Maid Ningsih ke luar dari kamarnya menuju ke ruang makan. Dia pun duduk di hadapan Jihan sambil masih menangis tersedu-sedu sambil menatap ke arah anak majikannya itu.
Tanpa ekspresi, dan tanpa rasa kasihan sedikit pun. Jihan terus melanjutkan makannya. Gadis itu tidak peduli dengan Maid Ningsih yang sedang menangis di depannya.Sementara Maid Ningsih masih mencoba membaca raut muka Jihan yang tidak menunjukkan apa pun saat ini. Kecuali dirinya yang sedang asyik menyantap makan siangnya."Apakah benar Nona Jihan yang mencuri perhiasan dan uangku? Tapi wajahnya kok sangat tenang begitu? Seperti tidak terjadi apa-apa saat ini. Ataukah Nona Jihan sedang berpura-pura saat ini?" gumam Ningsih curiga di dalam hatinya."Tapi kok Nona Jihan tidak menanyakan kenapa aku bisa menangis? Apakah dia sudah tahu semua?" Ningsih dibuat bingung dengan sikap Jihan yang seolah-olah tidak berempati dengannya."Tapi kenapa hatiku sangat yakin jika dia yang mencuri perhiasan dan uangku?" sedihnya dalam hati."Jika memang benar Nona Jihan yang mencurinya, tega sekali dia! Aku telah bekerja bertahun-tahun di rumah ini dan mengabdi dengan baik. Dia kok jadi tega mencurangi aku?" Maid Ningsih terlihat menghela napasnya panjang."Sepertinya aku harus menanyakannya langsung kepada Nona Jihan. Dari pada aku terus menduga-duga," gumamnya dalam hati."Nona Jihan, maaf. Saya ingin menanyakan sesuatu kepada Anda," ujarnya mengawali pembicaraan."Mau nanya apa, Maid? Buruan ya, setelah ini saya mau les piano." sahut Jihan memberi alasan.Padahal gadis itu tidak ada les apa pun lagi. Kedua orang tuanya sudah lama tidak membiayai dirinya."Begini, Non ...." Lalu Maid Ningsih mengatakan kepada Jihan jika dirinya kehilangan uang dan beberapa perhiasan miliknya. Sang maid menceritakan semuanya dengan berlinang air mata."Apakah Maid sudah mencarinya benar-benar?" sahut Jihan dengan sikap yang sangat tenang."Sudah, Nona. Tapi saya tidak menemukannya.""Cari lagi deh, Maid. Siapa tahu terselip di dalam lemari," ujar Jihan masih dengan wajah datar tanpa ekspresi.Kecurigaan Maid Ningsih kepada Jihan semakin besar. Sang nona terlihat biasa saja dan tidak ada rasa panik sedikit pun. Seolah-olah dia telah mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya."Saya sudah mencarinya berkali-kali, Nona. Tapi saya tetap tidak menemukannya." Ningsih semakin sedih.Lalu masih dengan wajah tenang. Jihan kemudian berkata,"Tunggu sebentar ya, Maid. Aku habiskan dulu makananku. Setelah itu aku akan membantu mu untuk mencari benda-benda yang hilang itu. Oh ya, kenapa kamu tidak makan dulu, Maid? Nanti perutmu bisa lapar." Jihan malah menyuruh sang maid."Ya ampun, Nona. Tidak mungkin saya bisa makan dalam situasi seperti ini. Saya tidak berselera untuk makan sedikit pun," ucap Ningsih masih dengan wajah penuh air mata.Bagaimana tidak, jika ditotalkan perhiasan dan uangnya yang hilang bisa mencapai angka puluhan juta rupiah. Akan tetapi raip seketika tanpa bekas sedikit pun.Seperti janjinya tadi, setelah selesai makan Jihan pun mulai membantu Maid Ningsih untuk mencari barang-barangnya yang hilang.Saat ini keduanya sedang mencari di setiap sudut di dalam lemari dan kamar itu. Namun mereka tidak menemukan apa pun. Tentu saja memang tidak ada di dalam kamar Maid Ningsih. Karena Jihan telah mencurinya dan menyimpannya di dalam kamar. Sungguh gadis itu sangat pintar bersandiwara saat ini.Dengan wajah pura-pura lelah, Jihan pun berkata,"Maid, kita sudah mencari ke mana pun. Tapi kita tidak tanda-tanda keberadaan barang-barang yang hilang itu," seru Jihan setenang mungkin."Berarti memang benar! Perhiasan dan uang tunai milik saya, telah dicuri oleh seseorang!" teriaknya sambil