Share

Putra Sang Jenderal

Penulis: WN. Nirwan
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-10 10:26:50

Atasan Rizwan itu lalu berlari menyusuri jejak darah yang dapat ia temukan. Ia tidak memedulikan api yang masih berkobar di pos karena ia harus menemukan musuh yang dilumpuhkan oleh Rizwan sebelumnya. Kemungkinan orang itu masih hidup. Barangkali ada yang membantunya hingga bisa bangkit dari kematiannya.

Setelah beberapa lama, ia akhirnya bisa menyusul sosok yang seolah kembali dari kematiannya tersebut. Ternyata makhluk yang ‘membangkitkan’ orang itu adalah seorang anak yang mungkin berusia sepuluh tahunan. Anak berambut pendek yang tidak jelas apakah berjenis kelamin laki-laki atau perempuan itu, memapah pria yang ia tolong dengan susah payah.

“Berhenti!” perintah atasan Rizwan tersebut.

‘Mayat hidup’ bersama anak penolongnya itu tentu saja tidak menuruti perintah tersebut. Sebaliknya, mereka malah mempercepat langkahnya. Meskipun tentu saja tidak berguna karena mereka sudah terkejar.

Tak jauh dari mereka, terdapat sungai yang memiliki arus yang cukup deras. Tidak banyak pilihan bagi mereka jika ingin tetap hidup.

“Kau bisa berenang, ‘kan? Larilah ke sungai,” kata si ‘mayat hidup’ pada anak yang sudah menolongnya itu.

Anak itu tampak ragu. Ia baru bergerak saat bahunya didorong oleh pria yang terluka itu.

“Pergilah. Selamatkan dirimu. Terima kasih untuk pertolonganmu.”

Atasan Rizwan tidak membiarkannya. Ia mengarahkan pistol pada anak tersebut, hendak melenyapkan satu-satunya saksi mata.

“Lawanmu itu aku, bukan anak itu!” sergah pria yang bangkit dari kematian itu, lalu menyeruduk atasan Rizwan.

Atasan Rizwan bisa menahan serangan itu. Namun pistolnya terjatuh dan dipungut oleh lawannya karena posisinya memang lebih dekat dengan pistol itu.

Sementara itu, anak yang sudah membantu penyusup yang dilumpuhkan oleh Rizwan tersebut, menoleh untuk memastikan keadaan orang yang telah ia tolong. Melihat pistol berpindah tangan, tampaknya ada secercah harapan bahwa kemenangan berpihak pada anak itu dan pria yang ia tolong.

Namun, sesuatu yang di luar dugaan terjadi. Alih-alih membidik atasan Rizwan, sang penyusup malah mengarahkan moncong senjata ke pelipisnya sendiri. Ia meneriakkan sesuatu, lalu menarik pelatuk pistol itu.

Saat tubuh pria itu ambruk mencium tanah, anak yang menolongnya itu melompat ke sungai. Lalu menghilang di bawah pemukaan air.

***

Satu tahun kemudian.

Rasanya seperti di film-film. Seseorang menunggu di luar penjara untuk menjemput keluarga, kerabat atau sahabat yang baru saja menyelesaikan masa hukumannya. Lalu mereka naik ke mobil dan meninggalkan gedung penjara selamanya.

Gambaran itulah yang kini berada di benak Sarah. Wanita berkulit putih yang mengecat cokelat tua rambutnya itu sedang menunggu seseorang yang akan dibebaskan hari itu. Seorang pria yang sudah dikenalnya selama delapan belas tahun terakhir ini.

Sarah tak menunggu lama. Sosok yang ia nantikan tampak keluar dari pintu gerbang penjara. Penampilannya cukup membuat Sarah takjub karena sangat berbeda dengan sosok yang Sarah kenal selama ini.

“Rimba, kau kelihatan ganteng. Rapi,” kata Sarah yang lebih terdengar seperti sindiran daripada pujian.

Rimba, pria yang baru dibebaskan dari penjara itu, hanya mengangkat bahu.

“Kau mandi, ya, sebelum dibebaskan?” terka Sarah.

Rimba hanya mengangguk sambil tersenyum lebar. Kelihatannya, pembebasannya yang lebih cepat dari seharusnya ini sudah sangat membuatnya senang.

Belasan tahun mengenal pria dua puluh tiga tahun itu membuat Sarah memahami Rimba seperti adiknya sendiri. Pria itu bukan sosok yang rapi, meskipun tidak acak-acakan juga. Rambut ikalnya nyaris tak mengenal sisir. Namun dengan potongan super pendek hasil karya tukang cukur di penjara, Rimba kini terlihat lebih ‘tertata’.

