Share

BAB 6

last update Last Updated: 2023-02-25 17:40:23

Abigail merasa seperti berada di Neraka sementara Thomas yang duduk di sampingnya terlihat seperti sedang berada di Syurga. 

Mereka duduk di salah satu meja yang berada di tengah di antara delapan meja yang tersedia di dalam bangunan club malam mewah di London. Para lelaki memakai setelan jas hitam terbaik mereka sementara yang wanita mengenakan gaun sibuk menonton sambil sesekali mengisi gelas-gelas mereka dengan wine terbaik atau menggelayut manja menunggu kemenangan.

Saat ini sedang berlangsung permainan blackjack dan Thomas sedang unggul dan merasa di atas angin. Abigail mencoba untuk duduk nyaman tapi sulit karena ada beberapa pasang mata pria paruh baya menatapnya penuh minat. 

"Yesss." Thomas menjatuhkan kartu remi di tangannya dengan bersemangat membuat dua pemain yang menjadi lawannya langsung mengumpat dengan wajah kesal. "I win," ucapnya seraya mengambil tumpukan uang taruhan yang ada di tengah lingkaran. "Again."

"Kau hanya beruntung, anak muda," ucap lelaki paruh baya yang akhirnya berdiri dari duduknya setelah kalah.

"Keluarkan semua yang kau punya dan aku akan buktikan kalau ini bukan hanya keberuntungan semata," ucap Thomas sombong.

"Aku tahu kapan harus berhenti," ucapnya sebelum berbalik pergi.

"Lelaki tua yang banyak omong. Dia pergi seperti pecundang!" cibirnya lalu menunjuk lelaki berumur empat puluh tahunan  yang  masih bertahan di tempatnya. "Keluarkan semua milikmu, Pak Tua!"

"Apa kau masih mau bermain lagi?" tanyanya dengan tangan terlipat di dada.

"Tentu saja. Aku datang ke sini untuk membuat kalian semua bangkrut," ucapnya penuh keyakinan.

"Thom, berhentilah sebelum mereka merampas uangmu tanpa sisa," bujuk Abigail.

"Diamlah!" ucapnya kesal. "Apa kau tidak lihat dengan uang yang aku hasilkan saat ini?"

"Aku jelas melihatnya karena itu aku menegurmu. Berhentilah sebelum uang-uang itu menghilang."

Dalam judi banyak kemungkinan bisa terjadi. Pada satu waktu, seseorang bisa menjadi kaya raya tapi beberapa menit kemudian semuanya bisa menghilang tanpa bekas. Walaupun Abigail tahu tabiat seorang lelaki, disaat dia menggenggam kemenangan dengan telak, dia akan semakin sombong dan arogan hingga melanjutkan permainan sampai lawan-lawannya mundur satu persatu dan berakhir dengan penyesalan setelah menemukan lawan yang sebanding. Meskipun ada juga yang tahu kapan harus terus maju dan kapan harus berhenti seperti lelaki paruh baya tadi.

Thomas jelas ahli dalam permainan ini tapi bukan dia satu-satunya yang seperti itu. Masih banyak yang lebih jago darinya. Judi itu hanya sedikit taktik tapi lebih banyak keberuntungan.

"Tutup mulutmu! Tunggu saja kemenangan telakku malam ini."

Abigail mendesah, mengambil gelas wine miliknya dan meminumnya dengan kesal. Apa yang dikatakannya tidak akan pernah berpengaruh pada Thomas membuatnya semakin merasa kalau dia tidak ada artinya bagi hidup lelaki itu, mungkin sejak dulu.

"Kekasihmu benar." Lelaki itu berbicara lagi, menatap penampilan Abigail secara keseluruhan seraya menghisap cerutunya. "Berhentilah mencoba peruntunganmu malam ini sebelum kau bangkrut dan berakhir menyerahkan kekasihmu yang cantik ini."

Abigail mengalihkan tatapannya dari pria matang itu yang jelas-jelas mengagumi tubuhnya, merasa jengah.

"Jangan banyak omong.Keluarkan taruhanmu!" desis Thomas. "Aku menaruhkan semua yang aku punya."

Abigail melotot kaget, "Kau gila!!"

"Aku akan menang. Kau tidak perlu khawatir," ucap Thomas dengan yakinnya membuat Abigail berdecak dan  berdiri dari duduknya. "Mau kemana kau?"

