“Tok, tok,tok,” Suara pintu rumah diketuk berkali-kali.
"Bu Vina… Bu Vina …" Panggil seorang wanita setengah baya.
“Tok, tok,tok,” Suara pintu rumah diketuk lagi oleh wanita paruh baya itu.
Dia terus mengetuk pintu rumah meskipun pintu rumah itu sebenarnya sudah dalam keadaan terbuka.
Vina berjalan dengan tergopoh-gopoh dari arah dapur menuju ruang tamu menemui wanita itu.
"Eh maaf Bude Rena, sudah datang dari tadi? Saya sedang berada di dapur barusan, suara panggilan Bude Rena tidak begitu dengar jadinya." Sahut Vina meminta maaf.
"Aduh bu Vina ini sangat ceroboh sekali ya. Untung saya yang datang. Bagaimana kalau orang yang datang itu bukan saya? aduh takut membayangkannya." Rena menegur Vina. Vina hanya tersenyum.
"Eh hati-hati loh bu Vina, bagaimana kalau rumahnya dimasuki maling? Apalagi pintunya dibiarkan terbuka seperti ini. Memangnya tidak dengar di kampung sebelah sering banyak rumah kemalingan loh," Kata Rena memperingatkan sambil membelalakkan matanya.
Vina hanya tersenyum tipis, dia menyadari kecerobohannya dan merasa takut saat membayangkannya jika benar-benar rumahnya dimasuki oleh maling.
"Eh Iya Bude, ada keperluan apa kemari? Kita masuk saja yuk, kita bicara di dalam," Ajak Vina.
Baru saja Vina selesai bicara, Rena langsung melangkah masuk mendahului Vina sang pemilik rumah dan duduk di kursi tamu. Vina tidak akan merasa heran karena sudah terbiasa dengan sikap tetangganya itu.
"Ka, tolong matikan kompornya kalau sudah mendidih ya, Za!" Kata Vina sambil berseru kepada putranya yang bernama Virza.
"Iya Bu!" Sahut Virza ikut berseru dari dalam kamarnya.
Virza mendengus dengan kesal dan melangkah ke dapur dengan enggan. Virza berbuat demikian bukan karena ibunya, tapi karena siapa tamu ibunya.
'Kalau sudah Bude Rena yang bertamu, sudah pasti urusannya akan lama deh. Padahal Sebentar lagi Ayah akan pulang untuk makan siang,' pikir Virza.
Virza mematikan kompornya ketika melihat sayur yang dimasak oleh ibunya sudah mendidih. Kemudian Virza menghampiri ibunya.
"Bu, apa ada yang mau dimasak lagi?" Virza berharap dengan dia bertanya seperti itu Rena tidak berlama-lama berbincang dengan ibunya. Virza memang berniat mengusir Rena secara halus.
"Tidak, Za. Oh iya, Za. Nanti kamu menggantikan ibu untuk jemput Farel di sekolah ya," Pesan Vina kepada Virza.
Virza melirik ke arah Rena. Namun ekspresi wajah Rena tidak seperti yang diharapkan oleh Virza. Tapi ekspresi wajah Rena tampak begitu santai.
"Tapi Virza lagi menunggu pengumuman, Bu," Kata Virza beralasan menolak perintah ibunya.
Virza berpikir kalau dia menolak permintaan ibunya, Ibunya akan pergi menjemput Farel dan Rena akan pulang. Saat Rena pulang, Virza akan menggantikan ibunya menjemput Farel.
Mendapat penolakan dari Virza, Vina agak sedikit bingung memikirkan siapa yang akan menjemput Farel.
"Wah pengumuman apa? Melamar pekerjaan ya?" Tanya Rena ingin tahu.
"Bukan Bude, Virza mendaftar beasiswa Perguruan Tinggi dan hari ini pengumumannya." Sahut Vina dengan bangga.
"Sudah pakai ojek saja pulangnya," Rena memberikan saran kepada Vina.
