Share

SAHABATKU MADUKU
SAHABATKU MADUKU
Author: Pena_Receh01

1 - Permintaan

Seorang perempuan dengan gamis azka maxy berwarna mocca berpadu kerudung senada, dengan make-up tipis membuat dirinya terlihat mempesona.  Netra cokelat terang dengan tatapan menyejukkan, menyusuri setiap lorong perusahaan. Tangannya membawa rantang berisikan bekal untuk sang suami. Senyuman melekat di bibir tipis tertutup cadar itu, membalas sapaan para karyawan yang lalu-lalang. 

Berhenti di depan pintu coklat tua dengan ukiran yang unik, lengannya terangkat untuk mengetuk pintu. Sebuah suara bariton mempersilakan masuk, ia memegang knop pintu dan membuka perlahan, masuk dan segera menutupnya lagi.

"Assalamu'alaikum, Mas." Suara indah nan merdu masuk ke gendang telinga pria yang sedang berkutik dengan laptop.

Lelaki itu bangkit lalu menoleh ke asal suara, netranya beradu dengan sang jelita. Senyuman terpatri di bibir tebal nan mengoda. Melangkah mendekat tangannya terulur memeluk pinggang ramping tak lupa mengecup setiap area wajah istrinya.

"Aku rindu," bisiknya sembari mendusel lalu menemukan cuping telinga istrinya ia langsung mengigit manja.

Istrinya mengeliat geli lalu memutar tubuh menghadap Arga suaminya. "Jawab salamku dulu, Mas," ujarnya lembut, meraih tangan Arga, mengecupnya.

Arga menepuk kening lalu terkekeh. "Walaikumsalam. Maaf, Mas lupa. Bahagia melihat kamu datang," jelasnya sembari menuntun Afnan duduk di sofa.

Afnan mengangguk tanda mengerti, dengan cekatan ia menaruh rantang di meja lalu menyiapkannya. 

"Makanlah! pasti kamu lapar," seru Afnan memberikan sendok tetapi malah disuguhkan gelengan kepala.

"Tidak! aku mau kamu suapi. Pasti akan lebih nikmat dari tanganmu." Perkataan Arga membuat rona merah menjalar di kedua belah pipi Afnan.

Arga berjalan meraih berkas di meja kerja, lalu melangkah ke tempat semula mendaratkan bokongnya dan bertopang kaki. Fokus membaca berkas sesekali menoleh, menerima suapan Afnan. Bekal bawaan Afnan habis tak tersisa, ia melirik jam tangan yang menunjuk pukul dua belas siang, waktunya salat dzuhur tiba. Lekas merapikan rantang dan mengajak suami berserta karyawan untuk salat berjama'ah, di kantor yang sudah tersedia tempat untuk beribadah.

***

Di lain tempat terlihat seorang wanita tengah terisak sambil merapikan pakaiannya, banyak memar ditubuhnya. Ia beringsut turun dari kasur dan bergegas keluar kamar, dengan penampilan sedikit berantakan dan bau pencintaan masih melekat badannya. Melangkah dengan cepat menuruni tangga dan keluar rumah megah milik kekasihnya. Segera memberhentikan taksi dan masuk.

"Mau kemana Mbak?"

"Kontrakan melati," sahut wanita itu menyenderkan badannya yang letih.

Setelah sampai ia masuk melakukan ritual mandinya lalu tidur, menangis meratapi nasib yang menyedihkan. Lelah menangis dia akhirnya terlelap, masuk ke alam mimpi.

***

Afnan sedang mengambilkan baju tidur untuk dipakai suaminya, terdengar suara pintu berdecit menandakan prianya sudah selesai membersihkan diri, ia berbalik lalu cepat menuntup mata.

"Mas! handuknya melorot," pekiknya. Arga terkekeh segera memakai handuk lagi. Berjalan meraih baju dan celana lekas memakainya. Setelah selesai menaruh handuk di tempat biasa, melangkah mendekati Afnan yang masih menutup mata.

