Ruangan makan yang tadinya ramai kini sunyi senyap, semua mata memperhatikan gadis lusuh dengan bajunya yang compang camping, terdapat beberapa lubang di tiap sisinya. Rambut panjang berwarna hitam dan mata coklat adalah ciri khas dari ras yang paling rendah dalam hirarki peradaban dunia yaitu manusia. Di dunia ini, ras manusia lebih sering di jadikan sebagai budak atau bahkan lebih rendah dari itu. Bayangkan saja, ditengah chaosnya dunia yang penuh dengan kekuatan. Ada satu ras yang tidak memiliki setitikpun kekuatan. Dikarenakan nasib mereka yang malang, kebanyakan manusia memilih membunuh anaknya ketika masih kecil sehingga populasi mereka menjadi jarang.
Aku memegang nampan makanku dengan tangan bergetar, tatapan orang orang serasa menusukku dari belakang. Entah berapa lama aku mengantri dalam barisan ini. Ketika aku sudah mencapai garis depan beberapa budak dengan rank lebih tinggi menyelipku, bahkan kadang mereka mendorongku untuk kembali ke barisan paling belakang.
“Maaf ya… sepertinya kau harus mundur beberapa langkah lagi”. Mereka tertawa serempak melihatku terdorong jatuh kebelakang.
Tempat ini adalah pusat jual beli perbudakan yang berada di garis perbatasan ras beast dan werewolf -bagaimanapun juga mereka bersaudara- , The Strary itulah nama yang sering di sebutkan pelanggan kami. Disini terdapat banyak ras, seperti beast, werewolf, hobbits, vampire dan beberapa ras lainya. Dan diantara semua makhluk buas itu terdapat 5 anak manusia, dan aku adalah salah satu anak malang yang lahir kedunia dengan status manusia. Kami dibedakan menjadi beberapa peringkat sesuai dengan harga jual kami, sebuah tatto bintang dengan angka didalamnya adalah bukti peringkat kami. Zero, adalah angka yang terukir manis di tanganku. Pembagian makan, pakaian, minum dan tugas, semua disesuaikan dengan angka yang tertera ditangan kami.
Akhirnya kini giliranku mendapatkan makanan. Seorang beast besar berjenis beruang dengan bulu coklatnya, memandangku rendah.
“Tunjukkan tanganmu!”. Dia membentakku dengan keras, seakan malas berurusan dengan orang sepertiku.
Aku menunjukkan tatto ditanganku, kutundukkan wajahku dalam dalam.
Sebuah bubur putih polos tanpa lauk apapun, terjatuh tepat di atas nampanku. Aku terdiam, menanti.
“Apa yang kau tunggu cepat jalan!, kau membuat antrian ini semakin panjang!”.
Beberapa anak di belakangku mengeluh dan berbisik keras, mereka memang sengaja membuatku mendengar semua yang mereka katakan.
Kekecewaan terpampang jelas di wajahku, bubur di atas nampanku terlihat hambar. Aku tahu ini memang ini yang akan aku dapatkan, walaupun aku menanti hingga era digital tidak akan ada yang berubah, Tapi setidaknya tidak apa apa kan aku sedikit berharap dari belas kasih mereka. Ku lirik sedikit jatah makan anak anak siren, mereka mendapatkan ikan segar dan juga lauk penuh lainya. Aku kembali berjalan melewati beberapa gerombolan beast, mereka juga mendapatkan jatah makanan yang lebih baik dariku.
Sudah 3 tahun semenjak aku tertangkap dan dimasukkan kedalam penjara ini, dulu aku adalah gelandangan yang bersembunyi di balik kegelapan. Aku tidak tahu dimana orang tuaku, mungkin mereka membuangku atau mati terlebih dahulu, aku juga tidak begitu yakin. Hingga suatu hari ada beberapa beast yang melaporkanku kepada pusat perbelanjaan ini. Ras manusia tidak memiliki wilayah kekuasaanya sendiri, jadi aku yakin orang tuaku adalah budak.
