Sinar surya menyusup ke sela tirai, mengusik wanita yang masih meringkuk di kasur, pakaian lusuh akibat tidak salin dari dua hari yang lalu, mata sembap berserta kantung mata yang sangat terlihat, ia tak bisa tidur nyenyak. Bayang - bayang diri digauli oleh kekasihnya dengan kasar dan merenggut mahkota selalu ia jaga untuk suami kelak, tetapi itu hancur karena Farhan memperkosanya. Dering ponsel yang terus berbunyi sejak dua hari yang lalu membuatnya beranjak dan meraih menerima panggilan itu dengan suara serak.
"Kamu dari mana saja, aku meneleponmu dua hari ini!"
"A--aku di rumah."
"Kamu membuatku khawatir Nay,"
"Maaf."
"Kenapa suaramu serak, kau habis menangis!"
"Tidak kok, ini hanya sakit tenggorokan."
"Kamu tak pandai berbohong, Nayla Ramadhani!"
"...."
"Aku akan ke rumahmu, sekarang!"
"Tak perlu, kau 'kan harus memantau cafe, maaf aku tak masuk kerja."
"Tak apa, aku akan ke rumahmu dan jelaskan apa yang terjadi."
Menaruh handphone lalu masuk ke kamar mandi dengan tertatih, sungguh miliknya masih terasa linu sampai sekarang. Setelah melakukan ritual mandi, segera meringkuk hanya membersihkan diri dan memakai pakaian, saat hendak memejamkan kelopak mata suara gedoran pintu membuatnya beranjak lekas ke pintu utama dengan langkah lunglai, membuka lalu mempersilakan masuk.
"Maaffff, berantakan," tutur Nayla mempersilakan duduk lekas ke dapur membuatkan minum setelah selesai ia menaruh di meja dan ikut duduk.
"Tak apa, aku bantu bereskan nanti," tawar Zahra tanpa menerima penolakan.
Nayla tersenyum. "Terimakasih, sudah menyempatkan diri ke sini."
"Kau ini! seperti ke siapa saja, aku ini temanmu Nayla," cecarnya sambil memukul pelan bahu Nayla.
"Nay, kau kenapa, berantakan sekali!" ucap Zahra mendekati Nayla lalu membuka tas yang selalu ada sisir di dalamnya, segera menyisiri rambut Nayla.
"Ceritakan Nay, jangan kamu pendam sendiri," tuntut Zahra.
Riak wajah Nayla berubah sendu, air mata itu perlahan menetes dari pelupuk mata.
"Farhan memperkosaku." suara serak dengan sesegukan itu membuat Zahra mengerutkan kening.
"Memangnya kenapa, bukannya kalian akan menikah! baru tadi pagi aku mendapatkan undangannya," ucapnya memberikan tas ke pangguan Nayla.
"Lihat saja undangannya ada di dalam tasku."
Nayla ia bergegas mengambil selembar undangan itu dan membaca nama yang tertera disana.
Muhammad Farhan
Dan
Annisa Maharani
Tangan Nayla bergetar saat netra abu-abu itu membaca nama yang tertera di lembaran undangan, kertas itu terjatuh dari tangannya. ia tengkurep di sofa, sambil membenamkan wajahnya dibantal.
Zahra terpaku saat melihat reaksi Nayla yang melihat surat itu, segera meraih benda lalu membacanya, terpaku lalu meremas kertas itu sambil mengumpat, " Farhan kau bajingan! Merenggut mahkota sahabatku, malah menikahi wanita lain."
Zahra tersadar dari api kemarahan saat mendengar suara sesegukan Nayla yang sangat menyedihkan, segera mendekati dan mengelus surai hitam pekat itu.
"Tenanglah, pasti ada pria yang lebih pantas untukmu, Farhan itu gak pantas buat kamu dia bajingan," ucap Zahra mengebu.
Nayla segera bangkit lalu memeluk Zahra menumpahan semua tangisannya. "Makasih kamu selalu ada untukku."
Zahra mengangguk lalu berujar, "teruslah menangis, setelah puas jangan pernah kau tangisi pria bajingan itu lagi." Nayla mengangguk dan melepaskan pelukkannya.
"Besok aku masuk kerja," ujarnya. "Aku rindu mencatat pesanan pelanggang." Mengulas senyum.
