ログインNyonya Dira merasa senang setelah bertukar pesan dengan sahabatnya, Nyonya Neira. Dia pun segera menghampiri suaminya yang sedang membaca surat kabar favoritnya.
"Papi! Mami ada kabar gembira!" serunya antusias. "Kabar gembira apa sih, Mi?" ucap Tuan Zack yang tiba-tiba kaget, istrinya menghampirinya. "Papi berhenti dulu membacanya! Dengerin dulu. Mami mau ngomong serius, nih!" tukas Nyonya Dira yang sangat kesal melihat suaminya yang lebih mementingkan membaca surat kabar langganannya, dari pada mendengar istrinya yang akan menyampaikan sesuatu kepadanya. Tuan Zack segera menghentikan kegiatannya, mendengar istrinya yang mulai bersenandung ria. Dia lalu memilih duduk di teras samping rumah mereka. "Please Mi, berhenti!" ujarnya mencoba menghentikan Omelan istrinya. "Langsung ke intinya saja. Tadi Mami bilang ada kabar gembira yang hendak Mami sampaikan kepada Papi. Kabar apakah, itu?" tanya Tuan Zack. "Oh iya. Mami hampir lupa, habis Papi sih, ganggu konsentrasi Mami saja." "Ya sudah buruan cepat katakan, Mi." cecar Tuan Zack. "Begini Pi, anaknya Jeng Neira, ingin melamar putri kita, Farah." tuturnya. "Anak Jeng Neira?" ulang Tuan Zack. Sambil berpikir siapa sebenarnya yang akan dijodohkan dengan putrinya itu. "Iya Pi, anaknya Jeng Neira dan Tuan Theo. Masa kamu nggak kenal sih, Pi?" Tuan Zack semakin berpikir dengan keras. Akhirnya dia ingat siapa mereka. "Apa? Anak Si Theo yang sombong itu. Kamu mau jodohkan dengan putri kita?" kaget suaminya. "Tidak! Tidak akan, Mi! Papi tidak akan pernah merestuinya! Titik!" hardik Tuan Zack lalu kemudian kembali membaca surat kabar yang ada di tangannya dan mulai mengabaikan istrinya. "Apa-apaan sih, Papi!" kesal Nyonya Dira. Dia lalu masuk ke dalam rumah dan mulai menelpon kedua mertuanya. Mami Dira : "Halo, Oma." Oma Desi : "Halo, Nak. Tumben kamu menelpon. Apa ada yang penting?" Mami Dira lalu menceritakan kepada ibu mertuanya niat dari Jeng Neira untuk menjodohkan Putranya dengan Farah. "Peter Jacob, apakah dia cucu dari Tania?" "Iya, Oma! Tepat sekali." Tapi kok Oma bisa tahu tentang neneknya Peter?" Oma Desi : "Beliau teman baik Oma dan Opa dulu, saat kuliah. Jika begitu, kami merestui penuh jika Farah dijodohkan dengan cucunya, Tania." "Tapi, bagaimana dengan Zack, Oma?" Oma Desi : "Kamu tenang saja, besok sore kami akan main ke rumah kalian dan berbicara dengan Zack." Lalu panggilan telepon itu pun berakhir. Nyonya Dira akhirnya bisa bernapas lega karena kedua mertuanya ada di pihaknya. Di sebuah kampus ternama di Jakarta Selatan, Farah sedang berada di kampusnya untuk menemui salah satu dosen pembimbingnya. Dia lalu dicegat oleh Reza, teman satu kampusnya. Padahal dia hendak pulang ke rumah. "Farah, tunggu!" Dia pun memutar kepalanya dan menoleh ke arah belakang. Farah sangat mengenal suara itu. Suara laki-laki yang dari dulu dirinya kagumi selama empat tahun, menimba ilmu di kampus ini. Lelaki yang hanya mampu Farah kagumi di dalam hatinya. Dia cukup malu untuk mengungkapkan perasaannya kepada bintang kampus itu. Apalagi Reza memiliki begitu banyak penggemar di kampus. Mantan pacarnya bertebaran di mana-mana. Orang-orang kampus mengenalnya dengan sebutan pemain wanita. Namun entah kenapa Farah sangat mengagumi Reza. "I ... iya Za, ada apa?" lirihnya sambil menundukkan kepalanya. "Apakah kamu sibuk? Atau kamu hendak pulang?" tanya Pria itu. "Aku nggak sibuk kok. Tapi aku mau pulang," ucapnya