Beranda / Rumah Tangga / Roommate with Benefits / 3. Si Bajingan yang Beruntung

Share

3. Si Bajingan yang Beruntung

Penulis: IKYURA
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-10 17:31:58

“Help me please, okay?” Tangan Hera lantas bergerak ke belakang, menarik tali spaghetti dress yang dikenakannya hingga luruh ke pinggangnya.

Untuk selama beberapa saat Ikarus terdiam. Sampai saat Hera kembali merapat, mencium Ikarus lebih dalam dan tajam, pria itu membalas pagutannya.

Ikarus adalah pria normal. Seolah ada yang membangunkan sesuatu yang ada di dalam diri Ikarus, tubuh pria itu seketika memanas. Sebagian di dalam diri Ikarus memintanya untuk berhenti. Namun di sisi lain ia tidak ingin menghentikan apa yang baru saja akan dimulainya. Terlebih saat bibir Hera yang terasa manis membuat segalanya semakin menggila.

Ikarus semakin memperdalam ciumannya. Satu tangannya melingkar di tengkuk leher Hera. Sementara satu tangan lainnya bergerak ke belakang, meremas pinggul Hera seiring dengan Ikarus yang menggeram pelan.

Pun dengan Hera yang mulai menggerakkan pinggulnya, seolah bukan hanya Ikarus saja yang menggila, Hera juga merasakan hal sama.

Bibir keduanya saling bertautan, lidahnya membelit satu sama lain. Membuat segalanya semakin tak terkendali. Ikarus mengumpat berkali-kali di dalam hati.

“Rus, akh…” Tubuh Hera menggelinjang hebat di atas pangkuan Ikarus. Ada desiran asing yang membuat Hera bisa merasakan tubuhnya mulai mendidih. Seiring dengan hasratnya yang meronta-ronta, menuntut untuk dituntaskan.

“Wait, Ra.” Ikarus mendongak, tatapannya yang telah berkabutkan gairah bertumbukan selama beberapa detik dengan sepasang mata sayu Hera. “Let me ask you something,” bisik Ikarus mencoba menahan Hera agar tidak kehilangan kendali. 

“What?”

“Is it your first?”

“Ya.” Hera mengerjap.

“Are you sure? Gue nggak mau lo menyesal.”

“Stop talking, and fuck me please.”

Hera menjadi yang pertama kali mengikis jarak yang ada di antara mereka. Ciuman itu mulai dalam dan membabi buta saat tangan Hera meraih butiran kancing kemeja Ikarus, melepaskannya dengan tak sabaran hingga kancing itu terlepas paksa.

“It’s gucci, Ra,” desis Ikarus lirih.

“But, I don't care.”

Entah siapa yang memulai lebih dulu. Bibir keduanya kembali bertaut. Lalu Ikarus bangkit berdiri, menggendong Hera dan membawanya menuju ke sebuah kamar dengan cahaya yang temaram. Tiba di sebuah kamar yang diyakini Ikarus adalah kamar Hera, ia lantas merebahkan tubuh Hera di atas ranjang tidurnya.

Ditatapnya Hera yang tampak menunggu. Ikarus lantas melepaskan kemejanya dan menjatuhkannya ke lantai sebelum kembali merangkak di atas perempuan itu.

“Are you sure?” tanya Ikarus memastikan lagi.

Hera tidak mengatakan apa-apa. Yang dilakukan perempuan itu menarik Ikarus agar mendekat, kembali melekatkan bibir keduanya. Sementara satu tangan Ikarus bergerak ke bawah, menyelinap di balik dress yang kini hanya menutupi bagian tubuh bawah Hera.

“Rush, Akh…” Tubuh Hera mengejang saat bisa merasakan tangan Ikarus menyentuh di bawah sana. 

“You want me to stop?”

Hera menggeleng dan hal itu membuat Ikarus kembali melanjutkan apa yang sempat tertunda tadi. Sebut saja dirinya ‘Si Bajingan yang Beruntung’, Ikarus bahkan bisa mendapatkan kepuasan tanpa perlu bersusah payah. Lalu tangannya bergerak rendah, menurunkan kain yang menutupi bagian tubuh Hera hingga kini perempuan itu polos.

Ikarus sempat memaki dalam hatinya. Bajingan! Bagaimana bisa ia memiliki niat untuk meniduri sahabatnya sendiri yang kini tidak berdaya karena pengaruh alkohol? 

Pria itu kembali merapatkan tubuhnya, mencium bibir Hera seiring dengan tangannya yang bergerak ke bawah lalu tenggelam di antara basah dan lembab. Bersamaan dengan tubuh Hera yang menggelinjang hebat.

“Akh… Rus,” desah Hera.

