Share

6. Malam Pertama Jadi Anak Kos

Baru saja Virza mengunci pintu rumahnya, dari balkon atas ada yang memanggilnya.

"Virza, mau ke mana, Za?" Suara itu akrab di telinga Virza.

Virza menoleh ke kanan dan ke kiri namun tidak melihat siapa-siapa. Virza langsung mendongakkan kepalanya mencari siapa yang memanggilnya. Ternyata Ajie yang memanggilnya. Seperti biasanya, Ajie berdiri di balkon rumah kos yang terbuka itu.

"Eh, Mas Ajie ada di atas? Aku kira ada dibawah tadi. Aku mau cari makan dulu. Lapar nih, takut keburu malam. Mas Ajie mau ikut?" Tanya Virza beramah tamah.

Ajie melihat ke arah belakang punggung Virza, kemudian dia tersenyum dan menggeleng.

"Tidak ah, takut berubah gendut kalau makan malam. Aku udah naik lagi timbangannya ini. Ya sudah ya, kamu hati-hati di jalan," sahut Ajie.

Ajie benar-benar sangat ramah pada Virza, membuat Virza merasa nyaman di hari pertamanya. Bahkan Virza merasa tidak sabar ingin bertemu yang lain saat mereka datang kembali.

"Penghuni rumah kos ini ramah orangnya. Semoga para penghuni lainnya, mereka semua ramah seperti Mas Ajie. Aku tidak sabar bertemu dengan yang lainnya juga. Sayangnya, mereka sedang pulang kampung menikmati masa libur setelah ujian akhir semester,' batin Virza.

Setelah keluar dari halaman rumah kos, Virza celingukan. Dia menoleh ke kanan dan kiri mengamati situasi yang paling ramai sebelum menentukan tujuannya.

Virza sebenarnya bingung harus cari kemana, karena lingkungannya sangat ramai. Dari kejauhan, Virza melihat ada lampu jalan yang paling terang cahanya di ujung jalan. Banyak kendaraan bermotor yang berlalu lalang di jalan setelah ujung jalan itu.

"Sepertinya disana jalan ramai dan aku lihat kebanyakan dari mereka berjalan ke arah sana juga. Baiklah, aku akan menuju kesana saja," gumam Virza. Jika dia memilih jalan yang ramai, dia berharap bisa bertemu dengan banyak orang dan menemukan banyak tempat membeli makan malam hingga dia bisa memilihnya.

Baru beberapa meter keluar dari area rumah kosnya, Virza melewati sebuah rumah yang terasnya ramai oleh para pemuda yang sedang bermain musik dan mengobrol. Virza sempat tertegun sesaat melihatnya, karena dia tertarik untuk bergabung bersama mereka.

Sampai salah seorang dari mereka menyapanya dengan ramah, dan atas nama ‘sebagai orang baru’ Virza membalas sapaan pemuda itu.

‘Ternyata orang-orang disini sangat ramah  -ramah, padahal sebenarnya tadi sempat tidak percaya diri lewat depan mereka. Takut ada perkenalan ekstrim antara penghuni lama dengan penghuni baru. Ternyata aku hanya terlalu banyak berpikir saja,’ pikir Virza.

Virza bisa meneruskan perjalanannya dengan hati tenang. Sepanjang jalan Virza melihat banyak orang-orang hampir seusianya berkeliaran. Dia tidak percaya kalau dia akan berani melakukan ini sendirian di tempat asing.

‘Sepertinya mereka mahasiswa sepertiku, atau mungkin juga mereka gadis dan pemuda penduduk asli dari daerah ini,' batin Virza sambil senyum - senyum sendiri. Dia masih tidak menyangka, bahwa dirinya kini berstatus mahasiswa, merantau, jauh dari orang tua. Itulah status yang di sandangnya kini.

Virza terus berjalan mengikuti arah terbanyak sambil mengingat arah jalan pulang. Setelah ujung jalan itu, ternyata Virza menemukan pertigaan jalan. Seperti dugaannya, jalan itu terlihat lebih lebar dan terang, tidak seperti jalan yang baru saja dia lalui, redup dan sempit.

Virza meneruskan perjalanannya sampai ke perempatan.

Disana dia berdiri sejenak melihat ke sekelilingnya, mencari pilihan tujuannya. Kemudian dia melihat ada warung tenda bertuliskan ANGKRINGAN yang sangat ramai pengunjung. Virza merasa senang karena dia tahu makanan di warung tenda itu sangat terjangkau harganya.