Kadang aku bingung bagaimana cara mereka untuk mendapatkan anak dengan peringkat yang lebih tinggi seperti siren, vampire, beast dan juga ras lainya. Di dunia ini tidak ada larangan untuk melakukan jual beli makhluk hidup. Tidak ada peraturan yang mengekang dalam perputaran dunia. Tidak ada otoritas tertinggi yang mengatur pergerakan makhluk hidup. Apapun bisa kau lakukan selama kau menjadi yang terkuat.
Aku berjalan pergi dari ruang makan tersebut. Lagi pula percuma aku berada disana, hanya aku satu satunya ras manusia yang lebih sering keluar dari kamar. Ras manusia lain lebih memilih mengunci diri mereka di kamar, kami bahkan tidak mengenal satu sama lain. Aku berjalam menuju basecamp bertuliskan zero di atasnya. Terdapat beberapa ruangan dengan jeruji besar yang membatasinya, kadang para penjaga mengunci kami dari luar, dan membiarkan kami kelaparan. Aku berjalan menuju ruangan dengan angka 3 diatasnya, itu adalah nomerku. Tidak mungkin para penjaga mau repot repot menamai budak seperti kami bukan?
Aku menyendokkan sesuap besar bubur kedalam mulutku, berusaha membayangkan makanan yang lebih enak. Bau makanan anak anak rank atas sering ku jadikan pacuan untuk imajinasiku. Membayangkan bagaimana rasanya memakan makanan yang sama dengan mereka.
Aku mengerjapkan mataku, ah… bosannya hanya berdiam diri seperti ini. Jika ku hitung dari pergantian cahaya malam dan siang dari celah kecil di ruangan ini, sepertinya ini sudah 3 hari sejak kepergianku dari pusat penjualan. Kabar baiknya aku masih hidup dan sangat sehat, bagaimana tidak, Ai memenuhi semua kebutuhan ku. Bahkan lebih dari bagaimana The Strary memperlakukan ku dulu. Lama kelamaan aku merasa seperti hewan ternak dalam program penggemukan. Selama ini juga aku berusaha menggali informasi tentang tempat ini dan juga tentang tuan yang membeliku. Dan untuk kabar buruknya, aku masih terperangkap disini. Ai hanya melepaskan rantai leherku saat aku hendak pergi ke kamar mandi, selain itu gadis kecil dengan manik kuning itu tak melepaskannya. Dan lagi, ia selalu memonitoriku 24/7 setiap saatnya.“Ai…” panggilku kepada gadis itu.Ai hanya menoleh sebentar lalu kembali dengan kesibukannya membuat sebuah boneka dari jerami.“Ai&
‘Apa aku sudah mati?’ ucapku dalam hati, perlahan aku mencoba menggerakkan tangan dan kakiku. Aman, tubuhku masih tersambung dengan baik. Rupanya para penjaga The Strary memberikanku obat tidur, padahal selama proses pembelian aku diam dan tak melakukan sesuatu yang mencurigakan. Sepertinya mereka masih merasa khawatir jika aku memiliki rencana lain.“Pstt… hei kau yang disana.” Sebuah suara berbisik ke arahku. Aku terdiam kaku, menimbang nimbang apakah lebih baik aku membuka mataku atau berpura pura tidur saja terus.Klotak.. sebuah kepingan krikil mendarat tepat di wajahku. Aku mengaduh pelan, dengan terpaksa ku buka mataku. Cahaya yang tiba tiba masuk itu membuat mataku menyipit silau.‘Dimana ini?’ batinku, aku memedarkan pandanganku ke sekeliling. Ruangan berukuran 3 x 4 itu dipenuhi dengan jerami, sisanya kosong. Tak ada barang – barang yang mencurigakan, sejauh ini aman. Atapnya yang memiliki sedikit celah