"Gitu dong senyum kan cantik, ayo aku bantu beresin." Mencubit pipi Nayla lalu segera membantu beres-beres rumah yang sangat berantakan, tentu saja dua hari tak dibersihkan bayangin aja segimana kotornya.
Mereka membersihkan dengan ceria sambil bernyanyi dan bercanda, sungguh seperti saudara. Zahra pernah menawarkan untuk tinggal bersamanya, saat melihat kontrakan yang ditempati sahabatnya tapi Nayla menolak ia ingin mandiri. Sehabis beres-beres kedua sahabat itu berniat membeli bahan makanan yang memang sudah habis dirumah Nayla.
***
Suara gemercik air hujan membuat Afnan tersenyum ia kembali teringat kenangan saat Arga melamarnya.
Afnan sedang duduk di cafe menunggu Arga yang tiga bulan yang lalu mengajaknya ta'aruf, pertemuan pertama saat usianya menginjak delapan belas tahun, ketika dirinya pindah dari desa untuk melanjutkan kuliah di luar negeri, awalnya mereka hanya berteman tetapi benih-benih cinta tumbuh di lerung hati. Arga keluar dari mobil memakai payung lalu masuk cafe mencari Afnan, netra mereka bertemu, lekas Arga segera berjalan mendekat dan duduk.
"Apa sudah menunggu lama," tanyanya mengelus kepala Afnan yang tertutup khimar.
Afnan menggeleng lalu tersenyum. "Tidak kok, baru beberapa menit."
"Sudah pesan makanan?" tanya Arga basa-basi.
"Belum, baru susu coklat aja," sahut Afnan menunjukan gelas yang berisi minuman kesukaannya.
"Arga tersenyum lalu segera memesan makanan untuk mereka berdua, ia sudah sangat hafal di luar kepala kesukaan kekasih hatinya, tak lupa memesan makanan penutup.
Beberapa menit kemudian makanan datang dan mereka melahapnya dalam diam, hanya suara dentingan sendok dan garpu yang beradu ke piring, tak lupa membaca doa sebelum makan.
Senyuman Arga merekah saat Afnan meraih dan memakan makanan penutup, tak lama Afnan melihat sendok yang ada plastik obat yang berisi kertas di dalamnya, saat ingin membuangnya ditahan oleh Arga.
"He, jangan dibuang?" ucap Arga spontan memegang lengan Afnan.
Afnan melirik tangannya yang dipegang Arga segera menepisnya, menatap Arga tajam.
"Maaffff, refleks tadi." Menangkupkan kedua telapak tangannya, Afnan hanya menghela napas lalu menaruh plastik itu di meja.
Arga menggaruk tengkuknya yang tak gatal, menatap bingung plastik obat yang ada di meja, ide terbesit dibenaknya.
"Afnan kenapa gak dibuka plastik itu, siapa tahu ada yang penting di dalamnya."
Pancing Arga agar Afnan membukanya,
Afnan melirik plastik itu lagi lalu menatapnya bingung.
"Apa aku harus memberikannya kepada pelayan, mungkin ini milik koki yang membuat makanan ini," celetuk Afnan hendak memanggil pelayan dicegah Arga.
Arga mengerang frustasi lalu mengacak-acak rambutnya.
"Baca aja! Apa susah sih," ucapnya meraih plastik obat itu dan mengeluarkan isinya dan diserahkan ke Afnan. "baca!"
Afnan menatap aneh Arga lalu membuka kertas itu, perlahan senyuman bahagia terbit dari bibirnya tak lama menangis membuat Arga panik. "Kenapa menangis? kamu gak mau, tidak papa kok aku gak maksa kamu harus menerima lamaranku," ucap Arga memegang bahu Afnan ia ingin merengkuh tetapi bukan muhrim.
Afnan menggeleng. "Aku hanya bahagia, akhirnya kamu mengajakku ke jenjang lebih serius, aku nerima lamaranmu."
kelebatan kenangan yang selalu menempel dibenak Afnan dan ia tak'kan melupakannya.
