Share

Mulai Berubah

Penulis: YuRa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-19 20:50:26

Siti menatapnya dengan penuh kasih. “Ibu minta maaf?” katanya lirih.

Esti terdiam, sementara Haris menundukkan wajahnya. Kata-kata ibunya seakan menyiratkan sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang membuat hatinya terasa berat.

“Maaf untuk apa, Bu?”

“Ibu tidak bisa mendidik Haris dengan baik.” Air mata Siti mengalir perlahan. Haris terdiam, hatinya sedih mendengar ucapan ibunya.

Esti menatap perlahan wajah Siti. “Ibu jangan banyak bicara dulu, istirahat saja ya? Saya akan disini menemani Ibu.”

Terdengar suara pintu dibuka. Begitu pintu terbuka, semua orang di dalam ruangan sontak terkejut melihat Indah berdiri di ambang pintu.

Siti yang tengah berbaring menatapnya dengan bingung, sementara Deni dan Umi yang baru datang ke rumah sakit, saling bertukar pandang. Erlin, yang duduk di sudut ruangan, ikut menatap dengan ekspresi tak terbaca.

Namun, yang paling bereaksi adalah Haris. Begitu menyadari siapa yang datang, wajahnya langsung menegang. Ia segera bangkit dan berjalan cepat menghampi
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Hidup Terus Berjalan

    Dengan tiba-tiba, ia bersimpuh di kaki Haris, membuat semua orang terpaku.“Mas… nikahi aku. Aku berjanji akan sadar posisiku sebagai istri kedua. Aku tidak akan menuntut apa-apa, hanya jangan tinggalkan aku…”Esti terperangah, tangannya menutupi mulutnya, air mata jatuh tanpa bisa ditahan. Om Wisnu menatap anaknya dengan tatapan marah sekaligus putus asa.Haris menatap Widya yang menangis di kakinya, lalu menatap Esti, pilihan yang akan menentukan segalanya.“Widya…,” ucap Haris pelan, “aku mencintai Esti. Aku tidak bisa dan tidak akan menghancurkan rumah tanggaku. Berdirilah, pulanglah bersama ayahmu.”Widya masih berlutut di kaki Haris, tangisannya tersengal. Tapi tiba-tiba tubuhnya melemas, dan ia jatuh tak sadarkan diri.“Widya!” teriak Om Wisnu panik, langsung memeluk tubuh anaknya.Haris berjongkok membantu, sementara Esti hanya bisa berdiri terpaku, antara iba dan sakit hati.“Cepat! Kita bawa ke rumah sakit sekarang!” kata Haris tegas.Om Wisnu mengangguk, wajahnya pucat. “To

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Istri Kedua

    Widya tiba-tiba menangis, air matanya jatuh deras, membuat suasana yang sudah tegang menjadi semakin rumit.“Aku… aku nggak sanggup lagi, Mbak,” suaranya bergetar, nyaris tersedu. “Aku cuma ingin seseorang mendengarkan ceritaku, tapi sekarang aku malah disalahkan seolah aku perebut suami orang.”Esti menatapnya tajam. “Lalu pesanmu itu? Kata-katamu yang jelas mengatakan kamu masih mencintai Haris? Itu hanya keluhan biasa menurutmu?”Widya menutup wajahnya dengan kedua tangan. “Aku… aku nggak tahu harus bicara sama siapa lagi. Sejak bercerai, semua orang menghakimiku. Aku merasa sepi. Aku cuma ingin ada yang peduli.”Dewi mendengus sinis. “Jangan mainkan peran korban di sini, Widya. Kita semua bisa lihat apa niatmu.”Namun Bu Siti tampak mulai bimbang, melihat tangisan itu. Haris sendiri hanya bisa menunduk, menahan diri untuk tidak bersuara.“Apa salahku mencoba mencari perhatian? Apa salahku ingin merasa dicintai lagi?” seru Widya di sela tangisnya, membuat suasana semakin emosional

