

“Lagi pula operasi caesar… dokter juga nggak akan mengizinkanmu masuk. Kamu cuma bisa menunggu di luar. Daripada menunggu sia-sia, kenapa nggak tinggal di sini saja… memberi suntikan pada kelinci kecilmu yang sedang panas ini?”

“Toh, Fiona sudah nggak sadar. Dia nggak akan tahu…”

Kalimat terakhir itu akhirnya menggoyahkan Dimas.

Dalam sekejap, dia berbalik menindih Erika.

“Baiklah! Hari ini aku akan benar-benar mengobati panasmu!”

Dan di saat yang sama… hati Fiona benar-benar mati.

Dia memutus sambungan panggilan video, lalu menoleh pada dokter dengan suara datar nyaris tanpa emosi.

“Silakan mulai operasi.”

Alat kuretasi yang dingin perlahan masuk ke dalam tubuhnya.

Meski bius sudah bekerja, rasa sakit itu tetap menyayat, membuatnya hampir tak bisa bernapas.

Operasi berlangsung lebih dari satu jam.

Akhirnya… janin itu digugurkan.

Fiona terbaring lemah, tubuh basah oleh keringat dingin, seprai di bawahnya pun kuyup.

“Bu Fiona, kakak Ibu sudah menyiapkan paspor, visa, dan identitas baru. Pesawat malam ini sudah siap, lengkap dengan tim medis profesional. Kalau Ibu ingin pergi, kita bisa berangkat sekarang juga.”

“Setelah Ibu meninggalkan negeri ini, identitas lama akan dicabut. Mulai saat itu… nama Fiona nggak akan pernah ada lagi.”

Fiona menutup mata. Bibirnya perlahan melengkung membentuk senyum tipis, senyum pertama yang benar-benar tulus setelah sekian lama.

“Aku ingin pergi sekarang...”

“Baik, kami segera atur.” Dokter mengangguk pelan.

Menjelang naik pesawat, dokter bertanya lagi dengan hati-hati, “Lalu… bagaimana dengan janin yang sudah digugurkan? Apa yang ingin Ibu lakukan?”

“Bantu aku memberikannya pada Dimas.”

Suara Fiona lemah, tapi tegas.

“Dan katakan padanya… aku sebenarnya berniat melahirkan anak ini. Asal dia benar-benar menepati janjinya, menemani aku saat persalinan, anak ini pasti bisa hidup.”

“Tapi nyatanya... nggak! Di saat aku dan anak ini paling membutuhkannya, dia malah bersama Erika. Dia sendiri yang membunuh darah dagingnya!”

Tak lama, Fiona diangkat menuju pesawat.

Sebelum lepas landas, dia mengeluarkan ponselnya, mengirim rekaman video barusan beserta semua bukti pesan dan provokasi Erika kepada Dimas.

Begitu semuanya terkirim, dia meminta perawat untuk membuang ponselnya.

Pintu kabin perlahan menutup, tubuh terasa ringan seiring pesawat mulai bergerak.

Fiona menatap keluar jendela, memberi kota itu satu pandangan terakhir.

'Dimas, ini adalah perpisahan untuk selamanya.'

'Selamat tinggal.'

'Tak perlu mencariku. Tak perlu meminta maaf.'

'Karena aku… tak akan pernah memaafkanmu.'
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Romantisme yang Menikam dari Belakang   Bab 24

    Begitu mendengar kata “hukuman mati”, pandangan Mariska berkunang-kunang. Tubuhnya nyaris ambruk. Jantungnya berdebar tak karuan.Untunglah Pak Willy sigap. Dia menenangkan dengan suara tenang tapi tegas, "Selama ada uang, masih ada celah. Masih ada harapan, sekecil apa pun itu."“Pak Willy… asal bisa menyelamatkan anakku, berapa pun harganya aku rela!” Mariska tergopoh, suaranya gemetar.“Sekalipun harus jual rumah… aku akan lakukan. Tolong selamatkan Dimas!”Pak Willy menjelaskan jalan keluarnya dengan lugas, solusi pahit tapi realistis.“Saat ini cuma ada satu cara… mengeluarkan uang agar pihak rumah sakit mau menerbitkan keterangan kalau Dimas mengalami gangguan jiwa. Kalau dinyatakan sakit jiwa, pembunuh nggak perlu bertanggung jawab. Itu artinya… Dimas nggak akan di penjara, tapi akan dikurung di rumah sakit jiwa.”“Setelah Dimas dimasukkan ke rumah sakit jiwa, barulah kita cari cara untuk mengeluarkannya kembali,” tambahnya.“Tapi selama proses itu, perlu banyak uang untuk melic

  • Romantisme yang Menikam dari Belakang   Bab 23

    Erika sudah dipukuli hingga sekujur tubuhnya berlumuran darah. Namun Dimas tak menunjukkan niat sedikit pun untuk berhenti. Matanya merah, penuh amarah, seolah ingin benar-benar membunuh Erika di jalan itu juga.Untungnya, petugas keamanan rumah sakit datang tepat waktu, menahan Dimas sebelum tragedi yang lebih buruk terjadi. Jika tidak… amarah Dimas yang membara bisa saja merenggut nyawa Erika.Meski berhasil dihentikan, aksi kekerasan Dimas tetap terekam oleh para saksi. Video itu kemudian menyebar luas di media sosial, memicu kemarahan dan keterkejutan publik.[Dimas Kehilangan Kendali! Memukuli “Pelakor” di Jalanan Nyaris Mengakibatkan Kematian!]Situasi makin runyam. Nanang yang dulu sudah mengeluarkan banyak uang untuk menekan berita perselingkuhan agar tak tersebar, kini mendapati kabar ini meledak di media. Video Dimas memukuli Erika malah menjadi trending sebelum skandal lama sempat terkubur.Kesal setengah mati, Nanang terkena serangan jantung dan pingsan seketika. Sementara

