Share

3. suamiku membelanya

Penulis: Ria Abdullah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-16 09:34:12

"Jangan bertingkah di luar nalar, tolong kembalikan kartu atm-ku karena aku butuh sekali dengan itu."

"Tidak bisa, Aku akan pergi ke anjungan tunai dan memindahkan semua isinya ke rekening kami, lebih baik kau gunakan uang itu untuk kebutuhan anakku daripada kau terus memberikannya kepada iparmu. Apa kau tidak sadar Mas dalam satu bulan kau bisa menafkahinya lebih dari 7 juta, sementara aku hanya menghabiskan 4 sampai 5 juta, itupun juga masih bersisa!"

"Astaga, Kenapa kau malah menjadikan wanita malam itu sebagai sainganmu, aku hanya berusaha bertanggung jawab."

Wanita malang katanya, hidupnya dan gaya berpakaiannya yang hedon sama sekali tidak menunjukkan kalau hidupnya Malang, bahkan dia melunjak dan memanfaatkan kebaikan hati kami.

"Sudah kubilang, kau hanya bertanggung jawab kepada keponakanmu, bukan kepada wanita itu! Dia bisa mengurus dirinya sendiri dan dia masih punya keluarga!"

"Ya ampun, aku kehabisan kata-kata dengan tingkahmu yang aneh!" Jawab Mas Arman sambil mengacak rambutnya sendiri dengan kesal seakan-akan dia frustrasi dengan ucapanku.

"Boleh bersikap baik tapi jangan sampai kebaikan membuat orang lain melunjak dan menekan kita. Kau hanya boleh menyantuni dengan hitungan sedekah, bukan menafkahi seakan-akan mereka adalah keluarga utama!"

"Ya Allah, Kenapa ucapanmu pedas sekali!"

"Atau... Kau boleh memilih antara aku dan anak kita atau kau nikahi saja wanita itu sekalian!" tantangku sambil berkacak pinggang dan menatapnya dengan tajam.

"Allahu Akbar, apa kau lupa perjanjian kita sebelum menikah. Aku sudah bilang padamu bahwa kau boleh memiliki harta dan kehidupanku, tapi aku tetap akan membantu saudara-saudaraku. Apa kau lupa?"

"Aku tidak melarangmu membantu saudara tapi presentasinya jangan melebihi istri dan anak-anak yang harusnya kau prioritaskan!"

"Emangnya kau kekurangan?"

"Tidak! Tapi aku harus mengerem pengeluaranmu."

"Kenapa?"

"Karena itu sudah berlebihan dan wanita yang kau beri itu, seharusnya tidak perlu mendapatkan nafkah dari suami orang!"

Suamiku menarik nafas panjang sambil menatapku tanpa berkedip sedikitpun, seakan-akan sulit baginya mengais udara dan ucapanku barusan membuatnya tersengal.

*

Setelah hening selama 15 menit akhirnya suamiku yang sudah mepet mau berangkat ke kantornya mengalah padaku dan meminta maaf, dia mendekatiku yang duduk di sofa lalu berjongkok di hadapanku.

"Iya, aku mengakui kalau aku memang salah, aku minta maaf," ucapnya sambil menyentuh lututku.

Aku tidak menjawab hanya mengalihkan pandanganku sambil mendesah panjang.

"Aku janji mulai sekarang aku akan mengurangi pemberianku pada mereka dan hanya memberikannya dengan izinmu."

"Begitu saja tidak cukup, karena bisa saja kau memberinya di belakangku tanpa sepengetahuanku!"

"Aku berjanji bahwa apa yang aku berikan sekarang akan lewat dirimu."

"Dan ibunya Gilang tidak akan senang dengan kecanggungan itu."

"Aku akan bicara padanya, jika mulai sekarang kaulah yang mengatur segalanya. Dia pasti bisa mengerti, mengingat seperti apa yang kau katakan tadi ... Dia bukan istriku."

"Ya harusnya kau sadar, Mas. wanita itu mendiang istri kakakmu, setelah 4 bulan masa iddah Dia bebas menentukan pilihannya dan kita tidak terikat lagi dengannya. Aku bukan tidak berprasaan atau kasihan tapi, ketika kita terus memanjakan ya maka dia tidak akan tumbuh mandiri dan mengurus dirinya sendiri."

"Kau benar Hanifa, aku benar-benar minta maaf," ucap lelaki itu sambil meraih kepalaku dan mengecup pucuknya, "Aku benar-benar menyesal," ungkapnya lirih.

"Baiklah, lupakan saja." Aku mendesah nafas untuk segera memperpendek percakapan ini.