"Bagaimana caranya memberitahu Farel supaya dia mau pulang naik ojek? Farel kan tidak membawa telepon seluler," Sahut Virza.
"Iya sekolahnya Farel melarang untuk membawa telepon seluler ke sekolah. Ya sudah deh, begini saja Bude Rena tunggu di sini dulu ya. Saya mau jemput Farel dulu ya, enggak apa-apa kan kalau saya tinggal?" Kata Vina akhirnya.
'Apa? Disuruh tunggu disini? Ah ibu bagaimana sih?!' batin Virza.
"Oh… Baiklah, saya akan tunggu di sini saja. Karena kalau harus pulang, saya takut. Di rumah sepi tidak ada orang-orang karena mereka sedang berada di luar rumah semua, saya sendirian jadinya." Sahut Rena beralasan.
Virza merasa sedikit kesal mendengar jawaban Rena. Baginya itu terdengar seperti alasan saja. Dia berharap Rena pamit pulang setelah Rena mendengar perkataan ibunya.
Virza kasihan pada ibunya, kalau harus menjemput Farel sekarang. Dia juga membayangkan kalau harus tinggal berdua dengan Rena, pasti dia juga akan terjebak di ruang tamu itu untuk mendengarkan semua pembicaraan Rena menggantikan ibunya.
Alhasil, ' ini sih sama saja aku juga tidak bisa menunggu pengumuman karena harus menemani Bude Rena mengobrol,' batin Virza mengeluh.
"Ya sudah Virza saja bu yang menjemput Farel di sekolah. Virza pergi dulu ya," Akhirnya Virza mengalah.
Virza mengambil kunci motor di tempat biasa ibunya meletakkan kunci motor. Dia bersiap menjemput Farel.
Virza memarkirkan motornya di depan rumah Rena sebelum dia menutup gerbang pintu rumahnya sendiri. Setelah menutup gerbang, Virza mulai menaiki motornya dan memanaskan mesinnya.
Tanpa sengaja dia melihat seperti ada seseorang yang sedang masuk ke rumah Rena melalui jalan samping rumah Rena. Orang itu memakai kaos oblong dan celana pendek. Virza tidak melihat wajahnya, namun dia mengetahui dari postur tubuh dan pakaiannya bahwa orang itu adalah suami Rena.
"Lah itu Pakde ada di rumah, Kenapa Bude bilang tidak ada orang di rumahnya? Bilang saja masih mau mengobrol sama ibu," Gumam Virza kesal merasa dibohongi.
Kurang dari satu jam kemudian Virza sudah sampai di rumahnya.
"Loh kok sudah sampai rumah lagi? cepat sekali." Tanya Vina keheranan.
"Farel sudah pulang dari tadi. Jadi, saat Virza jemput ke sekolah, Farel sedang berjalan kaki bersama kawan-kawannya. Virza bertemu dengan Farel di jalan. Katanya mau pulang jalan kaki," Sahut Virza mengadu pada ibunya.
"Oh ya Bude, bukankah di rumah ada Pak De?" Tanya Virza pada Rena.
"Pakde?" Tanya Rena sedikit terkejut.
Vina memandang ke arah Virza dengan penuh arti. Virza merasa tidak enak hati mendapat tatapan seperti itu dari ibunya.
"Apa sudah pulang ya? Kamu yakin itu pak De?" Tanya Rena pada Virza.
Virza merasa aneh dengan jawaban Rena. Virza tidak langsung menjawab pertanyaan mereka, dia menjadi ragu apa yang dia lihat tadi.
"Memangnya kenapa, Bude?" Tanya Virza.
"Semalam Pakde pergi keluar kota, katanya akan pulang minggu depan. Apa ada yang tertinggal ya? Kapan kamu melihat Pak De?" Kata Rena lagi pada Virza.