"Buka matamu, aku sudah pakai baju," bisik Arga di telinga Afnan.

Afnan tetap menggeleng enggan membuka telapak tangannya yang menutupi kedua kelopak mata. "Gak mau, 'kan cuma pakai baju berarti celananya belum," gerutunya, Arga terkekeh mendengar Afnan yang bertingkah seperti itu.

"Memangnya kenapa kalau aku gak pakai celana?" bertanya demikian lalu duduk di ranjang menarik Afnan yang kukuh menutup mata, untuk duduk di sisinya.

"A--aku malu," ucap Afnan terbata-bata.

"Kau menggemaskan." Arga memeluk Afnan dengan erat, sesekali mengecup tangannya yang masih menutup mata.

"Jangan ditutupi gitu, aku mau cium pipi kamu sayang," rengek Arga menyingkirkan tangan Afnan, tetapi mata itu masih tertutup rapat.

Arga menyeringai jahil ia melompat naik ke atas kasur lalu berteriak. "Ular." Afnan terkejut lalu membuka matanya dan ikut naik.

"Mana ularnya, mana!" pekik Afnan membuat Arga tertawa terbahak-bahak.

Afnan mengeryitkan alisnya lalu menatap tajam sang suami. "Kamu bohong, Mas," tuduh Afnan.

"He! suruh siapa percaya. Mana ada ular di sini," ucap Arga santai tak merasa bersalah sedikitpun.

"Wah kamu rese ya, Mas!" geram Afnan lalu menyerang Arga dengan mengelitiki pinggangnya, mereka tertawa bahagia setelah kelelahan terduduk menyender di kepala ranjang.

"Mas sayang kamu," ucap Arga tulus lalu memeluk Afnan sesekali mencium pucuk kepala.

"Afnan juga sayang Mas," sahut Afnan menenggelamkan wajahnya ke dada bidang sang suami.

"Afnan boleh minta sesuatu gak," ucap Afnan ragu-ragu sambil mendongak menatap wajah Arga.

"Boleh." 

"M--mas, aku carikan madu untukmu ya." Perkataan Afnan membuat wajah Arga kembali datar, ia menatap sang istri dengan tatapan sulit diartikan.

"Tidak, Mas bilang tidak ya tidak!" ucap Arga tegas, tetapi tidak membuatnya melepaskan pelukan hangat itu.

"Mas, Afnan ingin bayi," pinta Afnan kukuh.

"Kamu bisa adopsi di panti asuhan." Membuka kerudung Afnan dan mengelus surai yang panjangnya sampai ke pinggang.

"Aku ingin dari benihmu Mas," tutur Afnan membuat simbol lingkaran di dada Arga dengan jarinya.

"Terserah kamulah, capek Mas! setiap malam kamu selalu membahas soal poligami," ucap Arga melepaskan pelukannya.

"Mas hanya takut tak bisa adil." Menatap Afnan sendu, wanita itu langsung memeluk sang suami.

"Maafkan Afnan mas, Afnan hanya ingin mempunyai anak dari benih Mas. Tak apa aku memiliki madu," lirihnya menumpahkan keinginan dan tangisan.

"Ya sudah, jangan bahas ini lagi. Terserah kamu yang atur semuanya termasuk memilih madumu dan pernikahannya." Perintah dengan nada tegas tak menerima penolakan.

Afnan mengangguk senang lalu mencium wajah Arga bertubi-tubi, membuat Arga tersenyum mengoda. "Wahhh, sudah berani ya, sekarang," ucapnya mengurung Afnan dipelukan lalu membawa ke ranjang.

Bibir mereka beradu, mencecap dengan lembut tetapi kegiatan itu terhenti saat suara perut Afnan. Menganggu aktifitas mereka membuat Arga tertawa saat Afnan menunduk malu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status