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Melampaui Batas

    Haris menarik napas panjang, lalu menatap Esti dengan sorot mata penuh ketegasan.“Sayang, dengar aku baik-baik. Aku tidak mencintai Widya. Aku mencintai kamu, hanya kamu. Dan sekarang aku akan buktikan.”Tanpa ragu, Haris mengambil ponselnya. Ia mengetik pesan balasan untuk Widya, membacakan setiap kata dengan lantang agar Esti mendengar.[Widya, jangan hubungi aku lagi. Apa pun yang kamu rasakan, aku tidak bisa membalasnya. Aku sudah berkeluarga dan akan menjaga rumah tanggaku. Semoga kamu bisa memahami.]Setelah itu, Haris langsung memblokir nomor Widya. “Sudah. Tidak ada lagi pesan darinya yang bisa masuk,” ucapnya mantap, lalu meletakkan ponsel di meja, menjauhkan dari dirinya.Esti terdiam, masih dengan wajah tegang, namun perlahan ekspresinya mulai melembut. “Kamu yakin ini akan selesai begitu saja?”“Tidak tahu,” jawab Haris jujur. “Tapi aku akan hadapi. Yang penting kamu tahu bahwa aku memilihmu, bukan dia.”Esti menarik napas panjang. Meski masih ada rasa curiga, kejujuran H

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Masih Memiliki Rasa

    Haris kembali ke kantornya dengan langkah berat. Senyum Widya, tatapan matanya, dan kata-katanya terus berputar di pikirannya.Ia duduk di meja kerjanya, mencoba menatap layar komputer, tapi huruf-huruf di laporan tampak kabur."Kenapa aku merasa seperti ini? Aku sudah bahagia dengan Esti… kan?" gumamnya dalam hati.Bayangan masa lalu datang, saat Widya pernah menyatakan perasaannya dengan polos, dan Haris menolaknya demi menjaga hati Esti. Ia yakin keputusan itu benar, tapi mengapa sekarang perasaan itu kembali, justru ketika situasi semakin rumit?Telepon di mejanya berdering, membuatnya tersentak. Ternyata dari Esti. Haris menatap layar ponsel, bimbang beberapa detik sebelum mengangkat.“Mas, jadi pulang cepat, kan? Anak-anak mau kita ajak makan malam di luar,” suara Esti terdengar riang.Haris tersenyum samar, meski hatinya penuh gejolak. “Iya, Sayang. Mas segera selesaikan kerjaan dulu.”Setelah telepon ditutup, Haris bersandar di kursinya. Dalam hati, ia berbisik pada dirinya se

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Jangan Tergoda

    “Pak Haris, ada yang mencari Bapak,” ujar seorang pegawai sambil berdiri di ambang pintu.Haris yang tengah berkutat dengan laporan kerjanya mendongak. “Siapa?” tanyanya, sedikit terganggu namun penasaran.Namun saat ia menoleh penuh, pegawai itu sudah tidak ada di sana. Hanya terdengar suaranya dari kejauhan, sibuk berbicara di telepon.“Siapa ya? Jangan-jangan… Widya?” gumam Haris, jantungnya berdetak sedikit lebih cepat dari biasanya.Ia berdiri, merapikan kemeja, lalu melangkah menuju lobi. Setiap langkah terasa berat, penuh tanda tanya.Dan benar saja… dugaan Haris tepat. Sosok itu berdiri di sana, menunggunya, dengan tatapan yang sulit diterka—antara rindu, penyesalan, dan sesuatu yang tak ingin diucapkan.“Widya? Ngapain kamu ke sini?” tanya Haris, terkejut setengah mati melihat sosok yang selama ini hanya ada di pikirannya.“Mas sudah janji… untuk menemuiku,” jawab Widya lirih, tapi matanya menatap penuh arti.“Tapi aku lagi banyak pekerjaan,” elak Haris, mencoba mengalihkan.

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Jangan Beri Celah

    Haris menunduk, rasa bersalah dan bingung bercampur jadi satu. “Aku janji, Esti. Nggak akan ada apa-apa. Aku nggak akan kasih dia kesempatan untuk berpikir lebih dari sekadar saudara.”Esti menghela napas panjang, lalu berkata pelan, “Aku ingin percaya tapi aku juga ingin kamu sadar, aku nggak mau sakit hati lagi.”Keheningan memenuhi kamar, hanya terdengar suara jam dinding yang berdetak pelan. Namun di hati keduanya, percakapan tadi meninggalkan jejak yang sulit dihapuskan.Esti terdiam sejenak, menatap Haris tanpa berkedip. “Jadi kamu pernah jadi tempat dia curhat tentang rumah tangganya? Tanpa aku tahu?”Haris mengangguk pelan, berusaha meyakinkan. “Tapi itu sudah lama sekali, Esti. Aku cuma mendengar. Aku nggak ada maksud apa-apa.”Esti menarik napas dalam, lalu berkata dengan nada yang tenang tapi mengandung luka, “Mas, kamu tahu kan, perempuan nggak akan curhat masalah rumah tangganya pada laki-laki kecuali dia percaya. Kadang terlalu percaya.”Haris merasa terpojok. “Aku nggak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status