7 - Berhijab
Arga merotasi matanya dan bersidekap. "Masalah sepele gini, kalau mau batalkan, ya batalkan aja."
"Aku tak masalah," lanjut Arga sambil bangkit dan memegang lengan Afnan.
"Ayo sayang kita pergi." Menarik Afnan keluar ruangan.
Bella berdiri dan menatap kedua sejoli itu dengan kesal, tangannya terkepal kuat menahan gejolak amarah yang menguar di dada.
Gadis itu beralih menatap Ayah yang minum dengan santai.
"Dadyyyy, kenapa," ucapan Bella terpotong oleh angkatan tangan Aldrick yang mengisyaratkan untuk diam.
"Sudahlah, kamu cari saja pria lain! Sudah Dady katakan dia tak'kan mau walau diancam. Gara-gara kamu, Dady gagal kerjasama dengannya," tukas Aldrick sambil berdiri dan berjalan keluar untuk menyambut tamu.
***
Arah jarum jam menuju angka satu dini hari, Afnan dan Arga baru saja sampai, berjalan ke kamar lalu menghempaskan tubuh masing-masing. Afnan melepaskan tas slempangnya dan menaruh di nakas. Tangan mereka tak sengaja bersentuhan hingga menoleh dan saling tatap.
"Kamu gak mandi?" tanya Afnan mencairkan suasana.
Arga bangun untuk duduk lalu bangkit dan meraih handuk. "Ya udah, habis aku mandi kamu ya, atauuuu, mau mandi bareng," tawar Arga mengoda sambil mengedipkan sebelah matanya.
Afnan mengambil bantal lalu melemparnya ke Arga. "Gak! cepat mandi sana, bau tau," pekik Afnan sebal, Arga terkekeh lalu berlari ke kamar mandi.
Afnan lekas bangkit dari tidurnya dan berjalan ke lemari mencari baju tidur untuk suaminya, setelah selesai ia keluar kamar menyiapkan makan malam. Menggapai celemek dan memakainya, tangannya dengan lihai memotong bahan lalu memasak. Dua puluh tiga menit kemudian sebuah lengan melingkar di pinggang ramping miliknya membuat sedikit terkejut, Afnan mengelus dada yang berdetak kencang karena tersentak. Dia mematikan kompor saat sudah memastikan masakan matang selepas itu berbalik dan menatap tajam suaminya.
"Kamu mengejutkanku, Mas," tegur Afnan bertolak pinggang.
Arga terkekeh lalu mengacak-acak rambut istrinya. "Maaffff, Mas tidak bermaksud, sebagai gantinya kamu mandi ya, aku yang nyiapin ini ke meja." Arga mendorong Afnan untuk lekas ke kamar tetapi Afnan berbalik dan melepaskan celemek.
"Ini, aku mau menyimpan cele---," ucap Afnan terpotong oleh Arga yang merebut celemeknya.
"Biar aku yang menyimpannya, kamu sekarang mandi dulu." Afnan berlalu ke kamar dan Arga dengan teliti menyiapkan masakan Afnan ke meja.
Hanya dengan berpakai handuk, Afnan sedang memegang baju tidur yang masih terbungkus rapi, menatap ragu ke arah pakaiannya. Akhirnya ia memberanikan diri untuk memakainya sekarang, sudah tiga tahun tersimpan masih baru belum pernah Afnan mencoba. Celana pendek hanya sampai se-paha lalu tank top dengan bahan satin. Berjalan keluar melihat suaminya telah duduk manis di kursi, Arga tercengah saat memandang Afnan datang dengan baju tidur yang lumayan seksi itu, matanya tak berkedip membuat Afnan salah timandang
Afnan menunduk sambil memilin-milin jarinya lalu berujar, "a--aku salah pakai baju ya, aku ganti aja." Berbalik ingin ke kamar tetapi dicekal Arga.