"Toilet."

"Bodyguardku akan mengawalmu."

Abigail yang kesal langsung berbalik pergi meninggalkan Thomas kembali melanjutkan permainannya di kawal bodyguard Thomas yang mengikutinya keluar dari ruangan besar melintasi lorong panjang berdinding kaca. Bangunan besar berbentuk lingkaran yang merupakan club malam termahal di London.Terdiri dari beberapa area yang terjaga privasinya sementara di area tengah ada club malam yang terlihat begitu ramai.

Abigail menghentikan langkah kakinya sesaat di sana, berdiri begitu dekat dengan dinding kaca memperhatikan ke bawah  yang kebisingannya bisa membuat orang tuli. Banyak yang bergoyang di lantai dansa diiringi suara musik dari DJ terkenal yang sedang  perfom.

Semua yang ada di bawah sana adalah orang-orang kayanya London. Abigail bahkan pernah mendengar kalau para pengedar, mafia bahkan orang pemerintahan melakukan banyak transaksi ilegal di sini dan terjamin kerahasiaannya. Ada juga jaringan prostitusi yang menawarkan kenikmatan surgawi yang berharga mahal.

Ponsel di dalam tas tangannya berbunyi, membuatnya langsung tersenyum

.

"Iya Tha?"

"Kau baik-baik saja kan? Kemana Thomas membawamu, aku akan menyusul ke sana."

"Aku baik-baik saja. Thomas sedang bermain judi saat ini."

"Oh dasar bajingan lelaki itu!" Thita terdengar sangat kesal. "Aku akan menjemputmu. Surat-suratmu ada padaku. Semuanya lengkap bahkan tiket pesawat untuk penerbangan dua hari lagi. Kau bisa kembali ke Shine." Abigail menghela napas, dia tentu saja senang bisa kembali ke Indonesia tapi seperti ada sesuatu yang meresahkannya. "Abi, kau masih mendengarku kan?"

"Aku tidak bisa pergi begitu saja meninggalkan Thomas saat ini."

"Sinting!!" Umpat Thita. "Biarkan saja dia tenggelam di sana. Mau mati pun, itu sudah bukan urusanmu. Jangan hiraukan dia."

"Aku akan tetap pulang dengannya. Anggap saja ini perpisahan terakhirku dengannya."

Thita menghela napas, "Oke baiklah. Kabari aku kalau ada apa-apa. Kami menunggu di apartemen."

"Oke."

Lalu sambungan terputus. Abigail melanjutkan langkahnya ke toilet, berada di sana selama lebih dari sepuluh menit hanya demi mendapatkan ketenangan dan keluar kembali menuju ke ruangan. Abigail berharap Thomas sudah selesai bermain dan mengajaknya pulang tidak peduli dia kalah atau menang.

Langkahnya terhenti saat tanpa sengaja melihat lift berdinding transparan yang perlahan naik dengan mata terbuka lebar. Sosok yang di dalam sana juga sedang memperhatikannya membuat Abigail buru-buru mengalihkan tatapan, menutupi wajahnya dengan rambut dan bergegas pergi.

Bagaimana bisa lelaki menakutkan itu juga ada di tempat seperti ini?

Sampai di dalam ruangan, Abigail mengeryit melihat Thomas dan lelaki yang sebelumnya tadi sedang adu mulut.

"Kau pasti sengaja membodohiku sejak awal kan?" ucap Thomas marah.

"Memang dasarnya, kau saja yang bodoh!"

"Thomas—" Abigail bergerak menghampiri tapi lengannya langsung dicekal lelaki paruh baya itu membuatnya mengeryit. 

"Lepas!!" Abi berusaha menarik cekalan tangannya.

"Tidak bisa cantik." Tatapannya begitu mesum, membuat Abigail bergidik. "Kau harus ikut denganku sekarang."

"Apa maksudmu?" Ucap Abigail bingung, lalu menoleh ke Thomas yang hanya berdiri di tempatnya, nampak kacau. "Thom, apa-apaan ini? Ayo kita pulang!"

"Maaf Abi, aku mempertaruhkan semua milikku dan kalah. Kau harus ikut dengannya," ucapnya seraya terduduk di kursinya dengan kedua tangan di kepala.

"Apa kau sudah gila?!" Teriak Abigail. "Kau menjualku padanya?"