Arga melingkarkan tangannya di pinggang Afnan yang sedang menatap kota dari balkon."Kamu sedang memikirkan apa, kok melamun," ucap Arga menaruh kepalanya di ceruk leher Afnan, memang ia tak memakai kerudung karena pintu ruang kerja Arga dikunci."Apa aku melamun tadi?" bertanya sambil mengelus surai Arga.Arga geram dan membalikkan tubuh Afnan agar menghadapnya lalu memencet hidung istrinya."Mas, sakit ih," keluh Afnan mengelus hidungnya.Arga tersenyum geli lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Afnan membuat Afnan salah tingkah."Mana yang sakit," ucap Arga sambil meniup wajah Afnan yang membuat aroma mint menguar dari mulutnya.Afnan mendorong Arga lalu menunduk menutup wajahnya yang sudah bersemu m
4 - BerbincangBertepatan hari ahad Afnan berjanjian bertemu Nayla di cafe untuk membicarakan hal serius. Afnan berpakaian gamis polos dengan dua warna yang berbeda, kerudung pasmina membuat dirinya terkesan elegan dan simple. Tak lupa make-up tipis di parasnya, lekas meraih tas slempang bergegas turun untuk sarapan bersama Arga."Pagi Mas," sapa Afnan lalu meraih piring untuk diisi nasi, lauk dan sayur lalu diberikan ke suaminya, tak lupa menyendok untuk dirinya sendiri."Pagi juga sayang," balas Arga."Kamu mau ke mana, rapi sekali." Arga menyuapi Afnan yang hendak menyahut.Setelah menghabiskan makanan di mulutnya. "Aku mau bertemu sahabat kecilku, bolehkan," mohon Afnan dengan puppy eyes karena lupa memberitahu suaminya.Arga mengerutkan keningnya lalu menyeringai. "Tidak boleh, kecualiiii," ucap Arga membuat Afnan mengigit bibir bawahnya."Kamu melayani aku di sana." Tunjuk Arga mengarah ke kamar.
5 - Wanita nakalArga melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang, setelah sampai lekas memarkirkan mobil. Kemeja kotak - kotak berwarna abu-abu, jas coklat dengan dasi hitam dan celana warna senada dengan jas yang dipakai. Berjalan masuk ke cafe Naz, netranya menangkap sang istri yang sedang mengobrol bersama wanita, melangkah mendekat lalu berdehem. Afnan dan Nayla menoleh mendengar suara deheman, Nayla terpaku menatap pria yang ada dihadapannya, sedangkan Afnan bangkit dari duduknya segera meraih tangan Arga cepat mencium tajim."Mas, kenalkan ini Nayla Ramadhani calon istrimu," ucap Afnan tanpa basa - basi.Arga melirik datar ke arah Nayla, yang dilirik menunduk kepalanya, gugup tiba - tiba menyerang akhirnya ia memilin-milin jarinya."Ayo, waktu kita tak banyak lagi," tutur Arga menatap Afnan, memegang lengannya untuk mengajak pergi."Tunggu. Aku pergi dulu ya Nay, nanti aku share lokasi buat kamu ke rumahku," ucap Afnan, Nayla hanya menga
6 - Ancaman berakhir dengan kegagalan🍁🍁 Afnan Zakia POV 🍁🍁Hati ini bergemuruh, melihat suamiku hendak disuapi kue oleh Bella. Apa ini yang akan kurasakan saat nanti Mas Arga, mengucapkan ijab kedua kalinya dengan Nayla. Sungguh tak rela perempuan itu menyuapi suamiku! saat tangannya terangkat, refleks aku berujar dingin penuh ancaman. Semua mata melihatku bingung."Apa yang kau lakukan!"Bella menatapku, ingin rasanya mencakar wajah yang angkuh. Ia mendekat ke arahku dan memandangku dengan malas."Kau mengganggu saja!"Lenganku terkepal, ingin rasanya meninju bibir yang berkata tak disaring itu. Harusnya aku yang marah, kenapa dirinya yang berujar demikian. Tetapi tak'kan sudi mengotori tangan demi gadis yang seperti jalang ini, pakaian yang kurang bahan, dibagian dadanya sangat rendah memperlihatkan payudara yang menonjol seperti ingin keluar, bajunya sangat ketat bahkan hanya diatas payudara Astagfirullah maafkan hambamu ini ya