Ketika Virza sedang memilih makanan yang akan dibelinya untuk makan malam, tiba-tiba bahunya ditepuk oleh seorang pemuda yang dilihatnya di teras sebuah rumah tadi, saat dia akan keluar gang.

Virza tertegun untuk beberapa saat ketika pria itu tersenyum kepadanya.

"Beli makan, ya?" Sapanya pemuda itu. Pertanyaannya menyadarkan Virza dari rasa terkejutnya.

"Hum … iya. Kamu juga?" Virza balas bertanya, berusaha ramah. Sebagai seorang laki-laki, dia tidak boleh terlihat seperti orang rumahan dan penakut.

Ketika pemuda itu melintas di belakangnya, wangi segar semerbak masuk ke dalam indera penciuman Virza. Rasa tidak percaya diri dalam hati Virza muncul lagi.

Diam-diam dia menghirup wangi aroma tubuhnya sendiri yang tidak wangi seperti pemuda tadi. Selama tinggal bersama kedua orang tuanya, Virza berusaha berhemat dengan tidak meminta dibelikan pewangi kepada ibunya.

Virza diam-diam memperhatikan pemuda itu. Ternyata pengunjung warung tenda itu cukup banyak yang mengenal pemuda itu. Virza mengira pemuda wangi itu adalah orang yang terkenal dilingkungan situ. Dia merasa beruntung karena disapa duluan oleh pemuda itu.

Setelah selesai membayar, pemuda itu pamit pada Virza.

"Duluan ya," katanya sambil senyum disambut sorak sorai dari pengunjung warung tenda ANGKRINGAN itu.

"Hum … iya," Virza tersenyum padanya dan mengangguk. Virza ingin cepat-cepat selesai dilayani oleh penjualnya, dia berharap bisa berjalan bersama pemuda itu saat pulang nanti karena mereka jalan searah.

"Memang kamu tetangganya?" Tiba-tiba seorang pengunjung bertanya kepada Virza. Virza memperkirakan laki-laki itu usianya tidak jauh diatas pemuda tadi. Wajahnya terlihat sangar, tapi suaranya lembut.

Virza mengangguk tersenyum. Karena dia sudah selesai membayar makanannya, Virza langsung pamit pada laki-laki yang bertanya padanya tadi.

Ketika keluar dari warung tenda ANGKRINGAN itu, Virza merasa ada yang memperhatikannya dan mengikutinya sejak tadi. Virza merasa agak takut. Virza berjalan cepat agar bisa menyusul pemuda tadi, sampai dia melihat punggung pemuda itu sedang berjalan sangat lambat. Virza makin mempercepat langkahnya agar bisa sampai kepada pemuda itu.

Karena langkahnya tak kunjung sampai, punggungnya terasa berat karena seperti ada yang menarik pakaian nya dari belakang. Virza agak putus asa. Belum lagi dia merasakan permukaan kulit di pergelangan kakinya terasa sangat dingin dan menyakitkan, seperti sedang ada yang menggenggam pergelangan kakinya dengan kuat untuk menahan langkahnya.

"Mas, Mas … tunggu!" Panggil Virza kepada pemuda itu.

Pemuda itu langsung menoleh ke arahnya. Dia tersenyum pada Virza yang sedang berlari ke arahnya. Pemuda itu menunggu Virza sampai Virza berada didekatnya. Virza merasa langkahnya menjadi ringan setelah pemuda itu menoleh ke arahnya.

Virza berhenti tepat di samping pemuda itu. Dia membungkuk dan memegang kedua kakinya, nafasnya pun terengah-engah. Pemuda itu tersenyum melihat tingkahnya Virza sambil menepuk-nepuk bahu Virza dan sedikit memijatnya. Virza melirik ke arah pemuda itu, dan dia segera berdiri karena pemuda itu telah memperhatikannya.

"Kenapa tersenyum? Apanya yang lucu?" Tanya Virza dengan nada heran. Pemuda itu malah tertawa terbahak-bahak.

"Maaf, kamu seperti orang sedang ketakutan. Untuk apa berlari sampai terengah-engah seperti itu?" Pemuda itu balas bertanya.

“Cu - cu - cuma mau jalan bareng saja. Bu - bukankah tujuan kita searah?" Virza beralasan dengan gugup. Virza tidak ingin dirinya ketahuan kalau sedang merasa ketakutan.

Pemuda itu berbalik badan kemudian melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti karena Virza. Virza buru-buru berjalan menyejajarkannya. Sesekali Virza mencuri pandang padanya dengan perasaan ragu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status