lagi. "Bisa kah kita ngobrol sebentar di taman?" rayu Reza sambil menampilkan senyum terbaiknya. "Boleh deh. Tapi sebentar ya, Za?" jawabnya. Alhasil keduanya saat ini sedang berada di taman yang ada di area kampus itu. "Kamu mau ngomong apa, Za?" tanya Farah gugup. Karena pria itu menatapnya dari tadi. "Begini ... kita kan sudah lama kenal sebagai teman satu kampus. Sudah empat tahun kita saling mengenal. Namun entah kenapa akhir-akhir ini, bayangan wajahmu selalu membuat aku tidak bisa tidur setiap malam. Aku menjadi gelisah karenanya." Reza mulai mengeluarkan jurus rayuan gombal, andalannya. Ternyata Farah mulai terperangkap dalam gombalan maut milik pria itu. "Farah Matthew, maukah kamu menjadi pacarku?" ucap Reza dengan nada santai. Farah sangat kaget dengan ucapan dari Reza. Dia menjadi terdiam dan tidak mampu menjawab pernyataan perasaan pria itu kepadanya. "Za ... bukannya kamu sudah memiliki kekasih?" tanya Farah mencoba mencari kebenaran dari ucapan pria di sampingnya saat ini. "Mereka itu hanya aku anggap sebagai persinggahan sementara saja. Tidak ada yang istimewa dari mereka. Akan tetapi hatiku hanya mengarah kepadamu saja," ucapnya terus merayu Farah. "Bagaimana? Apakah kamu mau menjadi pacarku?" Terjadi jeda sedikit lama diantara keduanya. Reza merasa sudah berada di atas langit ke tujuh. Dia sangat yakin jika Farah menerimanya. Karena Reza tahu jika Farah menyimpan perasaan kepadanya sejak dulu. Setelah terdiam sejenak. Farah pun mulai angkat bicara, "Za, sebenarnya ..." lirih Farah hendak menjawab pernyataan cinta Reza kepadanya. Namun disaat Farah hendak berkata-kata lagi. Tiba-tiba ponselnya berdering dan itu berasal dari ibunya. "Sebentar Za, Mami menelpon." ucapnya lalu mengangkat panggilan telepon itu. Farah : "Halo, Mi." Mami Dira : "Farah, apakah urusanmu sudah selesai di kampus?" Farah ,: "Sudah kok, Mi. Ini Aku mau pulang kok, sekarang." Mami Dira : "Baguslah kalau begitu. Segeralah pulang. Oma dan Opa sedang berada di rumah kita saat ini. Opa sedang sakit." Farah : "Apa? Opa sakit? Iya Mi, aku akan segera pulang." Farah segera mematikan panggilan itu. Dia seketika menjadi panik. Farah yang sangat menyayangi Oma dan Opanya. Dirinya sangat panik saat ini, dia takut terjadi sesuatu dengan sang opa. "Za, maaf banget saya harus pulang sekarang. Opa saya sedang sakit keras." serunya lalu bersiap-siap untuk pergi. "Terus yang tadi aku bilang, bagaimana, Fa?" ucapnya mulai memasang wajah memelas penuh kepalsuan. "Kapan ada waktu, kita bicara lagi," jawabnya, lalu dengan cepat berlalu dari taman itu. Sepeninggal Farah. Riuh tepuk tangan teman-teman Reza yang ikut mendengarkan pernyataan cintanya kepada gadis itu. Mereka memuji kelihaian Reza mencoba memperdaya Farah, Si gadis lugu. "Keren! hebat Lo, Bro! Berani banget ungkapin perasaan Lo kepada cewek kutu buku itu!" tukas salah satu dari mereka. "Ha-ha-ha. Iya, dong! Ayo buruan, suruh anak-anak kumpulkan setoran ke gue!" tuturnya bangga. Ternyata, saat Reza mengungkapkan perasaannya kepada Farah. Dia sengaja melakukannya. Reza sedang bertaruh dengan teman-temannya. Padahal kebenarannya, dia tidak benar-benar menyukai Farah. Para pemain wanita di kampus itu, segera menyetor hasil taruhan mereka kepada Reza. "Coba tadi Farah, menjawab ungkapan cinta gue ke dia. Miskin mendadak Lo, semua!" tukas Reza bangga sambil mulai menghitung rupiah yang dia dapatkan saat ini. Akan tetapi tanpa