Share

BAB. 3 Dasar Pencuri Ulung

Maid Ningsih ke luar dari kamarnya menuju ke ruang makan. Dia pun duduk di hadapan Jihan sambil masih menangis tersedu-sedu sambil menatap ke arah anak majikannya itu.

Tanpa ekspresi, dan tanpa rasa kasihan sedikit pun. Jihan terus melanjutkan makannya. Gadis itu tidak peduli dengan Maid Ningsih yang sedang menangis di depannya.

Sementara Maid Ningsih masih mencoba membaca raut muka Jihan yang tidak menunjukkan apa pun saat ini. Kecuali dirinya yang sedang asyik menyantap makan siangnya.

"Apakah benar Nona Jihan yang mencuri perhiasan dan uangku? Tapi wajahnya kok sangat tenang begitu? Seperti tidak terjadi apa-apa saat ini. Ataukah Nona Jihan sedang berpura-pura saat ini?" gumam Ningsih curiga di dalam hatinya.

"Tapi kok Nona Jihan tidak menanyakan kenapa aku bisa menangis? Apakah dia sudah tahu semua?" Ningsih dibuat bingung dengan sikap Jihan yang seolah-olah tidak berempati dengannya.

"Tapi kenapa hatiku sangat yakin jika dia yang mencuri perhiasan dan uangku?" sedihnya dalam hati.

"Jika memang benar Nona Jihan yang mencurinya, tega sekali dia! Aku telah bekerja bertahun-tahun di rumah ini dan mengabdi dengan baik. Dia kok jadi tega mencurangi aku?" Maid Ningsih terlihat menghela napasnya panjang.

"Sepertinya aku harus menanyakannya langsung kepada Nona Jihan. Dari pada aku terus menduga-duga," gumamnya dalam hati.

"Nona Jihan, maaf. Saya ingin menanyakan sesuatu kepada Anda," ujarnya mengawali pembicaraan.

"Mau nanya apa, Maid? Buruan ya, setelah ini saya mau les piano." sahut Jihan memberi alasan.

Padahal gadis itu tidak ada les apa pun lagi. Kedua orang tuanya sudah lama tidak membiayai dirinya.

"Begini, Non ...." Lalu Maid Ningsih mengatakan kepada Jihan jika dirinya kehilangan uang dan beberapa perhiasan miliknya. Sang maid menceritakan semuanya dengan berlinang air mata.

"Apakah Maid sudah mencarinya benar-benar?" sahut Jihan dengan sikap yang sangat tenang.

"Sudah, Nona. Tapi saya tidak menemukannya."

"Cari lagi deh, Maid. Siapa tahu terselip di dalam lemari," ujar Jihan masih dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Kecurigaan Maid Ningsih kepada Jihan semakin besar. Sang nona terlihat biasa saja dan tidak ada rasa panik sedikit pun. Seolah-olah dia telah mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Saya sudah mencarinya berkali-kali, Nona. Tapi saya tetap tidak menemukannya." Ningsih semakin sedih.

Lalu masih dengan wajah tenang. Jihan kemudian berkata,

"Tunggu sebentar ya, Maid. Aku habiskan dulu makananku. Setelah itu aku akan membantu mu untuk mencari benda-benda yang hilang itu. Oh ya, kenapa kamu tidak makan dulu, Maid? Nanti perutmu bisa lapar." Jihan malah menyuruh sang maid.

"Ya ampun, Nona. Tidak mungkin saya bisa makan dalam situasi seperti ini. Saya tidak berselera untuk makan sedikit pun," ucap Ningsih masih dengan wajah penuh air mata.

Bagaimana tidak, jika ditotalkan perhiasan dan uangnya yang hilang bisa mencapai angka puluhan juta rupiah. Akan tetapi raip seketika tanpa bekas sedikit pun.

Seperti janjinya tadi, setelah selesai makan Jihan pun mulai membantu Maid Ningsih untuk mencari barang-barangnya yang hilang.

Saat ini keduanya sedang mencari di setiap sudut di dalam lemari dan kamar itu. Namun mereka tidak menemukan apa pun. Tentu saja memang tidak ada di dalam kamar Maid Ningsih. Karena Jihan telah mencurinya dan menyimpannya di dalam kamar. Sungguh gadis itu sangat pintar bersandiwara saat ini.