menangis."Entah siapa yang tega mencuri semua itu. Padahal perhiasan dan uang yang hilang tersebut adalah hasil keringat dan jerih lelahku saat mulai pertama kali bekerja di Jakarta sampai saat ini!" jerit Maid Ningsih tak tertahankan.Jihan tetap tenang. Dia malah sibuk merapikan kembali isi lemari yang telah berantakan."Nona, kita hanya berdua saja di dalam rumah ini. Tolong Anda jujur saja. Apakah Anda yang telah mengambilnya?" selidik Maid Ningsih.Jihan bukannya marah kepada sang art. Dia malah dengan lembut berkata,"Jadi Anda menuduh saya, Maid?""Maaf, Nona. Tapi memang itu kenyataannya." Maid Ningsih tetap teguh kepada pendiriannya."Nona, please. Tolong kembalikan uang dan perhiasan itu. Semuanya berguna untuk pengobatan anak saya yang sedang sakit di kampung sana.""Maid Ningsih, Anda jangan asal menuduh sembarangan. Anda tahu sendiri saya ngapain saja dari tadi! Lagian di rumah ini juga ada Mama dan Papa kan, tadinya? Saya baru-baru saja pulang dari sekolah. Anda jangan asal menuduh saya!" tegasnya dengan mimik wajah menakutkan."Tidak mungkin Tuan atau Nyonya yang melakukannya," sergah Ningsih."Baiklah kalau begitu, jika Anda terus saja menuduh saya. Ayo kita kekamar pribadiku," tantang Jihan."Baiklah, Nona. Saya akan memeriksa kamar Anda.""Ya, silakan Maid." Jihan tetap tenang dengan wajah tanpa dosa. Padahal dirinya pencuri ulung yang sesungguhnya.Mereka pun melangkah menuju ke arah kamar Jihan.Sesampai di dalam kamarnya, gadis itu lalu mempersilakan Maid Ningsih untuk mencari di segala sudut di dalam kamar itu.Hampir satu jam berlalu, Maid Ningsih menggeledah kamar Jihan. Namun tak satu pun barang-barang pribadinya, dirinya temukan di dalam kamar gadis itu.Akan tetapi wangi parfum yang sama dengan wangi parfum yang menempel di lemarinya, aromanya sama dengan yang Ningsih hirup saat ini."Ternyata memang benar, Nona Jihan yang mencuri perhiasan dan uang milikku. Tapi aku tidak punya bukti untuk membongkar kebusukannya! Apakah yang harus ku lakukan Tuhan? Apakah aku merelakannya saja?" Perang batin mulai melanda Ningsih saat ini.Dia pun kembali angkat bicara, sambil memegang botol parfum itu di tangannya."Nona Jihan. Ini parfum Anda, bukan?""Yap, itu parfum milik saya. Mama yang memberikannya kepada saya beberapa waktu yang lalu, memangnya ada apa Maid?""Nona tolong jujur saja, Anda kan yang telah mengambil perhiasan dan uang saya?""Lho, Maid. Kenapa Anda masih ngotot juga menuduh saya? Bukannya Anda telah selesai menggeledah kamar saya? Anda tidak menemukan apa-apa kan?""Nona Jihan maafkan saya, tapi wangi parfum ini juga terdapat di lemari saya, dan baunya sangat menyengat! Jujurlah Nona! Kenapa Anda tidak pernah berubah! Sejak kecil saya telah mengurus Anda! Dari dulu memang Anda sangat hobi mencuri! Saya pikir setelah Anda dewasa seperti sekarang ini, Anda bisa berubah! Ternyata tidak!""Maid Ningsih! Bisa-bisanya Anda menuduh saya mencuri barang-barang Anda, ya? Asal Anda tahu, Mama Lisda juga memakai parfum yang sama dengan yang saya pakai! Tunggu sebentar, saya akan menunjukkannya kepada Anda!"Jihan pun segera ke luar dari kamarnya, lalu melangkah menuju ke dalam kamar utama. Wajahnya terlihat sedikit khawatir. Butiran-butiran keringat mulai berjatuhan dari kedua pelipisnya."Sial! Apa yang harus ku lakukan sekarang? Dasar bajingan kau Ningsih!" marahnya dalam hati.Jihan pun mulai mendekati meja rias ibunya. Untuk mencari sesuatu yang dapat dirinya jadikan bukti, jika dia tak bersalah sama sekali. Senyum penuh kelicikan tergambar sempurna di raut wajahnya karena Jihan telah menemukan apa yang dirinya cari-cari dari tadi."Ha-ha-ha! Ternyata keberuntungan masih bepihak kepadaku!" senangnya dalam hati.Jihan lalu melangkah kembali ke dalam kamarnya sambil membawa botol parfum yang sama dengan botol parfum yang ada pada maid Ningsih.Tentu saja dengan mudah Jihan menemukan parfum yang sama persis seperti yang dipakai oleh Nyonya Lisda. Karena parfum itu memang yang dirinya curi dari kamar sang ibu.Jihan segera menyodorkan parfum itu di hadapan Maid Ningsih."Ini botol parfu
