Share

BAB 6

Abigail merasa seperti berada di Neraka sementara Thomas yang duduk di sampingnya terlihat seperti sedang berada di Syurga. 

Mereka duduk di salah satu meja yang berada di tengah di antara delapan meja yang tersedia di dalam bangunan club malam mewah di London. Para lelaki memakai setelan jas hitam terbaik mereka sementara yang wanita mengenakan gaun sibuk menonton sambil sesekali mengisi gelas-gelas mereka dengan wine terbaik atau menggelayut manja menunggu kemenangan.

Saat ini sedang berlangsung permainan blackjack dan Thomas sedang unggul dan merasa di atas angin. Abigail mencoba untuk duduk nyaman tapi sulit karena ada beberapa pasang mata pria paruh baya menatapnya penuh minat. 

"Yesss." Thomas menjatuhkan kartu remi di tangannya dengan bersemangat membuat dua pemain yang menjadi lawannya langsung mengumpat dengan wajah kesal. "I win," ucapnya seraya mengambil tumpukan uang taruhan yang ada di tengah lingkaran. "Again."

"Kau hanya beruntung, anak muda," ucap lelaki paruh baya yang akhirnya berdiri dari duduknya setelah kalah.

"Keluarkan semua yang kau punya dan aku akan buktikan kalau ini bukan hanya keberuntungan semata," ucap Thomas sombong.

"Aku tahu kapan harus berhenti," ucapnya sebelum berbalik pergi.

"Lelaki tua yang banyak omong. Dia pergi seperti pecundang!" cibirnya lalu menunjuk lelaki berumur empat puluh tahunan  yang  masih bertahan di tempatnya. "Keluarkan semua milikmu, Pak Tua!"

"Apa kau masih mau bermain lagi?" tanyanya dengan tangan terlipat di dada.

"Tentu saja. Aku datang ke sini untuk membuat kalian semua bangkrut," ucapnya penuh keyakinan.

"Thom, berhentilah sebelum mereka merampas uangmu tanpa sisa," bujuk Abigail.

"Diamlah!" ucapnya kesal. "Apa kau tidak lihat dengan uang yang aku hasilkan saat ini?"

"Aku jelas melihatnya karena itu aku menegurmu. Berhentilah sebelum uang-uang itu menghilang."

Dalam judi banyak kemungkinan bisa terjadi. Pada satu waktu, seseorang bisa menjadi kaya raya tapi beberapa menit kemudian semuanya bisa menghilang tanpa bekas. Walaupun Abigail tahu tabiat seorang lelaki, disaat dia menggenggam kemenangan dengan telak, dia akan semakin sombong dan arogan hingga melanjutkan permainan sampai lawan-lawannya mundur satu persatu dan berakhir dengan penyesalan setelah menemukan lawan yang sebanding. Meskipun ada juga yang tahu kapan harus terus maju dan kapan harus berhenti seperti lelaki paruh baya tadi.

Thomas jelas ahli dalam permainan ini tapi bukan dia satu-satunya yang seperti itu. Masih banyak yang lebih jago darinya. Judi itu hanya sedikit taktik tapi lebih banyak keberuntungan.

"Tutup mulutmu! Tunggu saja kemenangan telakku malam ini."

Abigail mendesah, mengambil gelas wine miliknya dan meminumnya dengan kesal. Apa yang dikatakannya tidak akan pernah berpengaruh pada Thomas membuatnya semakin merasa kalau dia tidak ada artinya bagi hidup lelaki itu, mungkin sejak dulu.

"Kekasihmu benar." Lelaki itu berbicara lagi, menatap penampilan Abigail secara keseluruhan seraya menghisap cerutunya. "Berhentilah mencoba peruntunganmu malam ini sebelum kau bangkrut dan berakhir menyerahkan kekasihmu yang cantik ini."

Abigail mengalihkan tatapannya dari pria matang itu yang jelas-jelas mengagumi tubuhnya, merasa jengah.

"Jangan banyak omong.Keluarkan taruhanmu!" desis Thomas. "Aku menaruhkan semua yang aku punya."

Abigail melotot kaget, "Kau gila!!"

"Aku akan menang. Kau tidak perlu khawatir," ucap Thomas dengan yakinnya membuat Abigail berdecak dan  berdiri dari duduknya. "Mau kemana kau?"

"Toilet."

"Bodyguardku akan mengawalmu."

Abigail yang kesal langsung berbalik pergi meninggalkan Thomas kembali melanjutkan permainannya di kawal bodyguard Thomas yang mengikutinya keluar dari ruangan besar melintasi lorong panjang berdinding kaca. Bangunan besar berbentuk lingkaran yang merupakan club malam termahal di London.Terdiri dari beberapa area yang terjaga privasinya sementara di area tengah ada club malam yang terlihat begitu ramai.

Abigail menghentikan langkah kakinya sesaat di sana, berdiri begitu dekat dengan dinding kaca memperhatikan ke bawah  yang kebisingannya bisa membuat orang tuli. Banyak yang bergoyang di lantai dansa diiringi suara musik dari DJ terkenal yang sedang  perfom.