Ikarus kembali mendongak. Menatap mata sayu Hera, sebelum menyurukkan wajahnya di antara ceruk leher perempuan itu. Membaui aroma strawberry yang menguar dari dalam tubuh Hera. Sementara tangan Ikarus semakin bergerak liar di bawah sana. 

“You’re so wet, Ra.”

Hera menggigit bibirnya bagian dalam. Merasakan tubuhnya mulai mendidih, terlebih saat tangan Ikarus tak kunjung menghentikan kegilaannya.

“Rus…” lenguhnya pelan. Tubuh Hera terasa bergetar hebat. Otot-ototnya mengejang seiring dengan hasratnya yang berkobar-kobar di dada.

“Lepaskan.” Bersamaan dengan sentakan klimaks untuk pertama kalinya dirasakan Hera.

Napas perempuan itu terengah-engah. Wajahnya telah dibanjiri keringat, dan hal itu membuat Ikarus memujinya berkali-kali. Perempuan itu terlihat begitu cantik sekaligus… menggairahkan?

Ikarus menarik tangannya lalu menurunkan resleting celananya, membebaskan kain yang masih melekat di tubuhnya yang mulai terasa sesak. Sebelum kembali merapat sembari memosisikan diri. 

“Akh, Rus…” Cengkraman kuat diiringi dengan rintihan lirih yang meluncur dari bibir Hera membuat Ikarus bergerak hati-hati. Tubuhnya yang belum melesak sepenuhnya membuat Hera terpaksa menahan perih di bagian bawah sana.

“Tahan, Ra.” Ikarus berbisik lirih sebelum kembali mencium bibir Hera dengan penuh kelembutan. Mencoba meredamkan perihnya mengingat bahwa ini adalah yang pertama kalinya.

Saat segalanya mulai terkendali, Ikarus kemudian bergerak. Wajahnya mendongak, menatap wajah Hera yang tampak menahan nyeri di bawah sana. Pria itu meraih kedua tangan Hera dan membawanya ke atas kepala. Lagi-lagi ia mencium bibirnya.

“Is everything okay?”

Ketika Ikarus menangkap anggukan samar Hera, pria itu menambah tempo gerakannya. Membuat perempuan itu seperti dihantam rasa perih sekaligus nikmat yang bertubi-tubi.

“Akh, Rus…” Hera menggigit bibirnya demi meredakan suara liar yang meluncur dari bibir Ikarus.

Sementara Ikarus bergerak, mengentakkan tubuhnya di atas Hera. Sesekali melenguh pelan seiring dengan gerakannya yang semakin liar dan membabi buta.

Desahan yang saling bersahut-sahutan terdengar menggaung memenuhi ruangan. Peluh keringat yang membanjiri sekujur tubuhnya membuat segalanya lantas terhenti. Hasratnya yang meledak-ledak di dalam diri Ikarus telah berhasil membakar habis batas kesabarannya. Pria itu mengentakkan tubuhnya sekali lagi, kali ini semakin dalam dan tajam.

“Rus…”

“Ra…”

Ikarus kembali merapatkan tubuhnya, mencium bibir Hera dengan tak sabaran. Ia mendesakkan tubuhnya sekali lagi. Bersamaan dengan rasa hangat meledak di dalam sana.

Napas keduanya terengah-engah. Suasana di kamar yang tadinya hening, kini hujan mulai jatuh membasahi bumi. Ikarus menjatuhkan kepalanya di bahu Hera yang telah terkulai lemah tak berdaya.

Detik demi detik berlalu. Napas keduanya telah berangsur normal. Ikarus menarik diri sembari mendaratkan kecupan singkat di kening Hera. Baru setelah itu ia bergerak menuju ke kamar mandi untuk sekadar membersihkan diri.

Di bawah pancuran shower, Ikarus tak henti-hentinya memaki dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia melakukan kegilaan ini? Terlebih ini adalah pengalaman pertama bagi Hera. Bedebah tak tahu diri ini berhasil merenggut apa yang berharga dari Hera.

“Bajingan lo, Rus!” maki Ikarus pada dirinya sendiri.

Lima belas menit setelah membersihkan diri, Ikarus keluar dengan mengenakan kemeja yang sudah tidak berbentuk karena ulah Hera. Pria itu membawa sebuah handuk kecil yang telah dibasahi air hangat, lalu ia bergerak mendekati Hera yang sudah terlelap. Ikarus duduk di tepi ranjang dan mulai membersihkan tubuh perempuan itu dengan handuk hangat tersebut.

Ada jeda selama beberapa saat. Tatapan Ikarus lekat ke arah Hera yang kini tengah terlelap.