"Gak usah, kamu cantik," ucap Arga lalu memeluk Afnan dan berbisik, "dan juga seksi, aku menyukainya." Semburan merah langsung terlihat di pipi Afnan membuat dirinya tambah menggemaskan.
Arga membawa Afnan ke meja makan, lalu ia duduk dan menarik Afnan untuk duduk dipangkuannya, Afnan dengan malu-malu meraih piring dan mengisinya dengan makanan.
"Mas, ini makanannya," ucap Afnan menaruh dihadapannya lalu akan pindah duduk tapi ditahan Arga.
"Kamu mau ke mana?" tanya Arga sambil menggigit cuping telinga Afnan.
"A--aku mau pindah duduknya, kan kamu mau makan," sahut Afnan menundukan kepalanya malu saat sesuatu terasa dibawahnya.
"Udah di sini aja, kita makan satu piring berdua."
Mereka makan sambil bercanda tak lupa saling menyuapi, setelah habis segera merapikannya bersama-sama pergi ke kamar. Afnan dan Arga masuk ke toilet untuk gosok gigi, lalu keluar berdua dan duduk di ranjang.
"Sayang," panggil Arga sambil memeluk Afnan dari samping.
"A--apa Mas," sahut Afnan gugup.
"Aku pengen makan kamu, boleh?" tanya Arga sambil mengecup bahu Afnan yang terekspor.
"Aku gak bisa nolak, Mas." Mata mereka saling beradu dan membelai menikmati surga duniawi.
***
Nayla termenung di hadapan cermin duduk di kursi, menatap pantulan dirinya. Hatinya bergetar saat suara Arga terlontar untuknya, berdiri berjalan menuju lemari meraih khimar satu-satunya yang ia miliki. Lalu melangkah ke dekat kaca melihat dia dan juga khimar yang dipegang.
"Apa aku pantas memakai ini?" monolognya, "bahkan ibadah, aku tak pernah." suaranya mulai serak bersamaan air mata berjatuhkan dari netranya membasahi khimar.
Suara ketukan pintu membuat dirinya segera menghapus air matanya dan berjalan ke arah pintu lalu membukanya.
"Mbak, Nayla Ramadhani, 'kan?" tanya sang kurir sambil memegang sebuah kotak.
"Iya Mas, ada apa ya?"
"Ini paketnya." Menerima paket itu lalu mencegah kurirnya yang hendak pergi.
"Maaf Mas, ini dari siapa ya? perasaan saya gak memesan sesuatu," ucap Nayla menatap kotak yang dipegang.
"Dari Mbak Afnan Zakia." jawab kurirnya lalu pamit untuk mengantar paket.
Nayla menutup pintu lalu membawa kotak itu ke dalam kamar dan menaruhnya di ranjang.
"Ini apa ya?" tanyanya pada diri sendiri.
"Ahhhh, dari pada penasaran, aku buka aja." Membukanya lalu menatap gamis dan kerudung yang elegan.
"Segininya kamu ingin aku jadi madumu, Afnan." Monolognya memegang gamis dan kerudung lalu segera membawa ke kamar mandi dan memakainya.
Setelah selesai ia keluar dan menatap pantulannya dari cermin.
"Nyaman banget pakai gamis dan kerudung," ucap Nayla dengan netra berkaca-kaca sambil memegang wajahnya.
"Insyaallah, aku akan berusaha berubah menjadi lebih baik." Monolog Nayla pada dirinya sendiri.
Ia melepaskan gamis dan kerudungnya lalu mengganti dengan baju tidur lalu memegang handpone mengechat seseorang.
