Share

BAB. 4 Bagai Parfum Isi Ulang, Wangi Tapi Palsu

Jihan pun segera ke luar dari kamarnya, lalu melangkah menuju ke dalam kamar utama. Wajahnya terlihat sedikit khawatir. Butiran-butiran keringat mulai berjatuhan dari kedua pelipisnya.

"Sial! Apa yang harus ku lakukan sekarang? Dasar bajingan kau Ningsih!" marahnya dalam hati.

Jihan pun mulai mendekati meja rias ibunya. Untuk mencari sesuatu yang dapat dirinya jadikan bukti, jika dia tak bersalah sama sekali.

Senyum penuh kelicikan tergambar sempurna di raut wajahnya karena Jihan telah menemukan apa yang dirinya cari-cari dari tadi.

"Ha-ha-ha! Ternyata keberuntungan masih bepihak kepadaku!" senangnya dalam hati.

Jihan lalu melangkah kembali ke dalam kamarnya sambil membawa botol parfum yang sama dengan botol parfum yang ada pada maid Ningsih.

Tentu saja dengan mudah Jihan menemukan parfum yang sama persis seperti yang dipakai oleh Nyonya Lisda. Karena parfum itu memang yang dirinya curi dari kamar sang ibu.

Jihan segera menyodorkan parfum itu di hadapan Maid Ningsih.

"Ini botol parfumnya, Maid. Tolong periksa sendiri," serunya dengan wajah tenang.

"Parfum ini wanginya sama persis," ucap Ningsih.

"Apakah Anda masih menuduh saya, Maid? Jelas-jelas bukan saya yang mencuri barang-barang pribadi milik Anda. Akan tetapi Mama yang melakukannya!" tegas Jihan penuh semangat.

"Tidak mungkin Nyonya Lisda melakukan itu!" bela Maid Ningsih.

"Lho, kenapa menjadi tidak mungkin? Mama akan bercerai dengan Papa. Pasti Mama membutuhkan uang yang banyak untuk biayai perceraiannya!" Jihan terus saja menyudutkan ibu kandungnya, dan berharap Maid Ningsih peraya dengan semua bulannya.

Akan tetapi Maid Ningsih tidaklah bodoh. Malah dia semakin yakin jika Jihan lah yang mencuri barang-barang berharganya.

Air matanya kembali mengalir menatap wajah tanpa dosa yang dari tadi ditampilkan oleh Jihan.

"Nona Jihan sangat lihai bersandiwara. Ternyata dia memang benar-benar pembohong dan pencuri ulung! Yang bersembunyi di balik wajah lugunya!" Maid Ningsih pun memberikan penilaian buruk terhadap Jihan.

Maid Ningsih tak habis pikir dengan tingkah Jihan tersebut. Sang art terus saja menangis dan mencoba membujuk Jihan untuk mengembalikan barang-barang miliknya yang telah hilang. Namun gadis itu tetap bersikeras jika bukan dirinya yang mencuri.

Lalu tiba-tiba ponsel Maid Ningsih berdering, pertanda ada panggilan telepon yang masuk di ponselnya. Dia pun segera mengangkatnya. Ternyata telepon itu berasal dari kampung. Yang mengabarkan jika anaknya baru saja dilarikan ke rumah sakit karena demam tinggi.

Hati Maid semakin hancur mendengar jika anaknya harus dirawat di rumah sakit.

"Nona, sepetinya saya harus pulang kampung dengan segera," tuturnya sedih.

"Lho ... memangnya kenapa, Maid?" tanya Jihan pura-pura prihatin.

"Anak saya dirawat di rumah sakit. Saya permisi dulu, Non. Mau bersiap-siap," serunya lagi. Lalu buru-buru ke luar dari kamar Jihan.

Seketika gadis itu tersenyum puas.

"Keberuntungan benar-benar telah bernaung kepada diriku. Tanpa ku usir. Maid Ningsih malah pergi dengan sendirinya!" sorak Jihan dalam hatinya.

Setelah merapikan semua pakaiannya di dalam dua koper besar. Maid Ningsih pun mulai ke luar dari dalam rumah megah itu. Sebelum naik ke dalam taksi yang akan membawa ke stasiun kereta api, sekali lagi Ningsih memandang rumah mewah itu.

Begitu banyak kenangan tercipta sejak dirinya mulai merantau ke ibu kota Jakarta sampai saat ini, begitu banyak kenangan tercipta di rumah megah itu.

