“Dareen gawat! Qinara masuk rumah sakit. Aku tak yakin dia akan tertolong meski semua biaya berobatnya papi yang bayar.” Suara papi Dareen terdengar di balik ponsel milik pria bertubuh kekar yang duduk di samping Kalila.
Tentunya Kalila mendengar jelas meski Dareen tidak men-loadspeaker ponselnya.
Di dalam mobil sewaan yang sedang dikemudikan supir, mereka berdua dalam kondisi tegang setelah mendengar berita mengejutkan dari Papi Dareen. Di luar dugaan bagi sepasang suami istri yang berharap bisa balik ke hotel dalam suasana so sweet romantic.
Tidak bisa dipungkiri, kondisi di mana dan bagaimana dia, panggilan papinya hukumnya wajib diangkat. Kecuali beberapa hal yang kress, terutama soal perjodohan yang sempat beberapa kali ditolak Dareen.
Bagaimana mungkin Daraen tega menolak panggilan telepon dari seorang pria yang bertubuh gempal dan sudah memutih di kedua sisi rambutnya? Seorang pria tua yang sudah bekerja keras untuk hidupnya.
&ld
“Eh … Eum … Qinara dan Dewa gak di sini. Mereka di Afrika.” Pria itu memegangi jemari istrinya yang dipenuhi pertanyaan di kepalanya.Dia menatap dalam pada sosok lengkung paras Kalila yang membingkai indah dan mulus. Kesempurnaan ciptaan Allah yang tiada bandingannya dengan makhluk lain. Wanita yang menjaga auratnya dan taat akan sangat berharga seperti kerang yang di dalamnya terdapat mutiara mungil cantik.“Maksud Mas?!” Kalila menautkan kedua pelipisnya berusaha menerka maksud suaminya. “Apa yang sebenarnya terjadi? Jelaskan Mas?” Penasaran Kalila yang sedari tadi tertahan di ubun-ubunnya akhirnya keluar juga.“Eh … Eum … ” Dareen bingung harus mulai dari mana.“We have arrived, sir.” Sopir menghentikan mobilnya tepat di depan bibir Gedung hotel yang megah menjulang tinggi.Pandangan Dareen seketika berbinar kala sudah di depan hotel.&l
“Kenapa sayang? Siapa yang …?” tanya Dareen yang tiba – tiba terbangun karena mendengar kabar buruk dari bibir tipis nan berisi milik istrinya.“Maafin nenek, Kalila …” terdengar samar-samar suara isak tangis nenek dari ponsel yang dilekatkan di telinga istrinya.“Nek …” ucapan Kalila menggantung kala nenek mematikan ponselnya.‘Ini gak mungkin. Jadi yang waktu di rumah itu …? Lalu sekarang …? Apa ini karma Qinara? Tapi, kenapa juga nenek harus minta maaf?’ Ribuan pertanyaan menumpuk di kepala wanita itu.Kalila menatap kosong karena masih syok mendengar berita dari neneknya lewat telepon.Sosok adiknya yang begitu dibencinya karena sempat mengacaukan separuh hidupnya. Dengan dalih hamil, dia berhasil membuat perhatian semua orang. Bahkan mama pun tega mendukung rencana jahatnya. Sangat menyakitkan adik dan mama yang disayanginya melakukan hal sepicik itu demi
Dareen menggeser tubuh kekarnya dan duduk menghadap istrinya yang sedari tadi bersandar di ranjang di bawah satu selimut. Dirangkulkanya kedua jemari istrinya dengan mesra sembari menarik napas panjang untuk menghilangkan rasa cemasnya.‘Semoga Kalila gak marah.’ Dareen menelan saliva sekali teguk.“Qinara dan Dewa di Tanzania Afrika, itu sudah direncanakan … sama … Papi.” Dareen sesekali memandang istrinya lalu menunduk. Merasa bersalah.Ada rasa takut yang sekilas menghampiri pria itu jika kejujuran ini terdengar oleh Kalila. Terlebih, sedari tadi wanita di hadapannya ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Namun jika tidak diungkapkan akan lebih menyakitkan bagi istrinya. Akan lebih baik mendengar langsung dari bibirnya meski juga membuat wanita di hadapannya akan tersentak kaget.“Apa?!” Kalila menautkan kedua alisnya dengan mulut menganga seperti ekspresi dugaan Dareen.“Dengarkan s
Entah kenapa, lama-lama perasaannya luluh. Apa karena kelelahan? atau karena suaminya yang membuat dekapannya terasa hangat? Apapun itu, saat ini Kalila hanya ingin menenggelamkan diri dalam pelukan mesra suaminya yang masih dalam satu selimut.Hingga akhirnya tubuh wanita itu terasa berat bersandar dengan kelopak mata terpejam. Kontan Dareen membaringkan istrinya bersamaan dengan dirinya. Menyandarkan lengannya sebagai bantal dan merangkul tubuh langsingnya. Wajah pria itu hanya berjarak kurang dari satu centimeter menatap mesra istrinya yang tengah terlelap.“Lucu banget kamu sayang.” Dareen menahan cekikikannya sembari mengingat eskpresi istrinya yang tadinya penuh emosi, sekarang bisa tenang di pelukannya.Pria itu pun ikut hilang kesadaran entah berapa lama.Tiba-tiba Dareen terbangun kala mendengar suara gemericik air. Tersadar wanita disampingnya sudah tak ada. Pandangannya mengarah ke kamar mandi sambil tersenyum mengingat kejadian tad