[Afnan, makasih gamis dan kerudungnya, aku suka😍] - Nayla
[Allhamdulillah, kalau kamu suka.] - Afnan
[Aku boleh minta sesuatu gak?] - Nayla
[Boleh, apa?] - Afnan
[Ajarkan aku baca al-qur'an,] - Nayla
[Itu pasti akan aku ajarkan, kita harus hidup rukun ya, saat kamu sudah menjadi maduku.😊] - Afnan
[Iya, kita berjuang menjalankan mahligai rumah tangga bersama.] - Nayla
[Nanti, habis pulang kerja aku jemput, jangan lupa pakai gamis dan kerudungnya.] - Afnan
[Kamu akan aku ajak ke rumah.] - Nayla
[Oke, assalamuaikum semoga mimpi.] - Afnan
[Walaikumsalam, iya kamu juga.] - Nayla
Setelah membalas chat dari Nayla, Afnan menaruh ponsel-nya dan tubuhnya tertarik ke pelukan Arga.
"Kamu habis chattingan sama siapa?" tanya Arga dengan suara serak tanpa membuka kelopak matanya.
"Nayla," sahut Afnan seadannya lalu berbalik memeluk Arga.
"Oh, kamu serius ingin menikahkan aku dengannya?" tanya Arga sekali lagi.
Afnan mengangguk mantap, Arga memeluk Afnan dengan erat lalu segera membaca doa tidur dan memejamkan mata.
75 - Sebuah Janji "Kenapa kalian dia saja?" tanya Afnan melirik semuanya. "Eh, ayoo makan," ajak Nayla dengan suara gugup, membuat Afnan menatapnya curiga. "Nayla!" panggil Afnan membuat wanita itu mengembuskan napas lalu membalas tatapan Afnan. "Ada apa, Mbak? ayoo makan, ini enak lho," ujar Nayla merasa tatapan Afnan semakin membuatnya sesak. "Kalian sembunyiin apaan?" tanya Afnan lagi, menatap semua orang yang berada di dalam. "Ayo sayang, katanya mau makan, makanan ini," seru Arga hendak menyuapi Afnan tetapi wanita itu tolak. "Massss, jawab pertanyaanku!" Arga mengembuskan napasnya kasar, lalu bersandar di dinding. "Rahimmu diangkat, kamu tidak akan bisa hamil lagi," ucap Arga seperti petir menyambar ke diri Afnan, wanita itu diam membuat semua orang khawatir. "Apa! Kamu pasti bohong 'kan, Mas!" raung Afnan dengan matanya sudah banjir dengan air yang terus berjatuhan. "Mbak, kamu harus ikh
74 - Mereka anak kitaSenyuman terpatri di bibir Arga, saat mendapatkan telepon dari istri keduanya, bahwa Afnan sudah sadar semenjak koma. Ia melangkah dengan tergesa - gesa sambil menuntun anak - anaknya, karena Leon dan Leana ingin berjalan."Ayo Nak, kita harus cepat - cepat ke ruangan Bund, soalnya Bunda sudah bangun dari tidur panjangnya," jelas Arga berusaha agar anak - anaknya melangkah lebih cepat."Wah, Unda uda angun, Eana engen enger cuala Unda," kata Leana dengan girang sambil loncat - loncat."Iya sayang, Ayah juga rindu suara Bunda," sahut Arga dibalas anggukan oleh Leana.Setelah sampai Arga langsung membuka pintu, matanya melihat Afnan tengah makan disuapi Nayla."Mas," ucap Afnan spontan dengan mata berkaca - kaca, terlihat sorot rindu dari manik keduanya."Sayang, akhirnya kamu bangun," ucap Arga lalu melangkah bersama Leana dan Leon mendekati brankar Afnan."Mas rindu kamu," kata Arga lalu meraih