"Kalau begitu tolong kembalikan dompet dan kartuku."

"Akan kuberikan uangmu tapi tidak dengan kartunya."

"Aku mohon...."

"Tidak Mas, kalau aku tidak tegas dalam hubungan kita maka tak lama lagi rumah tangga ini akan hancur, aku tidak mau siapapun ikut campur dan bila kalian sekeluarga tetap bersikeras menafkahi wanita itu .. maka yang harus menafkahinya adalah kamu empat bersaudara, bukan kau sendirian, Mas."

"Iya Hanifah, aku setuju."

"Lagipula ... Wanita itu terlampau cantik jadi untuk menghindari fitnah dan isu yang tidak sedap diantara kita semua, lebih baik mulai sekarang kau menjaga jarak jika kau masih menghargaiku!"

"Tentu, sayang, aku sangat menghargaimu." Dia menggenggam tanganku lalu tak lama kemudian lelaki itu memutuskan untuk berangkat kerja. Entah dia benar-benar menuruti keinginanku ataukah itu hanya sebatas ucapan di bibir saja agar aku tidak marah lagi tapi aku harus memastikan bahwa suamiku tetap berada dalam genggamanku. ,

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
bacanya bikin erosi
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
harus Tegas Mbak jangan di beri hati yang beginian kalau perlu babat sampai akarnya Tumpas pemahaman yang keliru yang bahkan condong merusak Rumahtangga orang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • SAAT SUAMIKU SIBUK MENAFKAHI JANDA KAKAKNYA   105

    *Menjelang liburan ke Eropa, intensitas kesibukanku semakin meningkat, aku harus memberikan pembekalan pada tim marketing dari orang-orang yang ada di toko agar menjaga kinerja mereka selama aku tidak berada di Indonesia. Aku juga melatih asisten rumah tangga dan penjaga anak-anak agar mereka tetap disiplinkan seperti biasa. Hanya libur di hari Sabtu dan Minggu dan tetap melakukan les tambahan belajar di hari biasa. Tak lupa juga kutekankan agar para pengasuh tetap menyuruh anak-anak disiplin beribadah, juga kuberitahu asisten rumah tangga baru untuk mengurusi obat herbal mertuaku. Mereka harus minum itu setiap pagi sebelum sarapan, jadi asisten harus menyiapkannya dalam keadaan hangat. *Keberangkatanku ke Eropa adalah hal yang paling membuatku antusias. Setelah tujuh bulan menikah, untuk pertama kalinya aku dan Mas Renaldi akan punya waktu berdua saja tanpa kehadiran anak-anak dan kerabat lainnya. Benar-benar hanya aku dan dia saja tanpa asisten atau bodyguard yang mengikuti ka

  • SAAT SUAMIKU SIBUK MENAFKAHI JANDA KAKAKNYA   104

    *"Kulihat-lihat usahamu maju ya," ucap Lorena saat dia berkunjung ke butik tempat mendesain produk dan menjual barang. Aku yang cukup kaget dengan kedatangannya hanya bisa tersenyum sambil mengangguk tipis. "Iya, Alhamdulillah.""Aku tahu kau tak senang aku datang ke sini.""Tidak juga, hanya saja... tumben." Aku sedikit bingung kenapa dia mengunjungiku, ada kecanggungan di antara kami yang membuat aku dan dia hanya saling menatap tanpa bicara lagi."Apa kau senang dengan bisnis ini.""Aku senang, merasa beruntung ada tim marketing dan support yang memadai. Mas Renaldi memberiku kesempatan dan dukungan, tanpa dia mustahil merkku terjual dengan cepat.""Aku yang memberinya saran untuk menggunakan tim marketing dan orang-orang yang terpilih.""Kalau begitu terimakasih," balasku pada wanita berambut panjang itu."Ya kau pantas mendapatkannya."Aku tertawa karena untuk pertama kalinya dia bilang aku pantas mendapatkan sesuatu. "Tumben.""Dipikir-pikir kau memang pantas mendapatkanny

  • SAAT SUAMIKU SIBUK MENAFKAHI JANDA KAKAKNYA   103

    "gimana aku nggak marah kalau kamu nggak adil. Kamu juga membiayai wanita yang unik itu untuk membuka usaha dan memberikan sekolah terbaik untuk anak-anak mereka. Jomplang sekali dengan pelayananmu pada anak kita.""Kalau begitu biarkan clarra bersamaku, biar dia tinggal denganku maka akan kuberikan perusahaan itu untuknya!"Wanita itu terdiam sepertinya dia keberatan untuk menyerahkan clarra kepada Mas Rinaldi karena jika Clara pindah bersama kami maka wanita itu tak akan punya cara lagi untuk mendapatkan uang bulanan dari Mas Renaldi. Hebat sekaligus licik sekali, saat dia sendiri sudah punya suami tapi masih mendapatkan nafkah dari mantan suaminya. Lima ratus juta perbulan, untuk uang sekolah dan kebutuhan Clara yang sebenarnya tidak akan sebanyak itu. Tapi aku tidak punya hak untuk keberatan pada pemberian suamiku untuk anaknya, itu adalah urusan pribadi yang tidak boleh diganggu gugat."Pulang dan nikmati hidup dengan suamimu, bukankah kau sangat mencintainya! Selagi aku masih m