"Hai semuanya! Sudah lama nungguin gue?" celutuk Jihan yang baru saja datang."Tumben lama." tukas Fabi."Sorry jalanan macet!" Lalu Jihan pun mulai mengarang cerita indah yang tentu saja semua adalah kebohongan semata."Jihan, kita nongkrong di mana hari ini?" Salma mulai memancing Jihan.Keduanya saling mengirim kode rahasia antara dirinya dan Fabi. Hari ini mereka berencana untuk membuat Jihan jatuh miskin. Karena baik Salma maupun Fabi telah mendapat aduan dari salah seorang teman sekelasnya, jika Jihan telah mencuri semua barang-barang temannya dan tidak mau mengakui perbuatannya."Hari ini, gue traktir kalian sepuasnya! Makanlah sesuka hati kalian. Setelah itu kita shopping!" seru Jihan antusias."Yeah! Hore! Jihan is the best!" ujar Salma."Jihan memang keren!" Fabi juga turut memuji gadis itu. Walaupun semuanya hanya lah kepalsuan semata.Kemudian kedua gadis tersebut memesan menu yang paling mahal di restoran itu padahal mereka baru saja makan tadi.Fabi dan Salma sengaja mel
Jihan mulai melangkah menjauhi tokoh perhiasan itu. Kemudian dia berjalan lagi mengitari mall besar tersebut untuk mencari toko perhiasan lainnya yang mau membeli beberapa barang berharga hasil curiannya dari Maid Ningsih.Setelah berkeliling lama, akhirnya, Jihan menemukan toko perhiasan di dalam mall yang mau membeli semua perhiasan itu. "Nona, apakah benar semua perhiasan ini milik ibu Anda yang telah lama meninggal?" tanya salah seorang karyawan toko perhiasan tersebut."Iya, Mbak. Masa saya bohong? Saya adalah anak yatim piatu, orang tua saya telah lama meninggal. Saya menjual semua perhiasan ini, untuk biaya sekolah saya, Mbak. Minggu depan ujian tengah semester akan dimulai di sekolahan, jadi semua siswa diwajibkan untuk melunasi semua tunggakkan yang berhubungan dengan biaya sekolah." Jihan menceritakan semua bualannya untuk membuat para karyawan toko perhiasan itu, berbelas kasihan kepadanya. Bahkan dengan sengaja sang gadis mengatakan jika kedua orang tuanya telah lama men
Jihan baru saja sampai di depan rumahnya. Namun alangkah terkejutnya dia saat melihat beberapa orang berseragam salah satu bank, ditemani oleh pihak berwajib yang berjumlah lima orang sedang melakukan penyegelan di rumahnya.Beberapa tetangga terlihat juga ikut menonton aksi dari pihak bank. Untung saja Jihan sedang memakai topi sehingga wajahnya tidak kelihatan.Karena takut ketahuan dan diminta pertanggungjawaban kepadanya, Jihan pun mulai meninggalkan tempat itu.Samar-samar dia dapat mendengar dari omongan orang yang berkerumun di situ. jika rumahnya disita karena kedua orang tuanya tidak sanggup lagi membayar cicilan untuk melunasi utang-utang mereka di bank.Setelah agak jauh dari rumahnya. Jihan pun berteduh di sebuah halte bis. Dia lalu merogoh sakunya untuk memeriksa berapa lagi uang yang tersisa kepadanya. Ternyata tinggal dua ribu rupiah."Sial! Gue benar-benar apes sekarang!" kesalnya dalam hati."Apa yang harus gue lakukan sekarang?" Jihan pun menjadi bingung sendiri.La
