Pemandangan yang menakjubkan! lelaki di hadapanku saat ini terlihat bak malaikat tak bersayap, bulu alis teduh, lekuk wajah sempurna, dan hati yang menawan. Sungguh aku tak salah memilihnya menjadi imam untuk menuju surga-Nya.“Mau sampai kapan, kamu memandangku seperti itu?” ucapnya pelan tanpa membuka mata.“Bagaimana kamu tahu, aku sedang menatap, kalau matamu saja tidak terbuka?” jawabku, seraya membelai lembut, lengkung hidungnya yang indah. ‘Kamu adalah ciptaan Tuhan yang diberikan kelebihan dalam rupa,' batinku.“Aku tidak memerlukan bola mata untuk melihat bidadari, karena ia sudah bersatu dalam jiwaku,” jawabnya perlahan, sembari membuka kelopak mata.“Kamu adalah salah satu ciptaan Tuhan yang sempurna Kirana.” Tangan Atha membelai lembut rambutku yang mengurai menutupi kening. Bahkan kami saling memuji satu sama lain.“Shalat berjamaah yuk.” Atha bangkit dan berdiri dengan celana pendek tanpa menggunakan atasan alias telanjang dada, bulu-bulu halus di dada bidangnya membuat
“Aku harus pergi ke kantor sebentar, ada urusan yang tidak bisa didelegasikan sama yang lain,” ucap Atha mendekatkan wajahnya, hanya beberapa inci saja jarak kami sekarang.Aku mengerucutkan bibir, ini hari pertama pernikahan kami. Atha tidak bisa mengajukan cuti meski pemilik perusahaan.“Hanya sebentar saja, aku akan segera kembali,” rayunya lagi sembari mencubit pipi.“Iiii. Sakit!” Mataku melotot. Atha tergelak sembari berlari kekamar untuk mengambil kunci mobil.Ponsel yang kusimpan di atas meja bergetar pelan, sengaja hanya digetarkan tanpa suara agar punya waktu privasi dengan Atha, malah pesan group aku senyapkan.Pesan WhatsApp sampai penuh, chat teman-teman yang menyampaikan selamat juga berbaris rapi, apalagi group kantor sampai ribuan komentar, entah apa yang sedang mereka bahas, Aku kurang tertarik. Dari deretan pesan itu kulihat ada nama Ihsan di barisan paling atas.[Selamat atas pernikahannya ya Kirana, maaf kalau sikapku telah mengecewakanmu. Baru kali ini aku mencin
"Kiran.""Iya sayang."Atha memicingkan matanya."Why?""Hanya belum terbiasa," jawabnya sembari mengelus rambutku lembut."Hari ini kita akan melihat rumah yang dibelikan Ayah, jam sepuluh aku jemput ya?" ucapnya lagi. Ia masih sibuk menata dasi yang dikenakan. Aku mendekat dan memberi sentuhan, memukul manja dadanya yang bidang."Rumah ini dan rumah kamu gimana?" tanyaku tanpa menatap."Kamu suka tinggal di sini?" Aku menggangguk dua kali."Lihat saja dulu rumahnya, mungkin kamu lebih suka. Kirana Tufatu Zahra bisa tinggal di mana saja, tidak masalah asal sama aku," jawabnya dengan barisan gigi yang putih."Aku berangkat dulu ya, hati-hati. Jangan bukakan pintu untuk sembarang orang," pesannya sebelum pergi. Aku mengambil punggung tangan dan menciumnya lembut. Atha memandang sesaat sebelum ia mengecup keningku dan melangkah menuju mobil.Aku melihat ia menghidupkan mobilnya, dan menatap lewat kaca spion. Apa yang beda hari ini? rasanya ada sesuatu yang kurang nyaman dihati saat me
Atha~Aku mengepal dan meremas rasa sakit, lelaki bajingan itu telah berani menyakiti istriku! Selama ini aku membiarkannya karena masih menganggapnya teman, tapi kali ini dia benar-benar menunjukkan sifat kegilaannya. Aku sungguh tidak menyangka dia bisa melakukan hal sekeji itu pada Kirana, perempuan yang bahkan pernah ia cintai.Aku tidak pernah berpikir bahwa ada cinta seperti itu, melukai wanitanya sendiri hanya karena cintanya tak berbalas."Lacak keberadaan Ihsan dan keempat lelaki itu sekarang! Aku tidak akan membiarkannya lepas setelah apa yang mereka lakukan pada Kirana!" sentakku pada semua pegawai IT kantor."Aku ingin membuat perhitungan dengan kepalan tanganku sendiri! dia pikir bisa menguji cinta dan kesetiaanku pada Kirana dengan cara seperti ini? sungguh Ihsan benar-benar bodoh!""Apa maksudnya Pak?" seseorang bertanya karena merasa heran dengan pemikiranku."Hm!" Aku berdecak."Ihsan melakukan sebuah siasat agar aku merasa jijik pada Kirana dan mencampakannya. Dia ti