Thomas kelihatan menyesal, "Dia mengincarmu dan membodohiku."

Abigail sudah tidak lagi bisa berkata-kata. Matanya sudah berkaca-kaca memandangi Thomas yang malah terlihat pasrah, tidak menolongnya sama sekali. Abigail tersentak kaget saat lekaki paruh baya itu menyentuh area pahanya.

"Don't touch me!" Desis Abigail, sekarang ada empat orang berbadan besar yang berada di sekitarnya.

"Baiklah, tapi sebentar lagi kita akan bercumbu mesra. Aku sudah membelimu. Ayo kita pergi!"

Abigail kembali menatap Thomas meminta pertolongan tapi lelaki itu hanya menundukkan kepalanya. Berusaha keras untuk melepaskan diri tapi cekalan lelaki paruh baya itu yang memaksanya untuk berjalan mengikutinya.

"Thom—"

"Thomas!"

Abigail berusaha memanggil Thomas. Rasa kecewa itu begitu nyata dia rasakan.

"Dasar bajingan!!" Umpat Abigail akhirnya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Wiwit Fitria Yasmiarta
gmna cara baca novel tanpa koin
goodnovel comment avatar
Andhini Aurelya
bagus novelx tapi tiap bab tinggi nilai koinnya 10..coba 5 kah
goodnovel comment avatar
Eni Fatmawati
asyik bacanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 190

    Perlahan matanya terbuka, retinanya mencoba menyesuaikan dengan sekitar hingga perlahan semua panca indranya mulai berfungsi kembali. Dadanya terasa panas dan di perutnya terasa sakit. Lucca mengerjapkan mata dan menyadari jika dia sedang berada di sebuah ruangan. "Thanks God." Bisikan lembut itu membelai indra pendengarnya. Suara seseorang yang akan dia respon dan dengar di manapun dia berada. Nada suaranya terdengar sarat dengan kekhawatiran dan juga kelegaan. Sentuhan tangannya membuat Lucca perlahan mencari keberadaan istrinya yang berada tepat di sampingnya. Menatap dengan lembut meski nampak merah akibat dari menangis. "Kau membuatku hampir jantungan," ocehnya, mengelus permukaan telapak tangannya dengan tangannya sendiri. "Aku sampai tidak bisa melakukan apapun dengan benar." Lucca tersenyum, untuk satu-satunya wanita yang bisa melihat senyumannya di dunia ini. "Aku berhasil membunuhnya." Kenyataan bahwa dia sendiri yang sudah membunuh Ravel membuat Lucca sangat puas. Lela

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 189

    Entah kenapa, Lucca tidak terlalu suka mendengar kata-kata itu meskipun benar kalau Serafine hanya pengawalnya. Tapi dia lebih dari itu. Bagi Lucca sendiri, dia sudah seperti sosok teman yang sudah lama sekali menemaninya melakukan banyak kejahatan. Kesetiaan wanita itu padanya membuat Lucca kagum. Meskipun tidak pernah mengatakannya ataupun memikirkannya, keberadaan wanita itu begitu berarti. Bukan dalam arti berarti seperti Abigail yang dia cintai tapi perasaan lain yang sulit sekali dia jelaskan. Tapi dia tidak akan memberikan orang kepercayaanya itu untuk Mike yang pastinya akan menjualnya nanti dengan harga tinggi. "Dia sudah tidak bersamaku. Jadi, kalau kau tidak menginginkan hal yang lain dan tetap bersikeras seperti ini. Aku akan pakai cara kasar untuk membuka mulutmu itu!!" Lucca menghunuskan tatapan membunuhnya membuat Mike nampak terlihat waspada. "Kalau begitu lupakan tentang Ravel Brigton." Tidak ada rasa takut sedikitpun dalam suara Mike yang wajahnya nampak serius. "

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 188

    Washington DC, New YorkMike Lawson bukanlah orang yang bisa ditemui dengan mudah. Memiliki beberapa club yang tersebar di negara bagian Amerika dan memiliki jaringan prostitusi skala besar untuk kalangan elit. Mike Lawson jelas tidak akan mudah diintimidasi tapi bukan Lucca Alonzo namanya jika dia tidak bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkannya."Wah, ini pertama kalinya kita bertemu." Mike yang duduk di sofa mewah di dalam ruangan di salah satu club malamnya tertawa ketika melihatnya masuk, tanpa undangan tentunya. Seseorang berkulit hitam yang sukses membesarkan namanya di Amerika karena kemampuan bisnisnya. "Aku jadi penasaran, apa yang diinginkan seorang Lucca Alonzo dariku." Tatapannya tidak memperlihatkan jika dia takut. "Seorang wanita perawan seksi yang bisa diperlakukan sesuka hati?"Lucca berhenti beberapa meter darinya, memberi jarak dan berdiri dengan santai tapi waspada."Hanya satu hal, aku ingin tahu di mana bajingan Ravel Brigton bersembunyi saat ini.""Ravel--" M