  • Romantisme yang Menikam dari Belakang   Bab 22

    Selama beberapa waktu ini, seluruh hati dan pikiran Dimas tertuju pada Fiona.Dia terus saja menggila di rumah sakit, sama sekali tak menyadari apa yang terjadi di dunia maya.Hingga akhirnya, bisik-bisik di sekitar menyadarkannya.Sebelum Viktor pergi, sepertinya benar, Viktor pernah berkata bahwa video itu akan diunggah ke internet…Panik, Dimas segera meraih ponsel dan mencarinya.Benar saja. Video perselingkuhannya sudah tersebar luas.Viktor menutupi wajah Fiona dan para dokter yang menangani operasinya, tapi Dimas dan Erika? Tak ada sensor sama sekali, wajah mereka terekspos begitu saja.Begitu video itu beredar, gelombang kemarahan di dunia maya meledak.Netizen menyerbu, menghujat mereka sebagai “pasangan mesum” yang pantas dicemooh.[Gila… aku benar-benar nggak menyangka. Dimas, si ‘pria idaman semua orang’, ternyata begitu menjijikkan di balik layar. Dulu aku bahkan sempat menyukainya… tapi sekarang melihat semua kebejatannya, rasanya seperti menelan lalat hidup, hati ini mua

  • Romantisme yang Menikam dari Belakang   Bab 21

    “Erika… di video itu kamu terlihat sangat puas, bukan? Kamu pikir, selama Fiona meninggalkanku, kamu bisa mulus menggantikannya menjadi istriku?”“Heh! Jangan mimpi! Mana mungkin aku menikahi wanita rendahan sepertimu? Di mataku, kamu nggak ada bedanya dengan wanita-wanita murahan di klub malam. Aku hanya tidur denganmu beberapa kali, dan kamu… benar-benar menganggap dirimu penting?”Dimas langsung mencengkeram leher Erika.Amarah yang membara di dadanya seperti api yang tak bisa dipadamkan, menuntut satu orang untuk menjadi sasaran pelampiasannya.Dan sialnya… Erika tepat berada di depan jalurnya.Seolah tak sengaja, dia menjadi korban kemarahan yang menggebu itu.Dimas menekannya ke dinding, menyalurkan amarah melalui pukulan bertubi-tubi, disertai makian yang kasar.“Wanita jalang! Beraninya kamu provokasi Fiona! Siapa yang kasih kamu keberanian itu, hah?”“Wanita jalang sepertimu, mana pantas dibandingkan dengan Fiona? Kamu bahkan nggak sebanding dengan jari kakinya! Menyamakanmu d

  • Romantisme yang Menikam dari Belakang   Bab 20

    Dimas bergegas ke rumah sakit, dengan polosnya dia mengira saat ini Fiona pasti masih dirawat di sana.Namun siapa sangka, saat dia dan Erika sedang bermesraan, Fiona justru sudah lebih dulu naik pesawat menuju negeri nan asing!“Biarkan aku masuk! Istriku ada di dalam! Aku harus menemui istriku!”Begitu tiba, Dimas langsung bersitegang dengan petugas keamanan di gerbang. Rumah sakit ini khusus untuk kalangan militer, tak terbuka untuk umum.Sebelumnya, karena izin Viktor, petugas sempat membiarkan Dimas masuk. Tapi kini hak istimewa itu dicabut. Otomatis, Dimas tak bisa masuk lagi.Dimas mencoba memaksa, tapi para penjaga bukan petugas keamanan biasa. Mereka mantan tentara, bertubuh kekar dan terlatih. Kalau bukan karena aturan rumah sakit yang melarang kekerasan terhadap warga sipil, mungkin sejak awal Dimas sudah dikeroyok habis-habisan.Gagal, Dimas pun mengganti strategi. Di depan pintu rumah sakit, dia berteriak lantang.“Fiona! Aku tahu kamu ada di dalam! Aku tahu kamu nggak mau

  • Romantisme yang Menikam dari Belakang   Bab 19

    Jelas sekali, Nanang dan Mariska menilai terlalu tinggi para pelayan di rumah mereka.Viktor dan anak buahnya semua berasal dari militer. Kemampuan mereka? Mustahil bisa ditahan oleh orang biasa. Bahkan, Viktor tak perlu turun tangan sendiri. Hanya dengan satu anak buahnya, seluruh pelayan Keluarga Anggara langsung dibuat tak berdaya.Bukan hanya flashdisk gagal direbut, wajah busuk Nanang dan Mariska malah terekam oleh banyak tamu lewat ponsel mereka. Begitu video itu tersebar di internet, reputasi Keluarga Anggara akan hancur berkeping-keping, dipermalukan habis-habisan!Di tengah kekacauan itu, Viktor tetap santai mengendarai SUV-nya meninggalkan lokasi, sementara Mariska terduduk di lantai, menangis histeris tanpa kendali.“Ya Tuhan! Apa yang harus kita lakukan? Keluarga Darmawan benar-benar ingin menghancurkan kita!”“Dasar anak kurang ajar!” Nanang tak bisa melampiaskan amarah pada Viktor. Semua emosinya dia tumpahkan pada Dimas. Dia melangkah maju, menampar putranya dengan keras

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status