"Kau tau, sampah tetaplah sampah. Sedangkan kau tempat penampungannya. Tidak ada yang lebih menjijikan daripada wanita yang berselingkuh dengan suami orang lain!""Apa kamu bilang, Mbak? Tidak salah, pantas saja wanita sepertimu tak dikarunia seorang anak. Ternyata kau wanita yang licik, mulutmu juga sangat pedas tak bisa menghargai keberadaan suamimu!""Kau terlalu angkuh untuk seorang perempuan. Mentang-mentang kau orang kaya, jadi dengan seenak hatimu menghina orang lain?" ujar Sandra dengan meledek. Bahkan tak segan menunjuk wajah Anna."Jauhkan tangan kotormu dari wajahku, murahan! Apa kau bilang, aku angkuh, darimananya? Aku tak akan sombong jika lawanku tak bermain-main.""Kamu berani memasuki rumah tanggaku, itu artinya kamu juga harus siap menanggung resiko yang akan kamu hadapi ke depannya!" ucap Anna menghempaskan tangan Sandra."Bersiaplah untuk kejutan-kejutan yang akan kuberikan padamu." Anna mendorong bahu Sandra dengan kasar, lalu ia pergi meninggalkan Sandra yang ter
"A-apa maksudmu, Anna? Aku tak mengerti, mengapa kau terlihat menakutkan seperti ini," ujar Anna masih tak bisa mengontrol detak jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya."Aku kira kau tak sebodoh itu, Hendra. Bukankah selama ini kau dan mamamu mengatakan bahwa akulah orang bodoh itu. Bagaimana rasanya bermain-main bersama dengan orang bodoh? Pasti sangat menyenangkan, bukan?" tanya Anna lagi. Ia menatap Hendra dengan tatapan yang tajam. "Anna, kau pasti bukan Anna. Annaku tak seperti ini, dia sangat anggun. Bahkan tak pernah memanggilku dengan sebutan nama saja. Siapa kau sebenarnya? Apa yang kau inginkan dari tubuh istriku!" bentak Hendra pada Anna.Anna mengernyitkan dahinya, bisa-bisanya Hendra mengira bahwa Anna sedang kerasukan. Namun Anna saat ini tak ingin bermain-main."Aku memang Anna, tapi bukan lagi sebagai istrimu. Sebentar lagi surat cerai akan aku siapkan untukmu, Hendra." Ucapan Anna membuat Hendra membeku. Ia menatap Anna dengan tatapan yang sulit untuk di
POV Sandra*Aku terkejut bukan main saat mendapatkan panggilan telepon dari Tante Agnes. Kuhembuskan napas dengan kasar, rasanya baru saja aku berduduk santai."Halo Tante," sapaku dari sini. [Halo, Sandra. Bisakah kamu datang ke sini, Hendra tiba-tiba tergeletak tak sadarkan diri. Badannya penuh dengan bekas tamparan sepertinya.]Aku mengernyitkan kening heran, tergeletak tak sadarkan diri. Bagaimana bisa?"Bagaimana maksudnya Tante? Sandra tak mengerti dengan apa yang Tante bicarakan," ucapku pada Tante Agnes lagi.[Ah, kau tak perlu banyak bertanya, Sandra. Cepatlah kemari, jangan tanyakan hal yang hanya membuatku semakin pusing saja. Cepat ke sini!] perintahnya tanpa segan. Aku mengerucutkan bibir kesal. Anak sama Mama ternyata sama saja, sama-sama merepotkan aku.Heran, bisa-bisanya aku bertemu dengan mereka ini. Bukannya meringankan bebanku dia malah membuat pikiranku bertambah banyak saja."Iya, Tante. Secepatnya Sandra akan ke rumah Tante," kataku. Belum selesai bicaraku Tan
Anna memandang jalanan yang terlihat lenggang. Dibukanya sedikit kaca mobil, lalu menghirup udara malam dalam-dalam. Kejadian tadi terus saja terulang dalam pikirannya.Tak menyangka dengan Hendra yang bisa-bisanya memberikan luka di dalam fisik dan juga hatinya. Lelaki yang dulu ia kira begitu tulus mencintainya, ternyata hanya mengincar hartanya saja. Anna mengembuskan napas dengan berat.Rasanya ini sangat tak bisa lagi diceritakan, bahkan ia ingin secepatnya pisah dengan Hendra yang dulu ... dulu sangat-sangat dicintainya."Arga," panggil Anna pada Arga yang sedang fokus menyetir."Ya, Bu," jawab Hendra lalu melihat Anna dari kaca di depan. Anna tak menatap Hendra, matanya masih terus fokus pada pemandangan dari luar kaca mobil."Tolong jangan beritahu Papa masalah ini. Aku tak ingin membebani pikiran Papa, aku masih bisa menyelesaikan masalahku sendirian," kata Anna, pandangannya lalu beralih menatap Arga yang hanya diam tanpa menjawab."Apa kau mendengar ucapanku, Arga? Tolong s