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 187

    "Kau mau main-main dengan Lucca Alonzo,hmm?""Ti-dak-- Erggh."Lelaki yang berada di bawah kakinya mengerang tertahan saat Lucca semakin menekan kepalanya ke lantai. Duduk di kursi dalam ruang tertutup yang gelap, hanya di sinari cahaya matahari yang menembus melalui satu-satunya ventilasi udara yang ada di sana. Mengelus permukaan pistol di tangannya, tidak peduli lelaki di bawah kakinya sudah tergeletak tidak berdaya."To-long--" ucapnya terbata. "Le-pas-kan a-ku."Lucca mengalihkan tatapan ke bawah, tersenyum miring penuh nafsu membunuh."Melepasmu?" Lucca tertawa sarkas. "Kau pikir bisa lolos setelah memata-matai keluargaku. Kau jangan bermimpi!!""A-ku ti-dak--"BUKK!"Uhuukk..Uhuuukk..."Satu hantaman kaki Lucca di punggungnya membuat lelaki itu langsung batuk darah. Lucca berdiri, mendorong tubuh di lantai itu agar terlentang menghadapnya. Satu matanya sudah buta tertembus timah panas, lengan tangannya bengkok dan darah keluar dari sela hidung dan bibirnya. Dihunuskannya mata p

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 186

    "Baguslah kalau kau suka. Lucia juga sepertinya senang sekali."Abigail mengangguk, mengelus pipi bayi perempuannya yang tertawa melihatnya."Tapi kenapa tiba-tiba kita kemari? Aku tidak ingat kau pernah bilang akan membawaku ke sini."Lucca tersenyum miring, begitu mencurigakan. "Nanti kau juga akan tahu."Abigail menyimpitkan mata, "Kau menyembunyikan sesuatu ya?"Lucca tersenyum, "Tentu saja tidak."Abigail mendesah, kembali memalingkan wajah ke depan menikmati leindahan yang terhampar di depannya. Yacht membawa mereka berkeliling kota dari sungai dan Abigail sudah tidak sabar untuk menjelajah di sekitar kota dengan berjalan kaki. Kota impian yang seperti negeri dongeng. Membuat siapapun betah berada di sini meski Swiss mendapat predikat kota yang mahal."Aku membawamu ke sini sesuai permintaanmu," ujar Lucca membuat Abigail langusng menoleh dengan wajah bingung."Aku?""Ya." Lucca mencium pipi Lucia. "Aku hanya mengabulkannya saja seperti jin dalam dongeng."Abigail tertawa, "Oh,

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 185

    Air laut membasahi baju renangnya, pelukannya semakin menguat, tatapannya lurus ke depan dan rasa kebebasan itu semakin menguat. Untuk sedetik saja dia ingin melupakan hal-hal yang mengganggu pikirannya. Saat ini hanya ada mereka berdua, hanya dua manusia biasa yang memimpikan kebebasan yang sama. Just Abigail dan Lucca. Tanpa nama Alonzo di belakangnya. "Berteriaklah Abi!" Teriak Lucca, melakukan beberapa kali manuver ke sana kemari. Abigail perlahan melebarkan senyumannya, mulai menikmati sampai akhirnya berteriak kencang dan suaranya diterbangkan angin laut. Hingga mereka berteriak dan tertawa bersama. Beginikah rasanya kebebasan itu? Mesin perlahan memelan, riak air yang terciprat tidak sekencang sebelumnya, hingga jetski bergerak pelan mengikuti arus di lautan. Mereka berada jauh dari bibir pantai tapi bisa melihat sosok kecil di kejauhan. "Kau senang?" Lucca memegang lengannya dengan satu tangannya. Abi menyandarkan dagunya di bahu Lucca."Rasanya menyenangkan." "Lucia ya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status