“Terus planning lo apa?” tanya Ares saat itu.
Sejak tahu kabar bahwa Ikarus diusir dari apartemen, Ares langsung bergegas menemui sahabatnya itu.Ikarus mengedikkan bahu sembari meraup wajahnya dengan gusar. “Menangkap pelakunya. Gue nggak mungkin tinggal diam kalau aset gue dicuri sama dia gitu aja, kan?”“Jangan bikin malu elah, Rus. Masa penipu kena tipu?” sahut Eros langsung.Ikarus mendecak pelan. “Penipu juga manusia, Ros. Lagian gue udah lama juga nggak main begituan.”“Well, untuk sementara waktu lo bisa pakai satu kamar di hotel, Rus.”“Nggak usah, Res. Gue bisa—” Lalu pandangan Ikarus tertoleh pada Eros yang tengah sibuk memainkan ponselnya. “Nggak ya, Nyet!” ujar Eros seolah tahu maksud dari tatapan Ikarus. “Gue tahu lo secinta itu sama gue, tapi gue nggak bisa nolongin lo kali ini. Lo tahu kan… kalau kosan gue udah mirip kayak kuburan dibandingkan disebut kamar? Single bed, Anjir. Kalau lo cewek, mah. Gue iyain aja! Masalahnya lo cowok!”“Tail lah! Gue bisa tidur di mana aja, Ros. Gue—”“Good. Lo bisa tidur di hotel.” Eros menjentikkan jari. “Lagian lo sok-sokan mau diajak hidup susah. Jangan nambahin beban hidup gue bisa, nggak? Hidup gue udah berat!”“Sialan!”“Nggak usah mikir expenses, Rus. Gue bisa—”“Nggak, Res. Kalau gue stay di hotel terlalu mencolok. Manajemen bakalan mempertanyakan kenapa gue stay di sana, dan lo nggak mungkin pakai alasan demi pertemanan, kan?” tolak Ikarus masuk akal.“Kenapa lo nggak tinggal di tempatnya Ares aja?”“Bisa-bisa gue jadi babysitter-nya Astu sama Nira. Mana mereka lagi aktif-aktifnya pula.”“Di tempatnya Zeus?”“Babysitter-nya Tiff juga ujung-ujungnya!” “Fixed! Ke tempatnya Nyai aja!” ujar Eros tiba-tiba.Ikarus menghela napas panjang. “Jangan gila deh, Ros. Lo tahu kalau dia udah jadi tunangan orang, kan? Gue nggak mungkin tinggal di apartemennya Hera.”“Kenapa nggak, Rus?” sahut Ares dengan cepat. “Lo bukannya nggak setuju kalau Hera sama Bima, ya?”“Nggak gitu, Res. Gue lihat Hera bahagia gitu.”“Bahagia apanya? Lebih ke tertekan nggak, sih?” ujar Ares. “Malam ini mereka pergi berdua, by the way. MJ Entertainment ngadain acara di Nusa Dua Beach Resort dan Hera datang ke sana. Lo bisa manfaatin ini buat deketin Hera, Rus. Kapan lagi ya, kan?”“Nggak usah gila, Res.”“Lo harus gila dulu buat jadi pebinor, Rus. Setidaknya, gue di sini jauh lebih mendukung lo sama Hera katimbang Hera sama si Bajingan itu.”“Gue nggak dihitung?” sahut Eros dengan cepat. “Tapi ngomong-ngomong, Bima emang sebajingan itu?”“Feeling gue, sih. Tapi feeling gue nggak pernah meleset. Ya buat ngeyakinin itu, bisalah, Rus, lo cari tahu. Selama ini Hera selalu ada buat kita-kita, kan? She deserves better. Gue nggak suka sama cowok selebriti.”“Gue pikir-pikir lagi, deh. Gue pinjam mobil lo, Res.” Ikarus kemudian beranjak dari duduknya. “Titip barang-barang gue dulu, Ros. Besok kalau gue udah dapat tempat baru, gue bakalan ambil.”