"Kumar, cukup! Kamu jangan memukulinya lagi!" tegur Tante Irawati, yang juga merupakan saudara kandung dari Paman Kumar.Sementara Mama Lisda hanya melihat saja saat anak kandungnya dipukuli oleh adiknya. Demikian halnya dengan Papa Raka yang juga tidak memberi komentar apapun saat melihat Jihan babak belur karena dipukuli oleh adik iparnya.Kedua orang tua Jihan telah tahu betul bagaimana tabiat sang anak yang suka mencuri dan pintar berbohong. Jadi bagi mereka, hal itu sudah biasa. Bahkan mereka terlihat senang saat Jihan ketahuan mencuri. Biar dia kapok dan malu.Namun Paman Kumar tidak mempedulikan perkataan kakaknya. Dia terus menendang Jihan.Melihat cucunya yang terus menjerit kesakitan, Nenek Omas segera berkata, "Nini! Tegur suamimu! Apakah kalian mau masuk penjara jika Jihan mati karena dipukuli oleh Kumar?" Mendengar ucapan sang ibu mertua, membuat Nini segera menegur suaminya untuk menghentikan aksinya yang sedang memukuli Jihan.Paman Kumar segera berhenti memukuli Jiha
"Apa? Nenek yang akan mengurusku? Dengan menyuruh-nyuruhku begitu kah? Tentu saja aku tidak mau!" Lagi-lagi Jihan menggerutu di dalam hatinya."Aku harus mencari cara untuk ke luar secepatnya dari rumah ini! Tapi aku harus mengumpulkan modal dulu!" Berbagai rencana-rencana jahat mulai berseliweran di dalam pikiran Jihan saat ini.Setelah mendapatkan pakaian baru dari Tante Nini. Jihan pun disuruh mandi dan membersihkan dirinya oleh Tante Irawati.Selama tinggal di rumah sang nenek. Jihan akan tinggal satu kamar dengan Tante Irawati yang masih terlihat sendiri tanpa pasangan, karena memutuskan untuk tidak menikah sampai akhir hayatnya. Setelah selesai mandi, Jihan pun memilih duduk di teras rumah neneknya sambil kembali menghubungi Salma dan Fabi. Namun kedua temannya itu malah telah memblokir nomor ponselnya.Jihan dan Fabi kok jadi berubah begini, sih? Kesambet apa mereka?" kesalnya dalam hati.Lalu Jihan pun mulai mencoba membuka media sosial miliknya dan melihat jika banyak pember
"Makanya kasi tahu gue, berapa." Ilham malah menantang Jihan.Mendengar ucapan sang pria, Jihan pun mulai melangkah mendekati Ilham seraya berkata,"Jika Lo mau menikmati tubuh suci gue, setidaknya Lo sediakan uang sebesar lima ratus juta!""Apa? Nggak salah Lo, Jihan? Busyet ... mahal amat Lo?""Iya, dong! Gue masih ting-ting Ilham! Sudah ah! Gue cabut dulu! Lo kebanyakan bacot!" seru Jihan lalu benar-benar pergi dari hadapan sang pria."Parah banget Jihan! Mahal banget tarifnya!" tutur Ilham kecewa."Dari mana gue mendapatkan uang sebanyak itu? Jika semua perhiasan ibu gue jual, masih belum cukup untuk membeli tubuh Jihan!" ujarnya kesal dalam hati."Gue harus jadi orang pertama yang mencicipi tubuh Jihan!" ucap Ilham dari kesungguhan hatinya.Jihan pun tiba di rumah sang nenek. Semua orang terlihat sedang duduk di ruang makan. Ternyata hari sudah gelap dan waktunya makan malam telah tiba."Dari mana kamu!" tegur Paman Kumar kepada sang keponakan. "Saya baru dari warung Bu Narti, P
Tak berapa lama, Tante Irawati mulai sibuk mempersiapkan pesanan dari Ilham. Kebetulan warung pun mulai sepi.Pria itu tersenyum penuh misteri."Ini waktu yang tepat bagi ku untuk mendekati Jihan," gumamnya senang dalam hatinya.Pria itu pun mulai mendekati Jihan yang sedang pura-pura sibuk."Hai Jihan, apa kabar? Gue butuh Lo untuk memanjangkan senjata gue! Bagaimana cantik?" seru Ilham sambil menggoyang-goyangkan sebuah kalung milik ibunya tepat di depan gadis itu.Jihan yang dari tadi sok sibuk. Mulai terusik dengan kedatangan Ilham yang mencoba untuk merayunya saat ini.Sang gadis segera menatap Ilham dengan sangat tajam."Hei! Idiot! Lo ngapain ke sini?" kesal Jihan."Omongan Lo kok kasar banget, Jihan? Gue ke sini di suruh ibu gue untuk belanja. Lo kok jadi sewot begitu?" Ilham sangat kaget dengan perkataan Jihan yang begitu kasar kepadanya."Sepertinya Jihan harus gue beri pelajaran agar dia bisa lebih sopan sama gue!" tekad Ilham dalam hati."Suka-suka guelah! Lagian ngapain L