Share

Ukiran Kunci

Malam beranjak naik, aku sangsi karena hanya berdua dengan Atha di rumah ini, takut malah jadi fitnah, hatiku sedikit gelisah, meski pun yakin tidak akan terjadi apa-apa pada kami, tetap saja rasa was-was itu ada.

Sesaat kemudian kudengar suara orang sedang bercakap-cakap di lantai bawah, Atha bicara dengan siapa? aku keluar dan menengoknya, ada seorang perempuan di ruang tengah.

Mungkinkah itu pacar Atha? apa yang harus kulakukan? bagaimana kalau dia salah paham saat melihatku di rumah ini?

Pelan aku hendak kembali ke kamar, takut malah membuat suasana menjadi keruh, “Kirana kemarilah!” Tiba-tiba Atha melihat dan memanggilku.

Sudah terlanjur terlihat, ya sudahlah, aku berjalan mendekati mereka, “Hallo Mbak Kirana, saya Talita teman kantornya Atha." Perempuan cantik itu mengulurkan tangannya.

“Hallo,” jawabku ragu, jauh sekali penampilanku dengan Talita, dia terlihat cantik dan fress. Sedangkan aku? udah kucel, lemak berlebih pula.

“Kalau begitu aku akan kembali, silahkan teruskan,” ucapku ragu, Atha hanya mengangguk.

Aku kembali ke kamar, lega sekali, setidaknya aku bisa tidur nyenyak malam ini, karena tidak hanya kami berdua, sekarang ada orang lain di rumah.

“Ah! Aku sangat lelah." Kutarik guling dan memeluknya erat, mencoba memejamkan mata dan melupakan kejadian pahit hari ini.

**

Sudah pukul 05.30, aku bergegas mengambil air wudhu, sebentar lagi sinar matahari muncul, terlalu nyaman bangun pun kesiangan.

Setelah shalat aku turun, celingukan mencari kedua orang itu.

Kulihat Talita keluar dari kamar Atha, “Maaf Mbak saya pulang dulu, takut telat masuk kantor,” ucapnya terburu-buru.

“Heh …, iya.” Aku yang masih syok karena perempuan itu keluar dari kamar Atha kemudian langsung mengangguk.

Apa semalam mereka tidur bersama? pikiran jelekku meronta.

“Berani sekali anak brandal itu!” Aku memekik marah. Berjalan mencari Atha, tapi tidak kutemukan dia di kamarnya, aku hanya melihat bantal dan selimut di sofa ruangan tv, seketika aku menghela napas lega. Aku tahu dia tidak akan senekat itu, meniduri anak perempuan orang sebelum dinikahi, tapi kemana anak itu?

“Talita apa kamu melihat Atha?” teriakku pada Talita yang sudah mengeluarkan mobilnya dari garasi.

“Dia sudah pergi dari satu jam yang lalu Mbak,” teriaknya, lalu melambaikan tangan.

Sejam yang lalu? pergi kemana dia, pagi-pagi buta?

Aku mencoba menghubungi ponselnya, tapi tidak diangkat, prasangka lebih buruk muncul dalam pikiranku, “Mungkinkah dia pergi ke rumahku untuk bertemu, Mas Irawan?”

Ah! ini tidak bisa dibiarkan, aku segera mengambil jaket dan bergegas memesan taksi online. Atha memang selalu nekat.

Setengah jam perjalanan aku sampai di rumah, benar saja mobil Atha sudah terparkir di halaman rumah ini.

Suara gaduh terdengar dari dalam, kuperhatikan percakapan mereka dari sisi pintu yang terbuka.

“Oh, jadi sekarang kamu yang menampung perempuan tidak berguna itu?” ucap Mas Irawan dengan santai duduk di atas kursi.

“Hentikan ucapanmu menyudutkan Kirana, Irawan!” sentak Atha berdiri di hadapannya.

“Kenapa? bukankah benar dia tidak berguna, hanya cari masalah di kantorku. Siapa juga laki-laki yang mau mengakuinya sebagai istri dengan penampilan seperti itu? Harusnya dia mengaca diri! apa dia tidak malu dengan penampilannya? Aku saja yang melihatnya sangat malu!”

“Kalau kamu malu dia berpenampilan seperti itu, sampaikan dengan baik! apa kamu sudah memenuhi semua kebutuhannya agar dia bisa berpenampilan baik? Kirana adalah perempuan cantik dan menarik sebelum menikah denganmu, kalau kamu memperlakukannya dengan baik, dia pasti masih sama seperti dulu!" Bela Atha. Air mataku menetes, ternyata bukan suami sendiri yang membelaku, tapi orang lain yang bahkan tidak tahu bagaimana kehidupanku selama dua tahun ini.