“Sorry, Ra. Gue emang—” Ikarus menghela napas pendek. Lagi-lagi ia mengutuk dalam hatinya. “Gue seharusnya menahan diri.”

Setelah memastikan Hera bersih. Ikarus membenarkan posisi tubuh Hera agar nyaman. Ia menarik selimut sebatas bahu, menatap perempuan itu sebentar, sebelum memutuskan untuk keluar dari kamar Hera.

Ikarus menghempaskan tubuhnya di sofa sembari meraup wajahnya dengan gusar. “Brengsek! Brengsek! Brengsek!”

Rasa kalutnya semakin menjadi, terlebih saat ia telah mendapatkan apa yang selama ini dijaga Hera.

“Lo sekarang mau gimana, Rus? Lo hancurkan semuanya dan—” Ikarus menghela napas, bersamaan dengan ponselnya yang berdering. Membuat perhatian pria itu teralihkan sejenak.

“Halo, Res?”

“Lo di mana?” tanya Ares di seberang sana.

“Gue lagi di apartemennya Hera. Kayaknya gue bakalan nginep di sini.”

“Lo serius?”

“Mm.” Ikarus bergumam lirih. “Gue habis melakukan kesalahan fatal, Res. Dan gue nggak tahu gimana lagi untuk menolong diri gue sendiri setelah ini.” 

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Roommate with Benefits    100. Aku Sayang Kamu Selamanya

    “Rus? Suar mana?”Hera yang baru saja tiba di kediamannya lantas mengedar ke sekitar. Wajahnya terlihat lelah, ditambah dengan ia tidak menemukan putranya di sana.“Pulang-pulang tuh, kenapa bukan suaminya yang dicariin lebih dulu, sih? Kamu sengaja mau bikin aku cemburu atau gimana?” protes Ikarus saat itu.Hera menghela napas lalu melangkah mendekati Ikarus yang terlihat santai di sofa. Pria itu tengah mengambil cuti hari ini. “Iya, iya.” Hera mencium pipi Ikarus dengan pelan. “Suar sekarang di mana? Kamu kok kelihatan rapi gini? Mau ke mana?”Bayi mungil yang kini usianya baru menginjak tujuh bulan itu seakan jadi obat lelah Hera. Setiap kali perempuan itu menghabiskan waktu seharian dengan pekerjaannya yang menumpuk, setelah melihat Suar, lelahnya tiba-tiba menguap begitu saja.“Tadi Mama sama Papa mampir ke sini. Terus Suar sama Budhe Harni diangkut sekalian. Katanya biar papa sama mamanya ada waktu berduaan.”Hera terkekeh lalu berhambur memeluk Ikarus. “Emang selama ini kita ng

  • Roommate with Benefits    99. Mahija Suar Leanders

    “Terima kasih untuk waktunya, Pak. Saya berharap kerjasama ini bisa berlangsung lama.”“Sama-sama, Pak Ikarus. Kalau begitu saya pamit dulu.”Setelah menyelesaikan pertemuannya dengan salah satu klien, Ikarus melenggang meninggalkan restoran. Tangannya merogoh saku celananya, lalu membelalak.‘32 missed called from Heraira Cassandra’‘10 missed called from Mama’Ikarus menghentikan langkahnya. Ia mendadak panik. Jemarinya kemudian bergulir, menekan tombol memanggil. Berharap tidak ada sesuatu yang terjadi.Lalu, “Ra! Kamu—”“Bang, ini Mama. Kamu di mana sih, Bang? Dari tadi Mama coba telepon, Hera juga udah telepon kamu puluhan kali. Kok nggak dijawab, sih?”Mendengar suara Bella yang panik, Ikarus ikut panik. “Maaf, Ma. Aku tadi lagi meeting. Ada apa?”“Buruan ke rumah sakit, Bang. Hera mau lahiran!”Ikarus membelalak. Lalu tanpa pikir panjang pria itu berlari meninggalkan restoran untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.“Mama temenin Hera dulu ya, Ma. Ini aku lan

  • Roommate with Benefits    98. You Drive Me Crazy (21+)