"Wan, bukannya itu istrimu?" teman Mas Irawan menggerakkan dagunya, memberitahunya agar melihatku yang sudah berdiri tidak jauh dari meja makan siang mereka.Mas Irawan mengangkat wajahnya dan memandang, aku melempar senyum dengan kotak makanan yang masih dipegang.Hari ini Mas Irawan lupa membawa bekal makan siangnya, hingga aku mengantarnya ke kantor, dan bertanya pada satpam."Bukan lah!' jawaban Mas Irawan membuat langkahku terhenti saat mendekat untuk memberikan bekal ini. "Kamu tahu kan masakan istriku enak, dan bajuku selalu rapi dan bersih, masa dia bisa melakukan itu untukku tapi tidak bisa mengurus dirinya sendiri," jelas suamiku pada teman-temannya.Perlahan aku memundurkan kaki, mungkinkah Mas Irawan malu mengakuiku sebagai istrinya di hadapan teman-teman kantornya ini, karena pakaian yang kukenakan jelek dan aku tidak bersolek? Tadi terlalu buru-buru, aku tidak tahu kalau ternyata kotak bekal Mas Irawan tertinggal."Terus, kamu kapan ngenalin koki hebatmu itu? aku mau mem
Aku tertegun, menatap sebuah surat yang ketemukan dalam sebuah kotak kecil bersama kenangan lainnya yang kusimpan rapi di dalam laci. Tanganku bertegar membaca setiap baris kata yang tertulis.23, September 2018Untuk hatiku yang telah terbang ke sana.Bagaimana kabarmu?Sudahkah kamu bersemayam?Ah, aku malu mengatakan ini, tapi hati yang telah terbang pada mu, tidak bisa kupinta untuk kembali.Maukah kamu memberinya sedikit air agar ia bisa tumbuh, sedikit saja Kirana, agar ia tidak mati.Meskipun ia tidak sempat berbunga, tidak apa, meski pun ia sulit tumbuh, tidak apa, akan kupastikan ia bertahan.Kamu tahu aku tidak pandai berkata, apalagi bertatap muka, aku takut tidak bisa memberimu banyak cinta karena ia lebih dulu pergi meninggalkan hatiku dan memilih hatimu sebagai tempatnya beradu.Aku hampir kering Kirana, setelah sebelah hatiku memutuskan untuk pergi padamu, bisakah aku tanyakan bagaimana kabarnya di sana?
Hatiku gerimis, tersiram perih yang membuatnya terluka, goresan-goresan rasa sakit yang Mas Irawan torehkan sebelumnya, ternyata bersatu menjadi luka yang besar saat ia mengatakan dengan jelas kalau aku bukanlah istrinya.Selama pernikahan kami, ia memang tidak pernah sekali pun mengucap cinta, kukira mungkin karena ia tak pandai mengungkapkan rasa. Tidak sekali pun ia memperlakukanku seperti ratu, kukira mungkin karena ia terlalu sibuk dan lelah mencari nafkah. Tidak pernah sekali pun ia bertanya, apakah aku baik-baik saja? kukira karena ia selalu dapat melihatku seperti biasa. Aku sibuk memikirkan alasan ketiadaan cinta di antara pernikahan kami agar ada alasan untukku bertahan, sedang aku lupa melihat kedalaman hatinya, apa yang ia lihat tentang cinta yang selama ini kuberikan?Dan,Jawabannya, sungguh mengejutkan. Jangankan cinta, ia bahkan tidak mengakuiku sebagai istrinya, perempuan yang ia halalkan di depan penghulu dua tahun lalu.Setelah kudengar itu, jangan lagi kamu tanyak
Malam beranjak naik, aku sangsi karena hanya berdua dengan Atha di rumah ini, takut malah jadi fitnah, hatiku sedikit gelisah, meski pun yakin tidak akan terjadi apa-apa pada kami, tetap saja rasa was-was itu ada.Sesaat kemudian kudengar suara orang sedang bercakap-cakap di lantai bawah, Atha bicara dengan siapa? aku keluar dan menengoknya, ada seorang perempuan di ruang tengah.Mungkinkah itu pacar Atha? apa yang harus kulakukan? bagaimana kalau dia salah paham saat melihatku di rumah ini?Pelan aku hendak kembali ke kamar, takut malah membuat suasana menjadi keruh, “Kirana kemarilah!” Tiba-tiba Atha melihat dan memanggilku.Sudah terlanjur terlihat, ya sudahlah, aku berjalan mendekati mereka, “Hallo Mbak Kirana, saya Talita teman kantornya Atha." Perempuan cantik itu mengulurkan tangannya.“Hallo,” jawabku ragu, jauh sekali penampilanku dengan Talita, dia terlihat cantik dan fress. Sedangkan aku? udah kucel, lemak berlebih pula.“Kalau begitu aku akan kembali, silahkan teruskan,” u