Aku berdiri menghadap nampan makanku sekali lagi, memastikan apakah aku siap untuk menghadapi medan perang dihadapanku. Hari ini adalah jadwal penjualan tak terasa 6 bulan sudah berlalu dan kini kami dihadapkan dengan hari yang paling mendebarkan dalam setahun. Dan untuk rencana pertemananku dengan Lexa, jangan ditanya lagi, semua tak berjalan mulus. Ketika aku sudah hendak membuka sedikit hatiku untuknya, ia malah mati matian menyimpan Six untuk dirinya sendiri. Sedangkan lelaki itu selalu memaklumi perilaku manja dari sang gadis.“Apa kau siap?” tanya seorang lelaki dengan mata coklat dan rambut hitam legam diambang pintuku. Aku mengangguk siap.“Tentu” jawabku pendek.Wajahku kini sudah dipenuhi lebam, seperti biasa aku selalu berusaha tampil seburuk mungkin di hari penjualan.Tak butuh waktu lama kereta yang mengangkut para budak The Strary berhenti, kami digiring menuju pusat jual beli seperti biasanya. Menjajalk
Aku membuka mataku perlahan, sinar matahari dari celah dinding menerangi ruangan. Kreek.. Suara pintu besi terdengar dari sebrang. Six terlihat sedang berjalan perlahan meninggalkan kamarnya.Aku menaikkan sebelah alisku, “Mau kemana kau?”“AH!” Six melonjak kaget.“Apa? Tingkahmu seperti maling yang ketahuan ingin mencuri saja”. Aku mengubah posisiku menjadi duduk, ini lebih baik.“Hm, itu..”. Six berusaha memutar otaknya, mencari alasan yang cukup untuk meyakinkanku.Aku mencium bau bau mencurigakan darinya, “Tak apa katakan saja kemana kau akan pergi” kataku dengan nada sebaik mungkin.“Mm.. itu.. sepertinya seorang penjaga sel memanggilku tadi, jadi, aku pergi dulu ya”“Oh, sepertinya” kataku dengan nada sinis sambil berjalan mendekati ambang pintu.Aku melirik jam dinding yang berada di tengah basecamp.“Memangnya ada orang yang akan memanggilmu sepagi ini?”Six menggaruk tengkuknya yang tak gatal, keringat dingin mengalir dari tu
“Jadi, apa yang kau lakukan disini?” tanyaku. Setelah puas tertawa karena kejadian yang tak terduga itu, kini aku dan Six berjalan beriringan menuju basecamp. Akhir akhir ini ras manusia kekurangan orang. Pertama karena posisi Four kosong dan yang kedua karena laki laki disampingku ini dengan menyebalkanya terbebas dari tugas, sehingga kami, budak yang tersisa harus menutupi pekerjaan mereka sebisa mungkin. Jika hal ini terus berlanjut sepertinya salah satu dari kami akan berakhir di mulut Karberos, mati karena kelelahan. Six memalingkan wajahnya, “Hm, hanya kebetulan lewat itu saja” Aku memincingkan mata jahil, “Bilang saja kau mencariku” “Siapa yang mencarimu! Kebetulan saja kita bertemu dilorong tadi, kau terlalu percaya diri” Aku tertawa puas, “Apa apaan itu, kau berbohong dengan sangat buruk! Kemana kau akan pergi melewati tempat itu hah? Aula? Atau jangan jangan.. kau diam diam ingin pergi mengunjungi kamar para penjaga se
“Six… Six!!” “Apa?” kata Six kesal. “Kenapa kau mengacuhkanku lagi?” kata Lexa sambil menggembungkan mulutnya. “Sudahlah, bukan hal penting. Lagipula kenapa kau masih mengikutiku?” Lexa mengayun ayunkan tanganya, “Hm, kenapa ya?.. aku juga tak tahu” “Kalau bukan bersamamu, siapa lagi yang bisa ku ajak bermain?” sambungnya. Six menghela nafas panjang, “Kau tak lihat ada banyak orang yang ingin mendekatimu? Mereka selalu saja memandang kearahmu dimanapun kau pergi” Lexa tersenyum palsu, “Hahaha, sepertinya aku kurang memperhatikan. Oh ya, kita mau pergi kemana?” Seketika Six menghentikan langkahnya. “Kenapa berhenti?” tanya Lexa sambil memiringkan wajahnya. “Kau bahkan tak tahu kemana aku akan pergi. Ah, sudahlah. Berdebat denganmu hanya akan menghabiskan waktuku” kata Six sambil Kembali melangkahkan kakinya. Kedekatan Lexa dengan Six benar benar mengubah segalanya. Anak emas seperti Lexa akan mend