"Ayo kita mandi bareng, Jihan!" seru Ilham lalu dengan cepat, menggendong tubuh telanjang Jihan ke dalam kamar mandi."Ilham! Kamu mau ngapain! Nanti kita kena macet jika makin lama pulang ke Jakarta!" sergah Jihan kepada pria itu."Hanya sebentar kok, Sayang! Please! Aku masih menginginkan mu!" Lalu dengan cepat Ilham meletakkan tubuh Jihan ke dalam bathtub. Pemuda itu lalu memutar kran sehingga air hangat mulai terisi dalam bathtub itu, kemudian Ilham ikut masuk ke dalamnya. "Ih! Ilham geli!" seru Jihan saat jari-jari lihai milih pria itu mulai bermain di kedua bukit kembar miliknya.Pucuk dua aset pribadi milik Jihan yang begitu besar dan padat khas bukit kembar milik wanita yang masih perawan sungguh membuat hasrat Ilham semakin membara.Puas memilin-milin ujung pink kecoklatan milik Jihan. Sekarang giliran lidah Ilham yang begitu lincah mulai melakukan bagiannya di pucuk bukit kembar Jihan."Ah ... Ssssshh," desis Jihan tak sanggup menahan gelojak membara yang berasal dari dala
"He-he-he! Kan semuanya kulakukan demi untuk menyenangkan mu, Sayang!" seru Ilham sambil tersenyum kecut."Makanya, Lo jangan asal bunyi kalau ngomong! Sok bijak tapi nggak ngaca!" sahut Jihan kesal."Ayo kita balik ke Jakarta! Ini sudah malam! Lo tahu kan, bagaimana Paman Kumar akan selalu marah jika gue pulang telat?" tukas Jihan lagi."Ya sudah, kalau begitu kita pulang sekarang."Ilham segera melangkah menuju ke arah motornya berada. Mereka pun meninggalkan Puncak Bogor yang penuh kenangan itu. Sepanjang perjalanan menuju Jakarta, Keduanya pun menyusun rencana, hal-hal apa saja yang dilakukan oleh Jihan untuk menguras harta Tante Irawati."Pokoknya, Lo jangan lupa tahap-tahap yang gue katakan barusan!" seru Ilham kepada Jihan.Saat ini keduanya masih berada di atas motor yang sedang disetir oleh ilham. Sebentar lagi mereka akan sampai, dalam beberapa menit kedepan."Beres, Ilham. Thanks banget atas saran dan bantuan Lo. Jika rencana ini berhasil. Gue akan sangat berterima kasih d
"Bu ... Ibu jangan asal menuduh begitu! Tidak mungkin aku dan Mas Kumar mencuri perhiasan Ibu. Aku juga punya banyak perhiasan dari kedua orangtuaku!" ujar Tante Nini, tidak terima dituduh oleh ibu mertuanya."Ya ampun, Nini! Sombong sekali kamu bicaranya!" tegur Tante Irawati."Saya bukannya sombong, Mbak. Tapi saya mengatakan yang sebenarnya. Lagian bisa-bisanya Jihan menemukan perhiasaan ibu di dalam lemari kami. Jangan-jangan Jihan yang mencurinya!" seru Tante Nini tajam."Apa?" kaget Tante Irawati dan Nenek Omas.Seketika raut wajah Jihan berubah pucat pasi. Akan tetapi dia mencoba untuk kembali menguasai dirinya. Seraya berkata,"Ya ampun, Tante Nini! Jangan sembarang bicara, jika tidak ada bukti! Saya seharian berada di pasar bersama Tante Irawati," tegas Jihan kepada semua orang yang ada di ruangan itu, yang sedang menatap ke arahnya dengan penuh selidik."Benar kata Jihan. Dia seharian bersamaku di pasar. Jangan menuduhnya sembarangan! Itu tidak baik! Apalagi kami sedang meng
Hujan rintik-rintik yang membasahi Kota Jakarta sore itu, ikut mengantarkan Tante Nini dan bayi yang masih berada di dalam kandungannya menuju ke tempat peristirahatan mereka yang terakhir.Acara pemakaman baru saja selesai. Para pelayat dan keluarga mulai meninggalkan area pekuburan itu. Paman Kumar, Tante Irawati, dan Nenek Omas terlihat sangat sedih. Semua orang merasakan kesedihan yang mendalam karena kepergian Tante Nini untuk selamanya. Namun berbeda dengan Jihan yang sama sekali tidak menunjukkan ekspresi sedih ataupun kehilangan.Yang ada di pikiran nya saat ini yaitu bagaimana caranya dia secepatnya menduplikat kunci lemari dari Tante Irawati.Gadis itu sudah tak sabar ingin ke luar dari rumah neneknya dan mencoba untuk hidup bebas dan mandiri namun gadis itu memilih untuk menempuh jalan yang salah.Di dalam perjalanan pulang ke rumah, Jihan berboncengan dengan Ilham. Gadis itu malah mengajak sang pria untuk berkeliling sebentar mencari tukang duplikat kunci."Jihan, apaka