    “Rus… lagi ngapain?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Hera yang baru saja bangun dari tidurnya. Sejak pulang kerja tadi, Hera memang memilih untuk tidur lantaran tengah mengantuk.Ikarus menoleh lalu menurunkan laptop dari pangkuannya, merentangkan tangannya ke arah Hera agar segera menghampirinya.“Lagi ngerjain weekly report, Sayang. Kok bangun?”“Iya. Aku tadi mimpi buruk.” Hera lantas berhambur memeluk Ikarus, menyurukkan wajahnya di ceruk leher suaminya.Masih dengan mengenakan pakaian kerjanya, Ikarus mengusap punggung Hera dengan lembut, kemeja yang dikenakannya basah karena keringat. “It’s okay… mimpi kan cuma bunga tidur, Ra. Kamu baik-baik saja sekarang.”Lama Hera berdiam diri di dalam dekapan Ikarus. Perempuan itu kemudian menarik diri, lalu menatap Ikarus dengan lekat.“Rus…”“Hm?”“Kayaknya Dede kangen sama kamu, deh.”Ikarus tercenung selama beberapa saat. Pria itu kemudian menarik ujung bibirnya ke atas lalu mendaratkan kecupan singkat di bibir Hera. “Bentar ya

  • Roommate with Benefits    97. Pillow Talk

    “Hai, Rhe… gue datang.” Hera menaruh sebuah buket bunga lily di atas pusara Rhea. Menatap lekat batu nisan yang bertuliskan ‘Sorhea Winona’ itu dengan perasaan berkecamuk. Satu tahun telah berlalu setelah kepergian Rhea. “Lo apa kabar? Lo baik-baik saja di sana, kan?”Hera menggigit bibirnya bagian dalam. Menahan desakan air di pelupuk matanya. Rasanya masih seperti mimpi. Baru kemarin Hera masih tertawa bersama Rhea, namun ia tidak menyangka jika Tuhan telah mengambil sahabatnya satu tahun yang lalu.“Rhe, bentar lagi lo bakalan banyak keponakan.” Hera mengusap sudut matanya dengan punggung tangan. Tak mampu menghalau air matanya yang jatuh begitu saja. “Eve bentar lagi lahiran, dan Eros… dia juga bahagia seperti pesan terakhir lo. Bentar lagi dia juga bakalan jadi seorang ayah.” Perempuan itu kemudian menoleh ke samping, menatap Ikarus yang sejak tadi berdiri di sisinya. “Ada banyak hal yang pengen gue ceritakan sama lo, Rhe. Minggu lalu gue dapat kejutan dari Ikarus, dia beli rumah

  • Roommate with Benefits    96. Kejutan Untuk Hera

    “Sayang? Masih lama?”Hera yang baru saja keluar dari kamar mandi lantas terkekeh geli. “Ini lho, masih handukan. Mau ke dokter handukan gini?”Ikarus meraup wajahnya dengan gusar. Senyumnya terbit di wajahnya begitu saja. Pria itu kemudian melangkah mendekati Hera yang kini perutnya sudah membola. Usia kandungannya sudah menginjak bulan ketujuh, membuat perempuan itu terlihat menggemaskan. “Aku nggak sabar pengen lihat perkembangan jagoan kita.” Ikarus melingkarkan tangannya ke pinggang Hera, memeluk perempuan itu dari belakang. “Wangi banget, sih?”“Awas dong, Papa. Mama mau ganti baju dulu, nih. Gimana bisa ganti kalau kamu peluk gini, coba? Katanya nggak sabar pengen lihat jagoannya.”Ikarus melepaskan diri lalu terkekeh. “Iya, iya. Aku tunggu di depan kalau gitu, ya? Tapi jangan lama-lama.”“Iya.”Setelah menunggu lima belas menit, akhirnya Hera selesai bersiap-siap. Keduanya berjalan meninggalkan unit mereka untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.Tepat saat

  • Roommate with Benefits    95. Kabar dari Eros

    “WHAT?!? Riri hamil anaknya Eros?” Mendengar perkataan Ikarus barusan, membuat Hera seketika membelalak. “Kamu udah pastikan kebenarannya?”Ikarus mengangguk. “Aku juga sempat kaget tadi. Udah gitu Ares ngamuk di kafe sampai bikin Eros babak belur.”“Tapi Eros nggak apa-apa, kan?”“Nggak apa-apa, kok. Untungnya Riri keluar dari ruangan dan menenangkan Ares.”“Ini kayak bukan Eros banget nggak, sih?” Hera menghela napas pendek. “Kayaknya aku harus nemuin Eros sekarang, deh.”“Sekarang banget?” Ikarus melepas kemeja yang dikenakannya, “tapi udah malam, Sayang.”Hera kemudian turun dari ranjang tidurnya lalu bergerak mendekati lemari pakaian untuk mengambil baju ganti di sana. “Masih jam delapan, kok. Aku harus tahu kebenarannya. Kita tahu kalau selama ini Eros belum bisa ngelupain Rhea, kan? Dan kita tahu hal itu.” ujar Hera terlihat tidak percaya.Ikarus menghela napas. “Aku anterin, ya?”“Nggak usah, Rus. Kamu juga barusan pulang, kan? Kamu pasti capek juga.”“Nggak ada kata capek ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status