"Tadi, sewaktu ingin menjemput Farel. Aku kan parkir di depan rumah Bude, aku melihat ada Pakde masuk dari pintu samping." Kata Virza menjelaskan apa yang dilihatnya tadi.
"Pintu samping? Kok Pakde lewat pintu samping? Emangnya Pakde bawa kunci pintu samping?" Tanya Vina pada Rena.
Rena menggelengkan kepalanya dengan wajah cemas.
"Lalu itu siapa yang masuk ke rumah Bude?" Tanya Virza khawatir.
"Sepertinya harus kita lihat deh, siapa yang masuk ke rumah Bude?" Vina memberi saran.
"Tapi Bude takut, bagaimana kalau itu ternyata bukan Pak De?" Sahut Rena khawatir.
"Virza sih melihat orang itu memakai baju kaos dan celana pendek yang biasa dipakai oleh Pak De," Jawab Virza memberikan kesaksian.
"Coba Bude telepon Pakde dulu, tanya Pakde sekarang ada di mana." Kata Virza memberikan saran.
Rena langsung mencoba menghubungi suaminya. Namun berkali-kali dihubungi, suaminya tidak menjawab panggilan Rena maupun pesan dari Rena.
"Ya sudah begini saja Bude, sebentar lagi ayahnya Virza kan pulang untuk makan siang. Nanti kita minta ditemani oleh ayahnya Virza untuk melihat ke dalam rumahnya Bude. Bagaimana?" Kata Vina mencoba menawarkan solusi.
Rena tampak cemas dan ketakutan. Virza ikut merasa tidak nyaman dengan situasi itu.
"Ya sudah Virza masuk dulu ya Ibu, Bude," Pamit Virza. pada Vina dan Rena.
Saat masuk kamar Virza masih kepikiran dengan seseorang yang masuk ke rumah Rena.
Saat masuk kamar Virza masih kepikiran dengan seseorang yang masuk ke rumah Rena. Virza duduk diam dan termangu. "Mas Virza, sudah keterima di Perguruan Tinggi Kok tidak bilang-bilang," Farel mengejutkan Virza dari lamunannya. Virza langsung teringat bahwa dia sedang menunggu pengumuman dari Perguruan Tinggi. Virza langsung bangkit dari tempat tidurnya, dan menghampiri meja belajarnya. Di sana sudah ada Farel yang sedang menghadapi laptop, miliknya. Farel menunjukkan pengumuman itu di layar laptop Virza. Karena melihat pengumuman di layar laptopnya, Virza tertegun untuk beberapa saat. Lalu tiba-tiba dia melompat karena gembira. Dia mengajak serta Farel untuk melompat kegirangan. Tiba-tiba Vina muncul di kamar Virza. "Ada apa sih berisik banget? Kalau bercanda jangan seperti itu, orang akan berpikir ada apa-apa dengan kalian. Ibu kaget tahu," Tegur Vina pada Virza dan Farel. Virza dan Farel berhenti melompat. Virza tidak bisa berhenti memperlihatkan barisan gigi-giginya
Virza membalas pesan dari kawan-kawannya di telepon seluler miliknya sambil menghampiri ayahnya yang sedang menonton TV. Virza duduk di samping ayahnya. Dia menoleh ke arah wajah ayahnya. Virza sudah biasa melihat wajah ayahnya yang dingin, namun sikap diam Dedy kali ini terasa berbeda buat Virza. Pandangan ayahnya terasa kosong, tidak sedang menikmati acara yang ada di televisi. Virza segera meletakkan telepon seluler miliknya di atas meja yang ada di hadapannya. "Ayah kenapa melamun terus?" Tanya Virza sambil memeluk lengan ayahnya. Ayahnya menoleh pada Virza, lalu dia tersenyum dan menepuk lutut Virza dengan perlahan. "Ayah titip pesan buat Mas Virza ya, nanti Mas Virza di sana baik-baik ya, harus bisa jaga diri. Mas Virza yakin tidak mau ditemani oleh Ayah?" Tanya ayahnya sambil terus menatap televisi. Sekarang Virza mengetahui, ayahnya sedang merasa sedih memikirkan dirinya. "Yakin Ayah! Virza mau belajar mandiri. Virza kan sudah besar." Sahut Virza dengan percaya diri.