Walaupun kadang kala Nenek Omas, benci dengan sikap menantunya yang menjengkelkan namun dia juga merindukan Nini yang sangat jago memasak.Pupus sudah harapan Nenek Omas untuk memiliki penerus keturunan suaminya. Sungguh tak layak jika dia menanyakan kapan Paman Kumar akan menikah lagi.Sementara di dalam kamar, Tante Irawati mulai menanyakan perihal Om Tomo kepada Jihan. Sangat kelihatan jika sang tante naksir berat kepada laki-laki tua itu."Cih! Dasar Irawati, perawan tua! Nggak ngaku saja kepada Om Tomo, jika dia menyukainya!" ketus Jihan dalam hati."Tante ngapain nanyain tentang Om Tomo? Tante naksir kepadanya?" ujar Jihan jengkel dengan sikap sang tante yang malu-malu tapi mau banget."Yeh ... enak saja kamu mau nuduh-nuduh segala! Tante hanya sekedar menanyakan. Tak lebih dari itu. Lagian umur tante sudah tua, tidak memikirkan tentang pasangan lagi," ujar sang tante lalu membalikkan badannya membelakangi Jihan."Lebih baik kita tidur, hari sudah malam. Besok kita harus lebih c
Beberapa jam yang lalu di rumah Bu Narti,Ilham dengan hati berdebar membuka pintu lemari ibunya, mencari perhiasan yang bisa dijual untuk mendanai kencannya dengan Jihan nanti sore. Matanya terpaku pada sebuah gelang emas yang sangat berkilau yang tersembunyi di antara barang-barang ibunya. Tanpa ragu, dia mengambilnya dan menyimpannya dalam tasnya. Perasaan gelisah bercampur dengan kegembiraan yang tidak tertahankan Ilham rasakan saat ini.Untuk kesekian kalinya, pria itu berhasil mencuri perhiasan ibunya yang akan dia pakai untuk menghabiskan waktu bersama Jihan, wanita favoritnya. Saat tiba di toko perhiasan, Ilham segera mengeluarkan gelang emas itu dari saku celananya.Penjual perhiasan tampak antusias melihat barang tersebut."Pak, saya ingin menjual gelang ini," ujarnya mengawali pembicaraan.Penjual Perhiasan dengan tersenyum, lalu berkata,"Gelang ini sangat indah. Apakah Anda yakin ingin menjualnya?Ilham dengan mantap berkata, "Ya, saya ingin menjualnya.""Baiklah, tun
Ternyata Hendra membawa Jihan di sebuah hotel bintang lima yang ada di daerah Ancol, Jakarta Utara. Pria itu memiliki rencana licik dalam hatinya. Dia harus memiliki Jihan seutuhnya malam ini.Jadi untuk mewujudkan semua keinginannya itu, Hendra sengaja menyiapkan fasilitas super mewah untuk Jihan seorang, hanya demi agar wanita itu terbuai dengan semuanya dan Hendra dapat melakukan niat buruknya."Sayang, ayo kita turun dari mobil," tutur Hendra sesaat setelah mereka sampai di depan hotel mewah itu."Hendra, apa Lo nggak salah mengajak gue ke tempat indah ini?" seru Jihan tak percaya."Aku nggak salah, Sayang! Percuma pacarmu seorang pengusaha muda jika tidak bisa mengajakmu ke hotel ini!" ujar Hendra membanggakan dirinya."Ayo kita segera masuk ke dalam hotel," ajak Hendra kepadanya.Hotel bintang lima yang berlokasi di Ancol ini adalah sebuah mahakarya arsitektur modern yang menggabungkan keindahan alam dengan kemewahan. Begitu Hendra dan Jihan memasuki lobi, mereka disambut oleh a
"Eh, Hai! Haikal, Dulah! Apa kabar kalian?" ucap Jihan nakal sambil mulai membelai setiap dada pria-pria yang ada di hadapannya saat ini."Wow! Kamu sangat panas Jihan!" seru Dulah lalu mencoba mencium bibir gadis itu sesuka hatinya. Haikal tak mau kalah, dengan cepat dia meremas kedua bokong Jihan yang terasa montok di kedua tangannya. Pria itu juga ingin mencium bibir Jihan secara cuma-cuma. Namun sebelum permainan para pria itu semakin ganas, Hendra malah menarik tubuh Jihan untuk menjauh dari kedua lelaki yang ingin menggoda Jihan."Kalian jangan kurang ajar, ya! Jihan hanya milik gue malam ini!" kesal Hendra."Santai, Bro! Calm down! Jihan Adalah pacar gue!" ujar Dulah."Gue juga pacar Jihan!" sergah Haikal tak mau kalah."Woi! Kalian berdua jangan gila, ya! Gue adalah pacar Jihan yang sesungguhnya!" kesal Hendra kepada Dulah dan Haikal.Ketiga pria itu yang awalnya berteman baik dan saling mendukung. Namun karena memperebutkan Jihan seorang, sepertinya mulai terjadi keteganga