“Ah, omong kosong! Dianya saja yang tidak pandai merawat diri. Sudah! aku tidak mau membahasnya, pergi saja!” Bentaknya.

“Minta maaf padanya!” Atha tak kalah membentak.

“Heum. Ya! aku akan minta maaf agar dia mau bicara pada Pak Haidar. Aku tidak mau dipecat, bagaimana pun dia pembuat masalah itu!”

“Kamu memang keterlaluan Irawan!” Atha mencekal kerah baju Mas Irawan. Aku segera masuk dan menghentikannya.

“Lepaskan! Aku mohon." Kutatap wajah Atha agar ia melepaskan tangannya.

“Heuh!” Atha menghembuskan napasnya kasar dan berbalik.

“Cih! laki-laki ba*ci, bisanya berlindung di belakang perempuan!”

‘Bugh!’

Secepat kilat tangan Atha mendarat di pipi Mas Irawan hingga wajahnya terseok dan sisi bibirnya mengeluarkan darah.

Aku terperanjat melihat adegan cepat itu dan segera menarik tangan Atha, “Kamu yang ba*ci Mas, bukan Atha! laki-laki yang malu mengakui istrinya sendiri di hadapan teman-temannya adalah laki-laki pengecut yang sok mampu membahagiakan istri padahal hanya peduli pada diri sendiri!” cercaku padanya sebelum berlalu.

Kaki Atha mematung, tangannya masih mengepal kencang, “Aku tidak ingin melihatnya lagi, mari kita pergi!” ucapku lembut padanya, agar ia tidak kembali memukul Mas Irawan, Atha menurut dan kami pun pergi dari sana.

Wajah Atha masih bermuran, meski kami sudah melaju meninggalkan rumah itu, “Aku akan menggugat cerai Mas Irawan, jangan kotori lagi tanganmu,” ucapku pelan. “Aku telah salah memilih suami, Tha. "Suaraku tercekat dan berat, cepat kualihkan pada pembicaraan lain agar tidak menangis di depannya, dia pasti akan semakin sedih dan marah. “Hari ini aku akan pergi ke Bank untuk mencairkan sedikit uang tabungan sisa kerja dulu, mencari kontrakan di sekitar sini. "Lanjutku lagi. “Aku harus meneruskan hidupku menjadi diri Kirana.”

Atha masih diam, “Tidak perlu mengantarku, kamu pasti sibuk, aku akan berkunjung ke rumah Anna." Aku terus berbicara meski Atha tidak mengeluarkan sepatah kata pun, jelas sekali ia masih memendam amarahnya.

Mobil sudah sampai di depan rumah, Atha berjalan lebih dulu tanpa menoleh padaku, entah apa yang dirasakannya, kenapa ia terlihat lebih sakit daripada aku sekarang?

Pintu kamarnya pun tertutup rapat saat aku berjalan menuju kamarku di lantai dua. Atha benar-benar marah padaku, dia pasti kecewa karena dulu aku tetap memutuskan untuk menikah dengan Mas Irawan padahal dia pernah mencegahnya.

[Pakailah mobilku! kuncinya di atas laci.]

Pesan dari Atha masuk, aku memicingkan mata, dia selalu seperti ini, mementingkanku daripada dirinya.

Setelah siap aku berjalan ke lantai bawah mencari kunci yang Atha tinggalkan, mataku menatap kunci dengan gantungan persegi panjang berwarna silver, sederhana tapi sangat elegant, sepertinya di pesan khusus sesuai permintaan. Ada ukiran tangkai bunga yang terlihat melengkung seperti huruf ‘R’.

‘Deg’

Hatiku melonjak saat melihatnya, segera memeriksa apakah ada huruf ‘I' sebelumnya?

“Ah tidak, mana mungkin Atha.” Aku segera menepis pikiran itu, ini hanya ukiran tangkai dahan yang kebetulan melengkung.

Aku menggeleng-gelengkan kepala, terus menepis pikiran mengganggu itu, sembari mengambil jas yang sudah kukeringkan semalam, menggantung dan menyetrikanya dengan setrika uap, sudah terlihat rapih dan wangi, aku membungkusnya dengan hati-hati, ini pakaian orang lain, tentu saja harus kuperlakukan dengan baik.

Rencananya aku akan ke rumah Anna dulu sebelum pergi ke Bank dan mencari rumah kontrakan, sudah tidak sabar ingin menemuinya. Anna adalah perempuan lembut, cantik, dan sangat agamis. Aku ingin tahu bagaimana kabarnya sekarang? Dia selalu bisa membuat hatiku yang keras menjadi lembut, menyulap hatiku yang kacau menjadi begitu tenang.

“Benar aku harus segera menemuinya untuk mencari solusi dari masalahku ini." Yakinku dalam hati, melaju mantap untuk menemui Anna.

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status