Share

PART 5

Author: Reinee
last update Huling Na-update: 2021-09-09 07:00:41

Linda sepertinya benar-benar sangat marah kali ini. Beberapa kali aku mencoba menghubunginya lagi hari ini lewat telepon, namun sebanyak itu pula dia menolak panggilanku.

 

 Khawatir ngambeknya akan berlarut-larut, akhirnya kuputuskan untuk mengunjunginya lagi siang ini. 

 

 "Joko, Ira mana?" tanyaku pada salah satu karyawan senior di tokoku. 

 

 "Mbak Ira kan hari ini ijin, Pak," jawab si Joko. 

 

 "Oiya, ya," aku menepuk dahiku pelan. Aku lupa kalau hari ini karyawan paling seniorku itu minta ijin karena harus membawa ibunyaa mendadak ke rumah sakit. 

 

 Kuhela nafas sebentar sambil berpikir. Biasanya saat pergi, aku selalu menitipkan operasional toko ini pada Ira, karena dia yang paling paham dan bisa dipercaya. Aku bahkan tak pernah khawatir meninggalkan toko seharian penuh jika ada Ira. Semua akan berjalan lancar tanpa kendala di tangannya. 

 

 Jika Ira tidak ada, itu artinya hari ini aku tak bisa menemui Linda lama-lama. Sebenarnya Joko juga termasuk salah satu karyawan yang sudah cukup lama, tapi kemampuannya mengelola toko belum bisa kuandalkan. Selain juga karena pemuda ini mudah sekali gugup.

 

 "Ya sudah kalau gitu, aku tinggal toko sebentar ya, Jok. Tolong kamu handle anak-anak, bisa kan?"

 

 "Tapi, Pak ..." belum apa-apa dia sudah nampak ingin protes.

 

 "Halah sudah, nggak apa-apa, cuma sebentar kok. Paling lama 2 jam nanti aku sudah kembali. Ya?" Kutepuk-tepuk punggungnya agar dia tak merasa panik kuberikan tanggung jawab ini. 

 

 "Maksud saya, nanti kalau ibu datang kayak waktu itu gimana, Pak? Saya bilang apa?" 

 

 Aku tertegun mendengar kalimatnya barusan. Metta datang ke toko? Kapan? Kenapa aku sampai tidak tahu?

 

 "Ibu datang ke toko?" Mataku memicing ke arah pemuda bujang itu. 

 

 "Iya, Pak, waktu itu, pas bapak tidak ada," katanya dengan terbata. Sepertinya dia menangkap kekagetan dalam kalimatku hingga sekarang wajahnya menjadi sedikit pucat. 

 

 "Lalu kamu bilang apa?" tanyaku penasaran.

 

 "Eee, saya bilang ... kalau bapak sedang ketemu teman di luar."

 

 "Bagus! Trus, trus, sudah berapa kali ibu datang ke sini?"

 

 "Cuma sekali itu kok, Pak. Lalu ngobrol sama mbak Ira di ruangan bapak."

 

 "Ngobrol sama Ira? Ngomongin apa?" Aku mulai panik.

 

 "Aduuuh maaf, Pak. Saya tidak tahu. Kan ngobrolnya di ruangan bapak. Pintunya juga ditutup waktu itu," jelasnya takut takut.

 

Aduh! Aku menjadi bertambah cemas mendengar penuturan si Joko.

 

 "Itu, eehmm ... kapan si ibu ke sini?" 

 

 "Kapan ya pak," Joko nampak memutar matanya ke atas seperti sedang mengingat-ingat. "Sudah agak lama sih Pak, sekitar bulan lalu kalau nggak salah. Mungkin sudah lebih dari sebulan."

 

 Sebulan yang lalu? Aku mulai berpikir keras. Sebulan lalu bukankah itu saat aku mendapati perubahan-perubahan pada Metta? Bagaimana dia tiba-tiba jadi mandiri, jadi tak pernah lagi merengak meminta bantuan ini dan itu padaku. Juga tak pernah lagi menuntut hal aneh-aneh. Mungkinkah Metta benar telah mengetahui tentang Linda? Tapi dari siapa dia tahu? Tidak mungkin Ira, karena dia juga tidak tahu apa-apa soal ini. 

 

 Mendadak kepalaku jadi pusing, bimbang antara apakah aku harus pergi menemui Linda atau tidak hari ini. 

 

 Kuusap mukaku dengan frustasi, membuat Joko yang masih berdiri mematung di depanku nampak kebingungan.