Baru saja Virza menyuap beberapa sendok ke mulutnya, punggungnya ditepuk oleh seseorang. Dia menoleh ke belakang, ternyata itu adalah Selly. "Loh, kamu makan di sini," tanya Selly sambil tersenyum ke arah Virza. Sebenarnya Virza masih merasa heran dengan Selly sebagai teman dalam perjalanannya karena Selly tidak membangunkannya ketika kereta sudah berhenti. Namun dia tidak ingin memperpanjang hal kecil itu lagi. "Oh iya, Sel. Ayo ikut makan! Aku lapar sekali," ajak Virza pada Selly. Virza berdiri dari duduknya dan mencari-cari penjual yang tadi melayaninya. Tapi dia tidak menemukan penjual itu. "Sepertinya penjualnya sedang keluar sebentar, kamu tunggu saja ya," Ujar Virza. "Ah tidak, aku tidak makan. Aku sudah pesan makanan di seberang sana. Aku melihatmu ke sini tadi, makanya aku segera menghampirimu untuk menyapa," kata Selly sambil tersenyum. "Oh begitu. Oh ya kita tukar nomor telepon yuk," ajak Virza. Akhirnya mereka berdua saling memberikan nomor telepon. "Sepertinya ma
Ketika sampai di depan Rumah Kos itu. ~ Rumah Kos 103 ~ Begitulah yang tertulis di papan itu. Lalu Virza melihat ke sekeliling rumah itu, ternyata tidak ada orang yang bisa dijadikannya untuk tempat bertanya. Virza memutuskan untuk duduk di teras rumah itu. "Hai, kamu cari siapa?" Tanya seseorang. Itu adalah suara seorang laki-laki. Virza menoleh ke kanan dan ke kiri namun tidak menemukan seorang pun. Sampai suara itu terdengar kembali. "Saya ada di atas ini, kamu lihat ke atas," kata suara laki-laki itu lagi. Mendengar itu Virza langsung menoleh ke arah atas. Dia melihat seorang Pemuda memakai kaos oblong dan celana pendek sambil menggosok-gosokan rambutnya dengan handuk. Virza tersenyum padanya. "Maaf Mas saya sedang cari tempat kos. Saya mau tanya ini tempat kos putra atau campuran?" Tanya Virza pada pemuda itu. "Kamu carinya tempat kos apa?" Pemuda berkaos oblong polos itu balas bertanya. "Tempat kos putra, Mas," jawab Virza. "Sebentar ya, saya turun ke bawah,
Baru saja Virza mengunci pintu rumahnya, dari balkon atas ada yang memanggilnya. "Virza, mau ke mana, Za?" Suara itu akrab di telinga Virza. Virza menoleh ke kanan dan ke kiri namun tidak melihat siapa-siapa. Virza langsung mendongakkan kepalanya mencari siapa yang memanggilnya. Ternyata Ajie yang memanggilnya. Seperti biasanya, Ajie berdiri di balkon rumah kos yang terbuka itu. "Eh, Mas Ajie ada di atas? Aku kira ada dibawah tadi. Aku mau cari makan dulu. Lapar nih, takut keburu malam. Mas Ajie mau ikut?" Tanya Virza beramah tamah. Ajie melihat ke arah belakang punggung Virza, kemudian dia tersenyum dan menggeleng. "Tidak ah, takut berubah gendut kalau makan malam. Aku udah naik lagi timbangannya ini. Ya sudah ya, kamu hati-hati di jalan," sahut Ajie. Ajie benar-benar sangat ramah pada Virza, membuat Virza merasa nyaman di hari pertamanya. Bahkan Virza merasa tidak sabar ingin bertemu yang lain saat mereka datang kembali. "Penghuni rumah kos ini ramah orangnya. Semoga para pen