“Mau ke mana lo?” tanya Eros kemudian.Sementara Ikarus tidak menjawab. Pria itu berlalu begitu saja meninggalkan kedua sahabatnya yang masih termenung di tempatnya.Lima belas menit perjalanan menuju kota, Ikarus turun dari mobil setelah memarkirkannya. Untuk malam ini saja ia butuh waktu untuk menenangkan diri dan satu-satunya tempat yang ia tuju adalah Despresso Bar.Pria itu mengayunkan langkahnya melewati pintu utama. Suara dentuman musik yang memekakkan telinga menjadi yang pertama yang menyambut kehadiran Ikarus.Ikarus melangkah mendekati konter bar. Ada beberapa kursi yang kosong di sana, ia lantas menarik satu bar stool di hadapannya dan langsung memesan satu gelas minuman.Saat Ikarus baru saja meneguk minumannya, ponselnya yang bergetar sudah lebih dulu menarik perhatian. Pria itu mengerutkan keningnya, sadar jika ‘Hera’ pasti sudah mengetahui berita tentang dirinya.“Lo di mana, Rus?” tanya Hera di seberang sana.“Kenapa?” Ikarus menghela napas sembari meneguk whiskey-nya.“Gue ke sana sekarang.” “Gue lagi di Despresso Bar.”Panggilan itu diakhiri sepihak oleh Hera. Alih-alih memikirkannya, pria itu memilih untuk tidak mengacuhkannya dan kembali menikmati minuman di hadapannya.Tiga puluh menit berlalu. Sampai Ikarus merasakan sebuah tepukan di bahunya. Ikarus kemudian menolehkan wajah dan mendapati Hera berdiri di sampingnya.Untuk sepersekian detik, Ikarus terpana dengan penampilan Hera yang tidak seperti biasanya. Perempuan itu mengenakan gaun hitam dengan potongan rendah. Di bagian belakang punggungnya hanya tertutupi tali spaghetti.“Lo mau masuk angin?” Ikarus lantas melepaskan jaket denim yang dikenakannya lalu mengangsurkannya kepada Hera. “Pakai!”Pun dengan Hera yang tidak menolak. Perempuan itu lantas menarik bar stool yang ada di samping Ikarus, lalu memesan satu botol tequila kepada sang bartender.“Jadi, apa yang terjadi sama lo?” tembak Hera langsung.“Lo jauh-jauh datang ke sini cuma mau nanyain itu. Bukannya lo ada acara hari ini?” tanya Ikarus mengalihkan perhatian.“Acaranya ngebosenin. Malas gue harus beramah tamah sama orang-orang yang nggak gue kenal.” “Bukannya lo pergi sama Bima?”Hera menghela napas pendek bersamaan dengan pesanannya tiba di hadapannya. Perempuan itu lantas menuangkan tequila yang baru saja dipesannya ke dalam gelas lalu meneguknya bersama dengan jeruk nipis.“Hari ini gue pengen mabuk.” Hera menyodorkan tequila-nya ke hadapan Ikarus, mengajak pria itu bersulang. “Merayakan hari kesialan kita.”Entah sudah berapa gelas yang Hera tuangkan pada gelasnya. Ikarus yang sejak tadi memperhatikan perempuan itu, menyadari bahwa ada yang tidak beres dengan sahabatnya itu. “Lo lagi ada masalah?” tanya Ikarus penasaran.Hera menopangkan satu tangannya di dagu, matanya terlihat sayu. Menandakan bahwa kesadaran perempuan itu sudah hampir menghilang.“Lo minum terlalu banyak,” cegah Ikarus saat Hera hendak menuangkan tequila-nya lagi ke dalam gelas. “Gue antar lo balik sekarang!” Ikarus lantas bangkit berdiri, mengangsurkan sebuah black card miliknya kepada bartender. Baru setelah membayar, Ikarus menggandeng tangan Hera keluar dari Despresso Bar dan bergegas membawa perempuan itu pulang.