Secepat kilat Dareen menahan tangan wanita itu hingga membuat wajah istrinya memanas kala menatap mata elang itu yang tak berkutik. Wajah suaminya kian makin mendekat.“Wanitaku lagi omes nih. Mau aku wujudkan?”Pria benar-benar membuat Kalila seperti terbang tiba-tiba terhempas jatuh ke dasar. Hal yang paling menyebalkan dari karakter seorang Dareen. Cerdasnya dia mampu membuat hati wanitanya yang sedari tadi kegeeran bisa menjadi tak berdaya karena salah tingkah.Kontan wanita itu menyeruduk keras batok kepala suaminya."Argh!" Dareen menjerit kesakitan sembari mengusap kedua pelipisnya."Augh!" jeritnya lagi dengan melangkah mundur. Masih teras cenat cenut efek benturan keras."Mau suamimu amnesia?!" gerutu Dareen dengan bibir mencucu."Mas juga sih. Goda lagi. Nyebelin tau gak. Gak tau tuh, berapa cewek yg trgoda. Oh, itu si Clara kayaknya tergoda tuh.ck." Cerocos Kalila mencebik kesal kala tiba-tiba terlintas di otakn
Terlihat seorang wanita tak sadarkan diri tergeletak tepat di depan mobil sewaan mereka. Kontan Kalila mendekati wanita itu dan menggoyangkan lengannya. Namun dia masih tak sadarkan diri.“Hey … Wake up!" Kali mengangkat kepala wanita itu yang sedari tadi tertutup oleh rambutnya.Disibakkannya rambut agar terlihat jelas.Wajah wanita blesteran cantik ditambah penambilannya yang rapi dengan blezzer dan rok slim panjang sebetis.“Clara?!” Dareen yang tepat di belakang istrinya gercep meraih tubuh wanita itu dan menggendongnya menuju mobil bagian tengah.‘Tunggu … kenapa dia menggendongnya?’ bola mata kalila melebar kala melihat suaminya berani di depannya menggendong seorang wanita yang bukan mahram.Ingin terucap kata ‘jangan’, tetapi bibir ini terasa tertahan. Rasanya ada menggema di hati.‘Kok bisa dengan mudahnya priaku respect begitu cepatnya. Emang siapa wanita itu?&rsq
“Lalu perasaanmu ke aku gimana, Mas. Mas bisa menjamin bawa pulang?” Ketakutan Kalila akan cinta Dareen mulai sirna.“Maksudmu?!”“Selama di mobil, Mas kepikiran Clara kan? Khawatir sama dia kan?” Kalila menaikkan suaranya. Tak tahan dengan cara suaminya memutuskan hal sepihak tanpa memikirkan bagaimana perasaan seorang istri.“Tenang aja, kita akan balik ke bandara dan bisa pulang. Insya Allah.” Dareen menggenggam jemari istrinya untuk meyakinkannya.Pria itu meyakinkan istrinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sebenarnya Dareen sangat memahami betul apa maksud ucapan istrinya, terlebih lagi Clara yang menjadi penyebab Kalila bereaksi seperti ini.Bukannya Dareen menolak permintaan istrinya, tapi ada yang lebih penting dari ini. Pria itu harus menemui Clara. Menyelesaikan hal yang sempat tertunda. Memberikan sesuatu yang harus dikembalikan. Hanya kali ini saja. Berharap dengan bertemu dengan wanit
“Ayo kita pulang.” Dareen mengajak Kalila memasuki mobil. Wanita itu pun pasrah mengikuti langkah suaminya.Terlihat sopir telah menunggu mereka dari tadi. Dua puluh menit waktu tersita kala pasangan halal itu bertemu dengan Clara.Wanita blesteran itu meninggalkan banyak pertanyaan menancap di kepala Kalila. ‘Ada rahasia apa suamiku dengan Clara?’“Tentang hubungan Mas sama Clara ... Aku gak mau menghabiskan waktuku di pesawat dengan pikiran yang jelek tentang Mas.” Kalila akhirnya mengeluarkan unek-uneknya yang sedari tadi ditahan. Permasalahan ini harus selesai agar tidak mengganjal dan menyesakkan hati.“Pertama ... Aku gak ada hubungan apapun dengan Clara. Papi yang menjodohkan. Kedua ... Aku hanya bertemu dengannya cuma sekali. Itu pun karena insiden …” Dareen menggantung ucapannya.“Insiden? Ehem …” Wanita di sebelahnya memicingkan mata.“Ehh, gak! First k