  • SAAT SUAMIKU SIBUK MENAFKAHI JANDA KAKAKNYA   102

    Sesuai dengan janji Mas Renaldi yang akan pergi ke sekolah anak-anak demi menegur orang-orang yang telah mengganggu mereka dan meminta kepada gurunya agar lebih berhati-hati. Suamiku mengunjungi tempat itu pukul 10.00 pagi dan dikabarkan padaku oleh asisten pribadinya Pak Dedi. Pria yang sudah 15 tahun jadi asisten Suamiku itu bilang kalau Mas Renaldy mengancam kepala sekolahnya, dia bilang tidak boleh Ada kesenjangan di sekolah tersebut, meski muridnya berasal dari latar belakang yang berbeda. "Bukan cuma anak orang kaya atau indo saja yang boleh menikmati fasilitas bagus, bahkan anak-anak dari kalangan menengah ke bawah dan latar belakang biasa saja mereka bisa menikmati pendidikan yang lebih baik dari sekolah umum.""Oh dia bilang begitu ya pak?""Iya Bu, Bapak juga bilang kalau tindakan bullying ini masih berlanjut maka beliau akan melaporkan ini ke dinas pendidikan dan mengadakan rapat pertemuan wali murid yang bisa berujung pada penutupan sekolah.""Wah, itu menakutkan juga Pa

  • SAAT SUAMIKU SIBUK MENAFKAHI JANDA KAKAKNYA   101

    Kilau matahari menerangi kamarku, desir angin meniupkan tirai kamar yang terbuat dari kain satin, pintu balkon meniupkan hawa dingin ke arahku.Lembut gaun satin yang membungkus tubuh seakan memanjakanku, ditambah dengan nyamannya tempat tidur dan mewahnya kamar kami, aku seperti seorang ratu di istana sendiri. "Kalau pintunya terbuka berarti Mas Renaldi sudah pergi," gumamku sambil bangun dari tempat tidur dan menyibak selimut.Saat membuka pintu kamar, asisten rumah tangga yang kebetulan lewat menyapa dan membungkuk hormat. "Selamat pagi Nyonya l, mau sarapan apa pagi ini? Mau dibawakan ke kamar atau sarapan bersama mertua nyonya. ""Tidak apa, saya akan ambil sendiri," balasku. Terbiasa mengurus diriku sendiri sedikit membuatku canggung saat seseorang menawariku hendak makan apa dan diantar ke mana. "Nyonya ada kegiatan hari ini, kalau ada kami akan siapkan pakaiannya.""Tidak ada Mba, terima kasih atas bantuannya.""Dengan senang hati Nyonya," balasnya sambil tersenyum dan mela

  • SAAT SUAMIKU SIBUK MENAFKAHI JANDA KAKAKNYA   100

    Setelah menenangkan anak-anak atas insiden yang terjadi di meja makan, aku langsung menemui suamiku yang sedang menghibur putrinya di ruang keluarga lantai dua. Gadis cantik dengan gaun berwarna peach itu, nampak begitu murung dan menundukkan kepalanya. "Maafin papa ya, kamu baru berkunjung ke sini dan sudah menyaksikan keributan kami.""Ga apa Pa, aku sudah lama mau ketemu papa juga.""Keadaannya sekarang Papa sudah punya istri kamu nggak papa kan?""Iya.""Kamu sudah kenalan sama tante Hanifah?""Belum sempat.""Kalau begitu mari kita berkenalan," ucapku kepada anak itu sambil mendekat dan berjongkok di hadapannya. "Namaku Hanifah, namamu siapa?""Clarissa putri," balasnya. "Kamu cantik sekali, garis wajahmu sangat mirip dengan kedua orang tuamu," pujiku sambil membelai perlahan di pipi gadis kecil itu, mata indah dan hidungnya yang mancung mirip ayahnya, sementara garis bibir dan wajahnya mirip ibunya. Dia tak bosan dilihat, fitur wajahnya seperti perpaduan antara orang Indonesi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status