73 - Nestapa terguncangDua tahun kemudian ...Seorang pria dengan telaten menyisir rambut istrinya, yang masih terbaring di brankar. Tubuh wanita itu kurus, surainya semakin panjang, tetapi matanya masih betah terpejam selama dua tahun ini."Sayang, kapan kamu membuka mata? aku sangat merindukanmu, anak kita juga," ucapnya pelan, sungguh ia tak sanggup rasanya, saat mendengar perkataan dokter tadi pagi."Apakah kamu tidak menyayangi kami? kenapa tertidur terlalu lama, ini sudah mau dua tahun sayang. Ayo buka matamu," pintanya lagi, lalu mengecup pipi yang tirus itu."Leana, sebentar lagi ulangtahun lho, bersama Leon, ayo bangun kita rayakan bersama," bujuknya menggenggam lengan wanita yang terpasang infus. "Tolonggggg, bangunlah. Kami sangat merindukanmu," bisiknya ditelinga sang istri."Aku salat dulu, ya. Di sini kok sambil menunggu adikmu dan anak kita," ujarnya melangkah ke toilet untuk berwudhu.***"S
72 - KecelakaanNayla tengah berbincang di cafe milik sahabatnya yaitu Zahra, ia sesekali meneguk kopi dengan perlahan. Sebenarnya dia menahan sesuatu terlihat dari wajahnya yang pucat."Duh, kenapa perutku sakit dan mulas ya, pinggangku juga terasa panas," erang Nayla memegang perutnya."Mungkin kamu mau melahirkan, Nay. Ayo kita cepat - cepat ke rumah sakit," ajak Zahra ia lekas membantu sahabatnya berjalan lalu dia antar menggunakan mobilnya."Rasanya semakin sakit, Zah," rengek Nayla, ia bergerak dengan gelisah."Sabar Nay, coba kamu telepon Mbakmu, kasih tau kalau mau lahiran," perintah Zahra, Nayla mengangguk ia segera merogoh tas mencari ponselnya dan menelepon Afnan."Assalamualaikum, Mbak," ucap Nayla sambil menahan rasa sakit yang hilang timbul."Walaikumsalam, ada apa Nay? kok kamu kaya ke sakitan gitu," sahut Afnan khawatir."Sepertinya aku mau lahiran, Mbak. Aku dan Zahra sedang dalam perjalan ke rumah sakit,
71 - kebahagiaanArga menatap puas seseorang yang berada dibalik jeruji besi, ia melangkah lalu mengulas senyum saat Farhan bangkit dan mendekatinya."Lepaskan aku sialan! beraninya kau memasukanku ke sini!," maki Farhan menatap tajam Arga, membuat pria itu terkekeh."Kau pantas disana, dan siap - siap pergi ke pengadilan agar tau selama apa kau tempat ini," kelakar Arga sambil terus memegang perutnya, karena tidak kuat dengan tawanya yang tak berhenti."Aku pergi, tidak ada waktu berurusan denganmu," ucap Arga sinis lalu pergi meninggalkan Farhan yang sangat marah.***Setelah Farhan menjalani persidangan, akhirnya di dijatuhkan hukuman penjara selama sebelas tahun. Faresta tidak bisa membantu sama sekali, karena pengacara yang dibawa Anisa dan Nayla sangat hebat.Pria itu sudah dikawal oleh polisi saat mendekati Anisa yang tengah menggendong Haidar, ia mengulas senyum."Selamat kau menang, Anisa," ujar Farhan menatap Haid
BAB 70MEMINTA RESTUDavid berjalan ke ruangan CEO, untuk bertemu Arga. Melangkah dengan santai, lalu membuka pintu tanpa mengetuk pintu, membuat Arga yang tengah fokus kesal karena terganggu."Awas jika membawa berita tidak penting," ancam Arga menaruh berkas di meja, ia menatap kesal ke arah David yang sudah dihadapannya."Kau harus menaikan gajiku," ucap David sombong, lalu menarik kursi untuk di duduki."Cepatlah katakan! aku ingin segera menyelesaikan pekerjaanku," seru Arga."Farhan sudah ditangkap, dia sekarang di kantor polisi," kata David membuat bibir Arga melengkung membentuk senyuman."Baguslah, nanti kutranfer uangmu, sebagai hadiah," ujar Arga membuat David langsung tersenyum."Terimakasih, Bro. Sekalian kasih gue cuti dong," ucap David senang."Nanti, bantu aku mengerjakan ini semua. Baru kuberi cuti beberapa hari," seru Arga, David mengangguk semangat."Nanti aku bantu, agar cepat selesai." Dav