Sandra merebahkan dirinya di ranjang, sesaat setelah memasuki apartemen. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah selama ini uang yang diberikan untuknya adalah uang Anna juga. Jika ia, berarti dia sudah salah mengambil lawan.Padahal sebelum-sebelumnya, Anna sudah terbiasa menghadapi pria yang beristri tapi tak sampai serumit ini. Masalahnya sekarang dia sudah ketahuan menjadi simpanan suami orang lain.Drrrt ... drrrt ... drrrt ....Ponsel Sandra tiba-tiba berbunyi, Sandra mengembuskan napas dengan kesal."Perasaan baru aja ngerasain rebahan, udah ada yang ganggu aja. Pasti ini Tante Agnes nih," omelnya sambil berjalan mendekati meja dan mengambil ponsel."Halo." Dengan malas Sandra mengangkat telepon, ia kembali merebahkan diri di atas ranjang.[Kapan kau mengirimkan uangnya, Sandra. Ingat, kalo bukan karena aku, kamu tak akan bisa bertemu dengan Hendra. Jangan mentang-mentang sekarang hidupmu enak dipngkosi, jadi lupa sama aku yang sudah berjasa,] omel seseorang di seberang sana denga
Hari ini Sandra berangkat ke kampusnya setelah tiga hari tak masuk kelas. Sepanjang jalan, mata para mahasiswa dan siswi tak lepas darinya.Padahal selama ini, Sandra bukanlah mahasiswi yang terkenal. Bisa juga dibilang tak terlalu populer. Jadi, sekarang dia heran mengapa dirinya menjadi pusat perhatian."Aneh, emang ada yang salah ya dengan penampilanku, kok daritadi mereka ngelihatin aku terus," ujarnya pada diri sendiri. Ia berjalan dengan cepat untuk sampai ke dalam kelas.Sama halnya di dalam kelas, baru saja sampai tatapan tajam langsung dilayangkan padanya."Wih, yang baru esek-esek sama banyak om-om dan suami-suami orang. Masih punya muka ternyata muncul di kampus, nggak malu apa, ya udah bikin nama kampus tercoreng.""Iya lho, sampai kesebar gitu beritanya. Apa nggak malu gitu, 'kan, dengan sengaja dia nyebarin dirinya sendiri sebagai penggoda lelaki yang sudah beristri. Kalo aku sih malu, ya, saking pengennya dia kuliah sampai harus ngorbanin harga diri.""Bener banget! Ngg
“San ….” Zoe mengejar Sandra yang mulai menjauh. Sandra menghempaskan tangan Zoe dengan kasar. Saat ini dia benar-benar sangat marah dengan Zoe yang tak memahami posisi dirinya.“Apalagi? Aku capek tau nggak, Zoe. Kamu nggak pernah ngertiin posisi aku. Nggak pernah sekalipun menjadi penyemangat dalam hidup aku. Aku sama kamu itu Cuma nambah pikiran, karena kamu orang yang sangat egois. Pengennya dimengerti tapi nggak pernah mau ngerti posisi aku. Coba kamu pikir pernh nggak sekali aja kamu jangan ngehakimin aku!”“Kamu sebenarnya pacarku apa bukan sih? Ke mana peranmu sebagai seorang kekasih. Aku Cuma mau saat aku terpuruk seperti ini, kamu harusnya selalu ngedukung aku sekalipun aku salah!”“Nggak bisa lah, San. Gimana maksudnya aku harus ngedukung kamu di situasi apa saja, Itu saja sudah salah. Aku nggak janji bakalan terus jadi yang terbaik buat kamu, tapi setidaknya aku pengen buktiin kalo aku selalu ada untuk kamu.” Zoe yang daritadi hanya diam langsung angkat bicara di kala Sandr
"Peluk aku, Zoe, setidaknya untuk terakhir kalinya," kata Sandra lirik. Zoe dengan cepat membawa Sandra ke dalam pelukannya. Mereka menangis dan saling menguatkan."Maafkan aku," kata Sandra di dalam pelukan Zoe. Dia menangis semakin kencang, merasakan sesak yang tak kunjung redanya.Setelah dirasa tenang, Sandra melepaskan pelukannya dari Zoe. Dia menghapus air matanya yang masih membasah di pipi."Berbahagialah, kau lelaki baik, Zoe. Aku beruntung bisa dicintaimu dengan begitu dalam. Aku juga beruntung sudah menjadi sosok wanita yang kau banggakan dan lindungi.""Sandra ....""Maafkan aku, karena selama ini sudah banyak mengecewakanmu. Maafkan aku, karena sudah membuatmu merasakan sakit yang berkali-kali. Sekali lagi, aku minta maaf, Zoe.""Aku titip Mama dan adikku. Tolong sampaikan nanti saat kamu pulang, bahwa aku baik-baik saja. Aku akan selalu ada dalam hati mereka. Terima kasih Zoe, sudah menjadi lelaki terbaik. Menjadi tameng di saat aku rapuh dan terpuruk. Aku tak pernah m