 

 "Jadi nggak pak perginya?" tanyanya kemudian.

  

 "Ya sudah, enggak, enggak. Aku nggak jadi pergi. Lanjutkan saja pekerjaanmu sana!" perintahku 

 

 "Baik, Pak," ucapnya dengan wajah kembali ceria, nempak seperti orang yang baru melepaskan beban berat di pundaknya.

.

.

.

 Kembali ke meja kasirku lagi, aku mulai merasa tidak tenang. Banyak hal berkecamuk dalam pikiranku. Aku benar-benar seperti orang yang baru saja kecolongan. Metta kemari lebih dari sebulan yang lalu dan aku sama sekali tidak tahu. Namun satu hal yang aku sangat yakin adalah bahwa perubahan yang terjadi pada Metta akhir-akhir ini pastilah ada hubungannya dengan kedatangannya ke toko. 

 

 Karena terlalu pusing dengan pikiranku sendiri, aku sampai melupakan Linda. Sekali lagi kucoba untuk menghubunginya, namun masih tetap tidak diangkatnya panggilanku. 

 

 Tak berpikir panjang lagi, segera kubuka aplikasi m-bankingku dan kutransfer sejumlah uang padanya. Biasanya dengan cara ini dia akan segera membaik lagi. 

 

 Setelah selesai mentransfer, kukirimkan screenshoot bukti transfer ke akun whatsappnya dengan sebuah caption ceria.

 

 [Kamu kayaknya lg capek, jalan jalan sana, Sayang. Habisin aja semua uangnya, nggak apa-apa. Jangan lupa beliin Tiara mainan yaa?] tulisku dengan emoticon senyum dan cium. Lalu  SEND.

 

 Ku tunggu beberapa saat untuk memastikan bahwa pesan itu telah dibaca oleh istri keduaku itu. Namun ternyata pesanku justru hanya ceklis 1. Apa-apaan ini? Nomerku diblokir Linda?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Sepertinya Linda mulai menuntut lebih
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • HILANGNYA SIFAT MANJA ISTRIKU   PART 75

    Hari itu rumah pengusaha Fabian Wiguno terlihat sangat ramai. Pesta kecil sengaja digelar khusus untuk menyambut kedatangan saudara perempuan serta dua anaknya yang rencananya akan kembali dari Amerika untuk berlibur.Amanda Wiguna dengan dua anaknya, Darryl dan Hannah memang telah lama menetap di America. Anak-anak Amanda meminta untuk dipindahkan sekolahnya ke luar negeri setelah ketok palu pengadilan memutuskan hukuman untuk ayah mereka. Amanda sendiri awalnya hanya bermaksud menemani dua buah hatinya menimba ilmu sekaligus ingin melupakan segala permasalahan yang terjadi di masa lalu mereka. Namun rupanya Amanda terlanjur nyaman berada di negeri paman Sam itu.Metta yang melakukan semua persiapan untuk menyambut kedatangan saudara perempuan suaminya. Dia sendiri juga begitu rindu ingin bertemu dengan sang ipar. Tak lupa, Metta juga mengundang ke empat sahabat mereka; Devita, Ayu, Rani, dan Revi. Bagi Metta, kepulangan Amanda kali in

  • HILANGNYA SIFAT MANJA ISTRIKU   PART 74

    "Sudah siap?" Fabian melongok dari arah pintu kamar.Metta yang sedang menyelesaikan dandanannya di deoan meja rias pun menoleh."Bentar lagi, Mas. Sini deh, Mas." Dilambaikannya jari-jari lentiknya ke arah sang suami."Kenapa, Sayang?""Sebenarnya mas mau ajak aku kemana sih? Dati kemarin nggak mau cerita ih." Metta membalikkan badan menghadap sang suami. Namun Fabian hanya tersenyum penuh misteri, seolah membiarkan istrinya dihantui rasa penasarannya sendiri.Semalam tiba-tiba saja Fabian mengatakan ingin mengajak Metta ke suatu tempat. Anehnya lelaki itu tidak mau mengatakan akan kemana."Kalau kukasih tahu jadinya nggak surprise dong," selalu begitu jawab suaminya."Hmmm baiklah. Daripada penasaran, kita berangkat sekarang aja kalau gitu."Dengan raut pura-pura kesal, Metta pun bangkit dan berjalan ke luar kamar sembari menggandeng