“Lo kenapa, sih? Lo biasanya mabuk nggak sampai sebegininya, Ra. Ada apa?”Hera mengerjapkan matanya lalu memalingkan wajahnya ke samping jendela. “Bima, Rus…”“Kenapa dengan Bima?”Hera melemparkan kepalanya ke belakang dengan satu tangannya bertumpu di kening. Tidak mengatakan apa-apa. Sampai mobil yang dikendarai Ikarus tiba di basement apartemen Hera.Dengan langkah terseok, Ikarus menggamit lengan Hera lalu melangkah menyusuri koridor yang tampak sepi. Di sela langkahnya, getaran ponsel milik Hera yang menuntut diperhatikan sejenak membuat langkah keduanya terhenti.“Ada telepon, Ra. Nggak lo angkat?”Hera menggeleng dengan matanya yang sayu. “Palingan dari bajingan itu. Biarkan saja,” racau perempuan itu.Begitu masuk ke dalam unitnya, Ikarus mendudukkan Hera di sofa. Ia melangkah menuju ke dapur untuk mengambilkan minum perempuan itu.“Diminum dulu, Ra.”Hera kemudian meraih gelas minuman yang diangsurkan Ikarus lalu meneguknya dengan pelan.Tidak ada percakapan apapun yang hadir di antara mereka. Ikarus hanya menatap prihatin ke arah Hera yang tampak menyedihkan.“So, mau bicara sekarang?”“Kalian pasti akan menertawakan gue setelah ini.” Hera terkekeh pelan, menatap Ikarus dengan pandangan sayu. Perempuan itu sudah benar-benar kehilangan sebagian kesadarannya.“What’s going on, Ra? Lo bisa cerita sama gue, dan gue janji nggak akan menertawakan lo.”Hera menghela napas panjang lalu melemparkan punggungnya ke belakang sofa. Matanya mengerjap, menatap langit-langit unitnya dengan pandangan menerawang.“Gue mungkin terlalu naif, Rus. Gue mencoba untuk percaya bahwa segala usaha Bima terhadap gue memang tulus apa adanya. Tapi ternyata anggapan gue itu salah. Dia cuma memanfaatkan gue.” Hera tersenyum getir, kembali menatap lekat Ikarus yang kini juga menatapnya. “Apa menurut lo gue nggak pantas mendapatkan cinta yang tulus?” Perempuan itu menundukkan wajah. Jemarinya menyentuh cincin yang kini tersemat di jari manisnya. “Sampai gue kepikiran, gue salah apa selama ini sampai-sampai Bima tega melakukan semua ini sama gue.”“Lo nggak salah apa-apa, Ra. Dia yang brengsek karena udah memanfaatkan lo.”Hera tersenyum getir. Rasanya menyesakkan sekali saat mengingat apa percakapan Bima tadi. “Setidaknya, gue nggak mau tinggal diam, Rus. Gue harus kasih pelajaran ke dia.”“Lo butuh bantuan gue? Gue akan—”Namun belum Ikarus melanjutkan ucapannya, Hera sudah lebih dulu memangkas jarak yang ada di antara mereka, melekatkan bibirnya di atas bibir Ikarus.Ikarus sempat terkesiap, terkejut dengan gerakan Hera yang tiba-tiba. Namun saat Ikarus hendak menghentikan kegilaan Hera, ciuman itu justru semakin dalam dirasakannya. Perempuan itu sudah mengubah posisinya hingga kini berada di atas pangkuan Ikarus. Kedua lututnya mengurung tubuh Ikarus hingga membuat pria itu kesulitan bergerak.“Ra…” desis Ikarus lirih.“What?” Hera mengerjap, tidak lama. Karena setelah itu Hera kembali mencium bibir Ikarus dengan penuh kelembutan. Ada sisa-sisa aroma manis yang pekat berpadu dengan tequila di bibir perempuan itu.Entah karena efek alkohol dan kemarahannya terhadap Bima yang seketika menumpulkan akal sehatnya, Hera mengalungkan kedua tangannya ke leher Ikarus, merapatkan tubuhnya.“Please stop, Ra!”