“Kita ada pekerjaan,” ujar Sarah setelah mereka memasuki mobil. Ia menatap lurus pada Rimba.

Rimba balas menatap Sarah. Menunggu penjelasan wanita yang lebih tua tiga tahun daripada dirinya itu.

“Kasusnya cukup menantang dan kelihatannya akan memakan waktu lama. Jadi, selama mengerjakan kasus ini, kau tidak akan punya waktu untuk membuat masalah lagi.”

Rimba merengut. Tampak sebal. Tapi dia tidak bisa membantah karena apa yang dikatakan oleh Sarah itu benar. Rimba terlalu sering membuat masalah hingga berurusan dengan hukum dan berakhir di penjara.

“Kalau kita terima pekerjaan ini, kita akan bersentuhan dengan dunia militer. Calon klien kita seorang petinggi angkatan darat. Dia minta kita menyelidiki kasus anak dan teman-temannya yang tewas di pos jaga di perbatasan, satu tahun yang lalu,” jelas Sarah sambil menyerahkan sebuah tablet untuk dibaca oleh Rimba.

Rimba mengerutkan kening saat membaca tangkapan layar berita-berita tentang kasus yang menghebohkan setahun silam tersebut. Satu bulan yang lalu, diputuskan bahwa kasus itu adalah tindak terorisme dan pembunuhan yang dilakukan oleh seorang perwira muda bernama Rizwan yang konon adalah putra seorang jenderal angkatan darat.

Kasus ditutup. Namun rupanya, masih ada pihak yang tidak terima dengan hasil putusan tersebut. Dan pihak yang diam-diam menolak penyelesaian kasus itu adalah ….

“Iya, benar,” kata Sarah saat Rimba menatapnya, “Jenderal Daud. Beliau yang meminta kita menyelidikinya karena beliau sulit memercayai penyelidik internal lagi.”

Rimba mengembuskan napas berat. Kemudian ia mengangguk. Setuju untuk mengambil kasus ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • SABDA: Putra Sang Jenderal   Reuni Keluarga

    Rimba menjadi hadirin yang bertepuk tangan paling keras saat Widya menyelesaikan lagu. Ia sangat bahagia mendengar lirik lagu yang keluar dari mulut Widya, seolah-olah kata-kata puitis dan romantis itu dilantunkan khusus untuknya.“Suaramu bagus,” puji Rimba tanpa menyadari bahwa orang-orang di sekitarnya tampak lega setelah Widya menyelesaikan nyanyiannya.Widya tersentak mendengar pujian itu. Namun kemudian, dengan tersipu ia mengucapkan terima kasih. Barangkali, baru kali ini ada orang yang memuji suaranya.Di sisi lain, usai menyaksikan pertunjukan Widya, Rimba menjadi bersemangat untuk melakukan hal yang sebelumnya membuat ia malu. Maka, ia pun pamit sejenak pada hadirin di sekitarnya, termasuk Daud dan istrinya. Ada sesuatu yang harus ia ambil di mobilnya.Sarah yang memahami maksud adiknya, mengacungkan dua jempol. Memberi semangat agar Rimba tidak mundur dalam melaksanakan niatnya.Rimba hanya tertawa tanpa suara, lalu bergegas

  • SABDA: Putra Sang Jenderal   Lamaran

    Setelah penyelidikan insiden pos jaga yang memakan waktu sangat lama tersebut, Sarah dan Rimba belum mengambil kasus baru lagi. Mereka cuti panjang untuk memulihkan diri usai kasus yang nyaris merenggut nyawa mereka tersebut.Di lain pihak, Widya dan Rinto telah resmi bercerai. Juga mengundurkan diri dari kepolisian meski demi alasan yang berbeda. Rinto melepaskan lencananya karena alasan kesehatan setelah hampir terbunuh oleh anak buah Sakti. Ia akan menjalankan bisnis keluarga sebagai kontraktor pengadaan fasilitas kepolisian. Sedangkan Widya memberikan alasan yang tidak terlalu mengejutkan.“Aku menjadi polwan karena keinginan Bang Sakti. Setelah apa yang terjadi, aku tidak mau dikaitkan lagi dengan orang gila itu, termasuk dengan berhenti menjadi polisi,” jelas Widya, setiap kali ada yang menanyakan alasannya berhenti menjadi aparat penegak hukum.Dari sisi romantisnya, Rinto akhirnya menjadi lebih dekat dengan Sarah. Bulan lalu, ia melamar Sarah