Pemuda itu menoleh pada Virza dan dia tersenyum lagi. Virza langsung membalas senyumnya. "Kamu anak baru ya? Nama kamu siapa?" Pemuda itu menghentikan langkahnya sejenak, lalu dia mengulurkan tangannya pada Virza. "Namaku Andra," dia memperkenalkan dirinya saat jabatan tangannya disambut oleh Virza. "Namaku Virza Wardani, panggil aja Virza," sahut Virza sambil tersenyum. "..." Seketika suasana di antara mereka menjadi hening karena sibuk dengan pikirannya masing-masing. "Mas Andra cukup terkenal juga ya," Virza membuka pembicaraan. "Terkenal bagaimana? Emangnya kamu tahu aku?" tanya Andra tersenyum heran. "Eng … Enggak juga sih, hehehe," sahut Virza sambil tertawa dan menggelengkan kepalanya. Virza merasa pertanyaan dirinya sangat bodoh, mengapa dia menyebut kata T-E-R-K-E-N-A-L padahal dia sendiri tidak mengenalnya. Andra menghentikan langkahnya lagi dan memandang Virza dengan wajah bingung. "Terus, kenapa kamu bilang aku terkenal?" tanya Andra itu lagi. "Eng…" Vi
Andra mendengus perlahan, sebenarnya perasaannya sangat kesal, tapi dia tetap ingin bersikap ramah pada Virza dipertemuan pertamanya ini. 'Waduh, masih muda sih tapi pelupa. Padahal belum lama loh. harus diingatkan lagi sepertinya,' Pikir Andra. "Begini Virza, sewaktu kamu mau beli makan, kamu lewat depan kos saya kan tadi?" Tanya Andra dengan sabar. Virza mengangguk. "Saya lihat kamu jalan berdua dengan seseorang, dia cewek sepertinya seusia dengan kamu, rambutnya panjang, sepinggang, pakai kaos putih dan celana panjang," Andra mencoba memberi tahu. Virza malah mengerutkan dahinya dan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sambil mencerna yang dikatakan oleh Andra. "Mungkin dia kebetulan saja jalan bersamaku tadi, Mas. padahal bisa saja sebenarnya perempuan itu cuma lewat," Sahut Virza dengan polos. "Tidak mungkin, Virza. Ketika kamu menyapaku di depan rumah kos aku tadi, dia juga ikut berhenti bersamamu tepat di sampingmu dan tersenyum kepadaku." Andra memberi waktu kep
Ajie yang menyimak perkataan Andra, hanya mengangguk-angguk dan sesekali memakan gorengan yang di beli Andra. Sedangkan Virza hanya tertegun mendengar apa yang mereka katakan. "Mari kita luruskan, memangnya temannya Virza yang kamu lihat itu seperti apa? Perempuan atau laki-laki?" tanya Ajie serius. Virza ikut memandang ke arah Andra dengan serius. "Perempuan," sahut Andra. Kemudian Andra menyebutkan ciri-ciri perempuan yang diduganya adalah temannya Virza. "Persis sama dengan yang aku lihat, hanya saja aku tidak ingat bawahan yang dipakainya," sahut Ajie sambil menepuk lengan Andra. Virza masih tertegun saat menyimak pembicaraan keduanya itu. "Masak sih kamu tidak melihatnya?" tanya Andra dan Ajie hampir bersamaan. Virza hanya menggelengkan kepalanya. Virza memikirkan sambil membayangkan ciri-ciri perempuan itu. ‘Seperti pernah tau, tapi dimana ya? Siapa dia ya?' pikir Virza. "Mungkin dia kelelahan, Ndra. Kan dia juga baru sampai hari ini, kita malah sudah membuatnya bingung,