Dengan wajah pura-pura lelah, Jihan pun berkata,

"Maid, kita sudah mencari ke mana pun. Tapi kita tidak tanda-tanda keberadaan barang-barang yang hilang itu," seru Jihan setenang mungkin.

"Berarti memang benar! Perhiasan dan uang tunai milik saya, telah dicuri oleh seseorang!" teriaknya sambil menangis.

"Entah siapa yang tega mencuri semua itu. Padahal perhiasan dan uang yang hilang tersebut adalah hasil keringat dan jerih lelahku saat mulai pertama kali bekerja di Jakarta sampai saat ini!" jerit Maid Ningsih tak tertahankan.

Jihan tetap tenang. Dia malah sibuk merapikan kembali isi lemari yang telah berantakan.

"Nona, kita hanya berdua saja di dalam rumah ini. Tolong Anda jujur saja. Apakah Anda yang telah mengambilnya?" selidik Maid Ningsih.

Jihan bukannya marah kepada sang art. Dia malah dengan lembut berkata,

"Jadi Anda menuduh saya, Maid?"

"Maaf, Nona. Tapi memang itu kenyataannya." Maid Ningsih tetap teguh kepada pendiriannya.

"Nona, please. Tolong kembalikan uang dan perhiasan itu. Semuanya berguna untuk pengobatan anak saya yang sedang sakit di kampung sana."

"Maid Ningsih, Anda jangan asal menuduh sembarangan. Anda tahu sendiri saya ngapain saja dari tadi! Lagian di rumah ini juga ada Mama dan Papa kan, tadinya? Saya baru-baru saja pulang dari sekolah. Anda jangan asal menuduh saya!" tegasnya dengan mimik wajah menakutkan.

"Tidak mungkin Tuan atau Nyonya yang melakukannya," sergah Ningsih.

"Baiklah kalau begitu, jika Anda terus saja menuduh saya. Ayo kita kekamar pribadiku," tantang Jihan.

"Baiklah, Nona. Saya akan memeriksa kamar Anda."

"Ya, silakan Maid." Jihan tetap tenang dengan wajah tanpa dosa. Padahal dirinya pencuri ulung yang sesungguhnya.

Mereka pun melangkah menuju ke arah kamar Jihan.

Sesampai di dalam kamarnya, gadis itu lalu mempersilakan Maid Ningsih untuk mencari di segala sudut di dalam kamar itu.

Hampir satu jam berlalu, Maid Ningsih menggeledah kamar Jihan. Namun tak satu pun barang-barang pribadinya, dirinya temukan di dalam kamar gadis itu.

Akan tetapi wangi parfum yang sama dengan wangi parfum yang menempel di lemarinya, aromanya sama dengan yang Ningsih hirup saat ini.

"Ternyata memang benar, Nona Jihan yang mencuri perhiasan dan uang milikku. Tapi aku tidak punya bukti untuk membongkar kebusukannya! Apakah yang harus ku lakukan Tuhan? Apakah aku merelakannya saja?" Perang batin mulai melanda Ningsih saat ini.

Dia pun kembali angkat bicara, sambil memegang botol parfum itu di tangannya.

"Nona Jihan. Ini parfum Anda, bukan?"

"Yap, itu parfum milik saya. Mama yang memberikannya kepada saya beberapa waktu yang lalu, memangnya ada apa Maid?"

"Nona tolong jujur saja, Anda kan yang telah mengambil perhiasan dan uang saya?"

"Lho, Maid. Kenapa Anda masih ngotot juga menuduh saya? Bukannya Anda telah selesai menggeledah kamar saya? Anda tidak menemukan apa-apa kan?"

"Nona Jihan maafkan saya, tapi wangi parfum ini juga terdapat di lemari saya, dan baunya sangat menyengat! Jujurlah Nona! Kenapa Anda tidak pernah berubah! Sejak kecil saya telah mengurus Anda! Dari dulu memang Anda sangat hobi mencuri! Saya pikir setelah Anda dewasa seperti sekarang ini, Anda bisa berubah! Ternyata tidak!"

"Maid Ningsih! Bisa-bisanya Anda menuduh saya mencuri barang-barang Anda, ya? Asal Anda tahu, Mama Lisda juga memakai parfum yang sama dengan yang saya pakai! Tunggu sebentar, saya akan menunjukkannya kepada Anda!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status