  • SABDA: Putra Sang Jenderal   Tentang Keluarga

    Namun Prakasa tetap bersikap tenang. Dengan santai ia melepaskan cengkeraman Sakti yang lemah.“Aku lega karena Daud dan orang-orangnya tidak mencurigaiku. Selain karena kasus penguasaan kota ini, kau mungkin akan diburu karena kasus pembantaian dua tahun lalu itu. Terima kasih, anakku. Kau sudah menutupi apa yang sudah aku lakukan terhadap putra Daud itu,” lanjut Prakasa. Ia mencium kening Sakti dengan lembut.“Kau pasti paham, mengapa aku membantai prajurit-prajurit muda itu dan memfitnah Rizwan. Setelah nama Daud tercoreng karena kasus itu, aku bisa melesat sendirian dan mendapatkan posisi puncak ini. Yah, walaupun kelihatannya, aku akan kesulitan mempertahankannya setelah kegagalanmu yang memalukan ini.”Sakti terperangah. Merintih, mencoba untuk berbicara pada Prakasa yang hendak meninggalkan kamar tempatnya dirawat.Sebelum membuka pintu, Prakasa berbalik untuk mengucapkan satu lagi pengakuan yang membuat Sakti terbelalak tak

  • SABDA: Putra Sang Jenderal   Kebenaran

    Prakasa mengembuskan napas kasar saat melihat keadaan Sakti. Luka-lukanya membuat perwira super itu harus tergolek lemah di ranjang. Luka di lidah, dagu dan bahunya telah diobati, namun mentalnya tidak akan terobati secepat itu.Prakasa kembali mengembuskan napas kasar saat melihat tatapan dan ekspresi Sakti. Bola mata yang membesar dengan otot-otot wajah yang menegang menunjukkan betapa terguncangnya pemuda itu.Yah, kekalahan memang sulit diterima jika kau terbiasa menjadi yang terbaik. Prakasa lupa mengajarkan hal itu, hingga Sakti harus mendapatkannya dengan cara yang tak hanya sangat keras, tetapi juga kejam.“Kau ingat,” ujar Prakasa sambil mendudukkan diri di tepi ranjang, “saat kita pertama kali bertemu. Setelah kau membantai keluarga perempuan yang hatinya tidak bisa kau taklukkan itu? Aku membungkam mulutmu, ‘kan?”Sakti yang belum dapat mengeluarkan sepatah kata pun, hanya melirik sekilas. Ia hanya bisa menunggu ke

  • SABDA: Putra Sang Jenderal   Akhir Duel

    Sebelumnya, saat Sakti membuka mulut sebelum menancapkan pecahan kaca ke mata Rimba, Rimba dengan cepat menarik lidah Sakti. Akibatnya, Sakti tersentak ke bawah. Pecahan kaca yang dipegangnya malah menusuk pundak Rimba.Kemudian, dengan tangannya yang memegang pisau, Rimba menusuk bagian tengah lidah Sakti hingga putus! Tusukan itu sangat dalam, hingga menembus dagu Sakti.Sakti kini tak berdaya dengan bahu dan mulut yang berlumuran darah. Setelah terbatuk dua kali, ia memuntahkan darah dalam jumlah yang cukup banyak. Kemudian, tubuhnya terhuyung dan terkapar di lantai. Pingsan.Rimba hanya menatap tubuh tentara yang pernah digadang-gadang menjadi pengganti panglima militer saat ini tersebut. Ia hendak berjalan ke luar ruangan, namun langkahnya terasa berat. Rasanya lelah sekali. Bagaimana pun, luka-luka di tubuhnya dan pertarungan dengan Sakti telah menguras tenaganya. Juga darahnya.Bagaimana selanjutnya? Apakah rencana mereka berhasil? Apakah setelah k

  • SABDA: Putra Sang Jenderal   Organ

    Andre membawa Widya menemui dua orang tahanan yang telah meledakkan berbagai fasilitas di markas. Dalam perjalanan, mereka sempat bertemu dengan dua orang anak buah Sakti yang tampaknya hendak menuju ke ruangan tempat Sakti berada.Dengan sigap, Andre melumpuhkan salah seorang dari mereka dengan meninju ulu hati, dilanjutkan dengan menyikut dagunya. Sementara Widya? Ia menembak kaki lawannya dan membuatnya pingsan dengan memukul kepalanya.Andre melongo sejenak karena merasa penembakan itu tidak perlu. Namun Widya hanya mendengus, lalu meninggalkan Andre begitu saja. Barangkali ia masih kesal karena tidak tuntas membalas dendam pada Sakti.“Cewek yang mengerikan,” gumam Andre sebelum mengikuti Widya yang sudah menjauh.Di luar gedung, Andre dan Widya langsung mencari dua orang tahanan yang menunggu di gudang senjata. Mereka menyelinap melalui hiruk-pikuk akibat kekacauan usai ledakan demi ledakan di markas.“Kalau Sukri berhasil,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status