  • HILANGNYA SIFAT MANJA ISTRIKU   PART 73

    Berhari-hari Bimo selalu teringat pertemuannya dengan Linda di penjara. Tentang bagaimana nampak tertekannya wanita itu, juga pertanyaan Linda tentang pernikahan.Di banding kondisi Linda sekarang, Bimo merasa jauh lebih beruntung. Linda memang telah salah langkah. Terpuruknya kehidupan mereka di masa lalu tak membuat Linda jadi insyaf dan mengambil hikmah dari semua itu. Justru wanita itu semakin gila dengan harta dan kemewahan.Seandainya saja dulu Linda tidak meninggalkannya untuk lelaki kaya bernama Rexiano itu karena silau dengan hartanya, mungkin saat ini mereka berdua masih menjadi sepasang suami istri meskipun hidup dalam kesederhanaan.Tapi nasi memang telah menjadi bubur. Semua yang telah dilakukan Linda harus dipertanggung jawabkan di dalam penjara.Entah kenapa, pertanyaan Linda tentang apakah dia sudah menikah adalah yang paling membekas di hati Bimo beberapa hari terakhir. Seolah i

  • HILANGNYA SIFAT MANJA ISTRIKU   PART 72

    "Papa pulang!" teriak Tiara seperti biasa saat melihat Bimo datang dengan menggunakan ojek online. Lelaki itu memang sengaja pergi dan pulang kantor menggunakan transportasi umum agar sepeda motornya tetap bisa dipakai oleh kakaknya berjualan.Norma yang sedang menyuapi Tiara sore itu pun ikut girang. Sudah dua bulan ini Bimo bekerja di kantor Wiguna Group dengan gaji yang lumayan menurut mereka."Kok sore gini udah pulang, Bim?" tanyanya seketika setelah melirik jam di dinding yang baru menunjuk pukul 4 sore."Iya, Mbak. Kebetulan hari ini kerjaannya yidak begitu banyak. Tapi mungkin besok malah lembur sampai malam.""Oooh gitu. Ya sudah sana bersihin badan kamu dulu. Habis itu makanlah, aku sudah masak tadi.""Pa, Tiara boleh minta sesuatu nggak?" Tiara yang melihat Bimo akan beranjak, tiba-tiba langsung meraih tangannya lelaki itu."Boleh dong. Tiara mau minta ap

  • HILANGNYA SIFAT MANJA ISTRIKU   PART 71

    "Kamu serius, Bim?" Norma membelalakkan mata usai mendengar cerita adiknya."Serius, Mbak. Aku juga kaget tadi waktu dia mengatakan itu."Norma menggeleng-gelangkan kepalanya dan berkali-kali berdecak."Kok ada ya Bim, orang sebaik pak Fabian itu. Metta benar-benar wanita yang sangat beruntung bisa jadi istri lelaki seperti itu. Trus ... trus, kamu jawab apa waktu dia nawarin itu? Kamu menerimanya kan?""Aku belum mengatakan apa-apa, Mbak. Aku masih bingung. Aku sudah lama sekali nggak kerja kantoran. Aku nggak yakin aku masih bisa.""Jadi kamu nolak tawaran pak Fabian? Ya ampun Bimoooo. Kamu itu gimana sih?""Belum, Mbak. Aku belum bilang menolak. Aku bilang masih bingung. Tapi besok kalau aku bersedia, aku disuruh datang langsung ke kantornya."

  • HILANGNYA SIFAT MANJA ISTRIKU   PART 70

    "Titip Ibas ya, Mas. Minggu siang nanti kita jemput," ucap Metta saat akhirnya dia dan suaminya berpamitan pada Bimo."Jangan siang, Ma. Sore aja," sahut Ibas. Metta agak melebarkan mata pada anak lelakinya mendengar itu. Namun bibirnya tetap saja harus menampakkan senyum."Kalau Ibas pulangnya kesorean nanti gak cukup istirahatnya, Sayang. Kan senin sudah harus masuk sekolah lagi. Mama jemput siang aja ya?""Iya deh kalau gitu, Ma.""Jangan khawatir, Met. Bimo nggak akan pergi kemana-mana kok hari ini. Nanti biar aku sendiri aja yang jualan. Biar Ibas bisa puas maen sama papanya." Norma seolah tahu kekhawatiran Metta."Iya, Met. Jangan khawatir. Ibas akan baik-baik saja di sini," lanjut Bimo."Ya udah. Makasih ya, mbak Norma, Mas Bimo. Kami pamit dulu kalau gitu. Ibas baik-baik ya. Jangan rewel dan ngrepoti

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status