Semua yang ada di bawah sana adalah orang-orang kayanya London. Abigail bahkan pernah mendengar kalau para pengedar, mafia bahkan orang pemerintahan melakukan banyak transaksi ilegal di sini dan terjamin kerahasiaannya. Ada juga jaringan prostitusi yang menawarkan kenikmatan surgawi yang berharga mahal.

Ponsel di dalam tas tangannya berbunyi, membuatnya langsung tersenyum

.

"Iya Tha?"

"Kau baik-baik saja kan? Kemana Thomas membawamu, aku akan menyusul ke sana."

"Aku baik-baik saja. Thomas sedang bermain judi saat ini."

"Oh dasar bajingan lelaki itu!" Thita terdengar sangat kesal. "Aku akan menjemputmu. Surat-suratmu ada padaku. Semuanya lengkap bahkan tiket pesawat untuk penerbangan dua hari lagi. Kau bisa kembali ke Shine." Abigail menghela napas, dia tentu saja senang bisa kembali ke Indonesia tapi seperti ada sesuatu yang meresahkannya. "Abi, kau masih mendengarku kan?"

"Aku tidak bisa pergi begitu saja meninggalkan Thomas saat ini."

"Sinting!!" Umpat Thita. "Biarkan saja dia tenggelam di sana. Mau mati pun, itu sudah bukan urusanmu. Jangan hiraukan dia."

"Aku akan tetap pulang dengannya. Anggap saja ini perpisahan terakhirku dengannya."

Thita menghela napas, "Oke baiklah. Kabari aku kalau ada apa-apa. Kami menunggu di apartemen."

"Oke."

Lalu sambungan terputus. Abigail melanjutkan langkahnya ke toilet, berada di sana selama lebih dari sepuluh menit hanya demi mendapatkan ketenangan dan keluar kembali menuju ke ruangan. Abigail berharap Thomas sudah selesai bermain dan mengajaknya pulang tidak peduli dia kalah atau menang.

Langkahnya terhenti saat tanpa sengaja melihat lift berdinding transparan yang perlahan naik dengan mata terbuka lebar. Sosok yang di dalam sana juga sedang memperhatikannya membuat Abigail buru-buru mengalihkan tatapan, menutupi wajahnya dengan rambut dan bergegas pergi.

Bagaimana bisa lelaki menakutkan itu juga ada di tempat seperti ini?

Sampai di dalam ruangan, Abigail mengeryit melihat Thomas dan lelaki yang sebelumnya tadi sedang adu mulut.

"Kau pasti sengaja membodohiku sejak awal kan?" ucap Thomas marah.

"Memang dasarnya, kau saja yang bodoh!"

"Thomas—" Abigail bergerak menghampiri tapi lengannya langsung dicekal lelaki paruh baya itu membuatnya mengeryit. 

"Lepas!!" Abi berusaha menarik cekalan tangannya.

"Tidak bisa cantik." Tatapannya begitu mesum, membuat Abigail bergidik. "Kau harus ikut denganku sekarang."

"Apa maksudmu?" Ucap Abigail bingung, lalu menoleh ke Thomas yang hanya berdiri di tempatnya, nampak kacau. "Thom, apa-apaan ini? Ayo kita pulang!"

"Maaf Abi, aku mempertaruhkan semua milikku dan kalah. Kau harus ikut dengannya," ucapnya seraya terduduk di kursinya dengan kedua tangan di kepala.

"Apa kau sudah gila?!" Teriak Abigail. "Kau menjualku padanya?"

Thomas kelihatan menyesal, "Dia mengincarmu dan membodohiku."

Abigail sudah tidak lagi bisa berkata-kata. Matanya sudah berkaca-kaca memandangi Thomas yang malah terlihat pasrah, tidak menolongnya sama sekali. Abigail tersentak kaget saat lekaki paruh baya itu menyentuh area pahanya.

"Don't touch me!" Desis Abigail, sekarang ada empat orang berbadan besar yang berada di sekitarnya.

"Baiklah, tapi sebentar lagi kita akan bercumbu mesra. Aku sudah membelimu. Ayo kita pergi!"

Abigail kembali menatap Thomas meminta pertolongan tapi lelaki itu hanya menundukkan kepalanya. Berusaha keras untuk melepaskan diri tapi cekalan lelaki paruh baya itu yang memaksanya untuk berjalan mengikutinya.

"Thom—"

"Thomas!"

Abigail berusaha memanggil Thomas. Rasa kecewa itu begitu nyata dia rasakan.

"Dasar bajingan!!" Umpat Abigail akhirnya.

***

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Wiwit Fitria Yasmiarta
gmna cara baca novel tanpa koin
goodnovel comment avatar
Andhini Aurelya
bagus novelx tapi tiap bab tinggi nilai koinnya 10..coba 5 kah
goodnovel comment avatar
Eni Fatmawati
asyik bacanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status