7 - BerhijabArga merotasi matanya dan bersidekap. "Masalah sepele gini, kalau mau batalkan, ya batalkan aja.""Aku tak masalah," lanjut Arga sambil bangkit dan memegang lengan Afnan."Ayo sayang kita pergi." Menarik Afnan keluar ruangan.Bella berdiri dan menatap kedua sejoli itu dengan kesal, tangannya terkepal kuat menahan gejolak amarah yang menguar di dada.Gadis itu beralih menatap Ayah yang minum dengan santai."Dadyyyy, kenapa," ucapan Bella terpotong oleh angkatan tangan Aldrick yang mengisyaratkan untuk diam."Sudahlah, kamu cari saja pria lain! Sudah Dady katakan dia tak'kan mau walau diancam. Gara-gara kamu, Dady gagal kerjasama dengannya," tukas Aldrick sambil berdiri dan berjalan keluar untuk menyambut tamu.***Arah jarum jam menuju angka satu dini hari, Afnan dan Arga baru saja sampai, berjalan ke kamar lalu menghempaska
8 - Meminta restuBeberapa hari kemudian, Afnan dan Arga mengajak Nayla ke pertemuan keluarga mereka. Jemari Nayla meremas gamis yang dipakainya, keringat dingin bercucuran di wajah. Sebuah tangan memegang lengannya menyalurkan kekuatan, netranya beradu dengan bola mata cokelat terang nan tatapan menyejukan."Tenanglah," ujar Afnan mengelus punggung tangan Nayla, ia membalas dengan senyuman dan anggukan."Ayo masuk!" ajak Arga menggandeng tangan Afnan berjalan ke arah pintu utama, setelah sampai ia memencet bel lalu menunggu.Pintu terbuka memperlihatkan seorang wanita parubaya yang tersenyum lebar saat melihat anaknya."Assalamualaikum, Mah," ucap Arga mencium tangannya."Apa kabar? Mah," tanya Afnan meraih tangannya lalu mencium takjim.Netra wanita itu bertemu dengan Nayla yang menunduk sambil memilin jarinya."Kamu siapa?" tanya Sekar --- Mama Arga.Nayla mendongak lalu tersenyum kaku, "saya Nayla Ramadhani, Tante," ujar Nayl
9 - Menikah"Kamu cantik banget Nay," puji Afnan berdiri lalu mendekati Nayla, saat dirinya sudah selesai di dandani."Aku gugup Afnan," kata Nayla melirik Afnan yang disebelahnya."Rileks saja Nay," tutur Afnan memegang bahu Nayla lalu tersenyum saat mereka sama-sama menatap pantulan di cermin.Setelah berbincang-bincang di kamar, terdengar suara Arga mengucapkan ijab kabul setelah itu kata sah terdengar.Afnan tersenyum kaku, mengajak Nayla keluar. Mereka menuruni tangga ditatap oleh semua orang, ada yang berbisik membicarakan Afnan yang dimadu, cibiran untuk Nayla. Genggaman Afnan menguat menyalurkan kekuatan untuk sahabatnya yang terlihat gelisah, setelah sampai Nayla didudukan disamping Arga. Pria itu memasangkan cincin, mengecup kening Nayla dengan wajah datarnya. Tak ada senyuman di bibirnya, Nayla ia lekas meraih tangan Arga dan menciumnya takjim.Setelah akad selesai, ketiganya lekas menyambut tamu dan duduk di kursi pelaminan, ucapan sel
10 - Masakan NaylaArga masuk ke kamarnya, terlihat Afnan yang tertidur disajadah masih memakai mukena, senyuman terukir di bibir. ia mendekat dan mengendong Afnan membopong ke kasur dengan hati-hati. Menatap paras ayu sang istri, dirinya membelai pipi Afnan dengan sayang lalu mengecupnya. Merasa terusik Afnan membuka matanya, dan mengerjap lucu saat netra coklat terangnya menangkap wajah Arga. Senyum sendu terpatri di bibir ranumnya."Bahkan aku berhalusinasi, saat dirimu sedang bersama Nayla," gumam Afnan.Arga mengecup bibir Afnan lalu tersenyum. "Apa setelah ini kamu akan berpikir aku halusinasimu hmmm," ujarnya.Afnan mengerjap lagi lalu mengucek matanya. "Aku beneran Mas Arga, bukan halusinasiku?" tanya lagi sambil meraba wajah prianya, dibalas anggukan."Harusnya kamu di kamar Nayla! ini malam pertama kalian, pasti Nayla menunggumu," geram Afnan bangun dan mendorong Arga untuk keluar dari kamarnya.Pria itu berbalik lalu memelu