“No. I can't stop,” bisik Hera tepat di telinga Ikarus. “Help me please, okay?” Tangan Hera lantas bergerak ke belakang, menarik tali spaghetti dress yang dikenakannya hingga luruh ke pinggangnya.Untuk selama beberapa saat Ikarus terdiam. Sampai saat Hera kembali merapat, mencium Ikarus lebih dalam dan tajam.***“Rus? Suar mana?”Hera yang baru saja tiba di kediamannya lantas mengedar ke sekitar. Wajahnya terlihat lelah, ditambah dengan ia tidak menemukan putranya di sana.“Pulang-pulang tuh, kenapa bukan suaminya yang dicariin lebih dulu, sih? Kamu sengaja mau bikin aku cemburu atau gimana?” protes Ikarus saat itu.Hera menghela napas lalu melangkah mendekati Ikarus yang terlihat santai di sofa. Pria itu tengah mengambil cuti hari ini. “Iya, iya.” Hera mencium pipi Ikarus dengan pelan. “Suar sekarang di mana? Kamu kok kelihatan rapi gini? Mau ke mana?”Bayi mungil yang kini usianya baru menginjak tujuh bulan itu seakan jadi obat lelah Hera. Setiap kali perempuan itu menghabiskan waktu seharian dengan pekerjaannya yang menumpuk, setelah melihat Suar, lelahnya tiba-tiba menguap begitu saja.“Tadi Mama sama Papa mampir ke sini. Terus Suar sama Budhe Harni diangkut sekalian. Katanya biar papa sama mamanya ada waktu berduaan.”Hera terkekeh lalu berhambur memeluk Ikarus. “Emang selama ini kita ng
“Terima kasih untuk waktunya, Pak. Saya berharap kerjasama ini bisa berlangsung lama.”“Sama-sama, Pak Ikarus. Kalau begitu saya pamit dulu.”Setelah menyelesaikan pertemuannya dengan salah satu klien, Ikarus melenggang meninggalkan restoran. Tangannya merogoh saku celananya, lalu membelalak.‘32 missed called from Heraira Cassandra’‘10 missed called from Mama’Ikarus menghentikan langkahnya. Ia mendadak panik. Jemarinya kemudian bergulir, menekan tombol memanggil. Berharap tidak ada sesuatu yang terjadi.Lalu, “Ra! Kamu—”“Bang, ini Mama. Kamu di mana sih, Bang? Dari tadi Mama coba telepon, Hera juga udah telepon kamu puluhan kali. Kok nggak dijawab, sih?”Mendengar suara Bella yang panik, Ikarus ikut panik. “Maaf, Ma. Aku tadi lagi meeting. Ada apa?”“Buruan ke rumah sakit, Bang. Hera mau lahiran!”Ikarus membelalak. Lalu tanpa pikir panjang pria itu berlari meninggalkan restoran untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.“Mama temenin Hera dulu ya, Ma. Ini aku lan
“Rus… lagi ngapain?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Hera yang baru saja bangun dari tidurnya. Sejak pulang kerja tadi, Hera memang memilih untuk tidur lantaran tengah mengantuk.Ikarus menoleh lalu menurunkan laptop dari pangkuannya, merentangkan tangannya ke arah Hera agar segera menghampirinya.“Lagi ngerjain weekly report, Sayang. Kok bangun?”“Iya. Aku tadi mimpi buruk.” Hera lantas berhambur memeluk Ikarus, menyurukkan wajahnya di ceruk leher suaminya.Masih dengan mengenakan pakaian kerjanya, Ikarus mengusap punggung Hera dengan lembut, kemeja yang dikenakannya basah karena keringat. “It’s okay… mimpi kan cuma bunga tidur, Ra. Kamu baik-baik saja sekarang.”Lama Hera berdiam diri di dalam dekapan Ikarus. Perempuan itu kemudian menarik diri, lalu menatap Ikarus dengan lekat.“Rus…”“Hm?”“Kayaknya Dede kangen sama kamu, deh.”Ikarus tercenung selama beberapa saat. Pria itu kemudian menarik ujung bibirnya ke atas lalu mendaratkan kecupan singkat di bibir Hera. “Bentar ya