Semua berakhir tragis. Jihan telah mencuri semua hasil kerja kerasnya selama bekerja di Jakarta. Hati Ningsih sangat sakit saat ini. Namun dirinya tidak ada bukti untuk mengusut lebih lanjut jika Jihan yang mencuri perhiasan dan uangnya.

"Nona Jihan, hanya Tuhan yang tahu jika kamu adalah pencuri yang sesungguhnya. Cepat atau lambat kebenaran akan terungkap! Kamu pasti akan mendapatkan ganjaran yang setimpal atas semua perbuatan jahatmu! Karena karma itu nyata!" tangisnya dalam hati.

Ningsih pun masuk ke dalam taksi itu yang mulai melaju meninggalkan rumah majikannya.

Ternyata Jihan mengintip kepergian Maid Ningsih dari jendela kamarnya. Setelah mengetahui jika taksi yang membawa sang art telah pergi jauh. Gadis itu pun mulai bersorak kegirangan saat ini.

"Hore! Hore! Hore! Akhirnya aku bebas! Aku jadi kaya mendadak!" teriaknya senang sambil mulai melompat-lompat di atas kasurnya.

Lalu Jihan mengeluarkan perhiasan dan uang yang dirinya curi dari Maid Ningsih kemudian memindahkannya ke dalam sebuah tas kecil.

Gadis itu berencana menjual beberapa perhiasan itu lalu mentraktir kedua temannya.

Fabi dan Salma, kedua sahabat Jihan baru saja sampai di sebuah restoran yang ada di dalam mall di bilangan Jakarta Selatan.

"Fabi, Lo dihubungi Si Jihan juga?" tanya Salma penasaran.

"Tentu, dong! Mana mau gue rugi!" serunya sambil mulai mengisap rokok elektrik miliknya.

Salma juga melakukan hal yang sama, gadis itu terlihat beberapa kali mengisap rokok elektrik. Sepertinya kedua gadis ini telah mahir dalam merokok.

"Yang gue dengar dari teman gue yang sekelas dengan Jihan. Dia kena sanksi berat dari sekolah karena ketahuan mencuri! Jangan-jangan uang untuk mentraktrik kita sore ini dari uang hasil Jihan mencuri!" tukas Salma.

"Ya biarin saja. Itu dosanya, kan Jihan yang mengajak kita nongkrong!" seru Fabi.

"He-he-he! Iya juga, sih." ujar Salma.

"Lagian ya, kita kan hanya berpura-pura berteman dengan Jihan! Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan!" Fabi berucap sejujurnya. Karena mereka berdua memang hanya berpura-pura untuk menjadi temannya.

"Setuju banget, Fabi! Gue juga mana sudi berteman sama pencuri kayak dia. Bisa-bisa kita ikut terkontaminasi dengan kelakuannya yang sangat bobrok itu!" Salma mengatakan semua itu dengan penuh cibiran yang mengarah kepada Jihan.

Tenyata keduanya hanya berpura-pura berteman dengan Jihan karena gadis itu suka mentraktir mereka barang-barang mewah. Padahal semuanya berasal dari perbuatan Jihan yang mencuri barang milik orang lain.

"Salma, hati-hati dompet Lo nanti isinya bisa dicuri sama Jihan, Si panjang tangan!" sergah Fabi.

"Ih ... dompet Lo juga kali, Fabi! Bisa-bisa berpindah tempat kepada pencuri ulung! Mukanya aja cantik. Tapi kelakuan kayak nenek sihir!"

"Ha-ha-ha!" Tawa keduanya memenuhi restoran itu, untung saja pengunjungnya hanya mereka berdua.

"Ibaratnya omongan SiJihan itu, kayak parfum isi ulang." seru Salma.

"Kok jadi parfum isi ulang, sih?"

"Yeh ... masa Lo nggak tahu?"

Fabi segera menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda dirinya memang tidak tahu.

"Dengerin ya, baik-baik. Semua yang ada pada sosok Jihan itu seperti parfum isi ulang. Wangi tapi palsu! Ha-ha-ha-ha!" Keduanya kembali tertawa.

Mereka tak henti-hentinya menghina Jihan dan kebodohannya karena telah diperalat oleh keduanya.

Jihan sama sekali tidak tahu jika dirinya hanya sedang membeli pertemanan bersama Salma dan Fabi. Yang pada kenyataannya, kedua gadis itu tidak pernah mau untuk menjadi temannya. Karena telah mengetahui semua keburukan sikap dan tingkah Jihan selama ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status