“Hai, Rhe… gue datang.” Hera menaruh sebuah buket bunga lily di atas pusara Rhea. Menatap lekat batu nisan yang bertuliskan ‘Sorhea Winona’ itu dengan perasaan berkecamuk. Satu tahun telah berlalu setelah kepergian Rhea. “Lo apa kabar? Lo baik-baik saja di sana, kan?”Hera menggigit bibirnya bagian dalam. Menahan desakan air di pelupuk matanya. Rasanya masih seperti mimpi. Baru kemarin Hera masih tertawa bersama Rhea, namun ia tidak menyangka jika Tuhan telah mengambil sahabatnya satu tahun yang lalu.“Rhe, bentar lagi lo bakalan banyak keponakan.” Hera mengusap sudut matanya dengan punggung tangan. Tak mampu menghalau air matanya yang jatuh begitu saja. “Eve bentar lagi lahiran, dan Eros… dia juga bahagia seperti pesan terakhir lo. Bentar lagi dia juga bakalan jadi seorang ayah.” Perempuan itu kemudian menoleh ke samping, menatap Ikarus yang sejak tadi berdiri di sisinya. “Ada banyak hal yang pengen gue ceritakan sama lo, Rhe. Minggu lalu gue dapat kejutan dari Ikarus, dia beli rumah
“Sayang? Masih lama?”Hera yang baru saja keluar dari kamar mandi lantas terkekeh geli. “Ini lho, masih handukan. Mau ke dokter handukan gini?”Ikarus meraup wajahnya dengan gusar. Senyumnya terbit di wajahnya begitu saja. Pria itu kemudian melangkah mendekati Hera yang kini perutnya sudah membola. Usia kandungannya sudah menginjak bulan ketujuh, membuat perempuan itu terlihat menggemaskan. “Aku nggak sabar pengen lihat perkembangan jagoan kita.” Ikarus melingkarkan tangannya ke pinggang Hera, memeluk perempuan itu dari belakang. “Wangi banget, sih?”“Awas dong, Papa. Mama mau ganti baju dulu, nih. Gimana bisa ganti kalau kamu peluk gini, coba? Katanya nggak sabar pengen lihat jagoannya.”Ikarus melepaskan diri lalu terkekeh. “Iya, iya. Aku tunggu di depan kalau gitu, ya? Tapi jangan lama-lama.”“Iya.”Setelah menunggu lima belas menit, akhirnya Hera selesai bersiap-siap. Keduanya berjalan meninggalkan unit mereka untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.Tepat saat
“WHAT?!? Riri hamil anaknya Eros?” Mendengar perkataan Ikarus barusan, membuat Hera seketika membelalak. “Kamu udah pastikan kebenarannya?”Ikarus mengangguk. “Aku juga sempat kaget tadi. Udah gitu Ares ngamuk di kafe sampai bikin Eros babak belur.”“Tapi Eros nggak apa-apa, kan?”“Nggak apa-apa, kok. Untungnya Riri keluar dari ruangan dan menenangkan Ares.”“Ini kayak bukan Eros banget nggak, sih?” Hera menghela napas pendek. “Kayaknya aku harus nemuin Eros sekarang, deh.”“Sekarang banget?” Ikarus melepas kemeja yang dikenakannya, “tapi udah malam, Sayang.”Hera kemudian turun dari ranjang tidurnya lalu bergerak mendekati lemari pakaian untuk mengambil baju ganti di sana. “Masih jam delapan, kok. Aku harus tahu kebenarannya. Kita tahu kalau selama ini Eros belum bisa ngelupain Rhea, kan? Dan kita tahu hal itu.” ujar Hera terlihat tidak percaya.Ikarus menghela napas. “Aku anterin, ya?”“Nggak usah, Rus. Kamu juga barusan pulang, kan? Kamu pasti capek juga.”“Nggak ada kata capek ka