mereka sadari, Farah juga berada di taman itu dan mendengar semua omongan mereka. Dia yang buru-buru hendak pulang tadi. Jadi kelupaan membawa buku yang baru saja dirinya pinjam di perpustakan. Alhasil Farah lalu kembali ke taman itu dan mendengarkan semua perkataan Reza dan teman-temannya. Hatinya sangat sakit, mendengar semua penuturan pria itu. Ternyata Reza hanya menjadikannya sebagai bahan taruhan. Farah pun menangis setelah mendengar semuanya dari mulut Reza dan teman-temannya. Dia segera mengambil buku yang ketinggalan itu dan segera berlalu dari taman. Sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya. Farah menyetir mobilnya sambil menangis. Hatinya sangat sedih mengetahui kenyataan yang ada. Tiba-tiba saat lampu merah, karena tidak fokus menyetir. Farah menabrak belakang mobil sport milik seorang pria. Farah langsung menyadari kesalahannya. Dia lalu turun dari mobilnya. Bersamaan dengan itu. Pria yang menyetir mobil sport itu juga ikut ke luar dari mobilnya. Pria itu sempat terpesona dengan sang gadis, namun dia mencoba menekan perasaannya. Terlebih saat dia melihat belakang mobilnya yang telah lecet akibat ditabrak oleh mobil gadis itu.Akhirnya setelah berjuang lama di dalam kamar mandi, Peter pun berhasil menjinakkan alat tempur miliknya yang tadi sedang sangat mengamuk.Hatinya pun sangat lega. Dia segera mengguyur tubuhnya di bawah kucuran air shower di tengah malam itu.Setelah selesai mandi dan berpakaian. Peter pun kembali masuk ke dalam kamar. Dia melihat istrinya sudah berbaring di atas tempat tidur dengan membelakanginya.Sementara Farah yang berpura-pura sedang tidur, seketika merasa takut dan gelisah saat mendengar pintu kamar mandi mulai terbuka.Dia takut, Peter kembali menerkamnya. Untuk itu Farah pun pura-pura untuk tidur.Peter masuk ke dalam kamar, lalu duduk di kursi yang ada di kamar itu, dia melihat sebotol air mineral yang tadi dirinya minta kepada istrinya.Peter segera meraih sebotol air mineral tersebut, membuka tutupnya lalu meminumnya tanpa sisa setetes pun. Dia benar-benar sangat haus setelah kegiatan panasnya tadi di dalam kamar mandi. Hampir satu jam lamanya, Peter akhirnya dapat menjina
Farah ingin memakai baju yang baru untuknya karena sudah selesai mandi. Namun apa yang terjadi, dia malah lupa membawa baju ganti ke dalam kamar mandi."Aduh, aku kok bisa lupa sih dengan baju gantinya?" gumamnya dalam hati."Pasti karena aku tidak fokus tadinya!" kesalnya dalam hati.Mau tidak mau, Farah pun keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai kimono mandi di atas lutut miliknya.Farah masih belum sadar jika ada Peter di kamar itu. Dengan santainya dia berjalan mengitari kamarnya dengan hanya memakai kimono seksi itu.Bahkan dengan santainya, Farah menanggalkan kimono mandi itu. Sehingga dirinya benar-benar telanjang bulat tanpa sehelai benang pun di tubuhnya.Peter yang melihat pantulan tubuh telanjang istrinya di depan cermin yang berada di atas meja. Seketika terbelalak matanya, melihat pemandangan indah itu.Peter terlihat menelan ludahnya berkali-kali. Alat tempurnya tiba-tiba bangun dari tidur panjangnya.Senjata pamungkasnya sedang berdiri tegak saat ini. Ingin seger
"Aku tidak lapar, Mas." serunya lalu, menjauhkan mulutnya dari sate tersebut.Padahal Peter tahu betul, Farah menelan ludahnya berkali-kali, saat dirinya menyodorkan sate itu di depannya"Ayo makan, jika tidak sampai pagi kita akan tetap berada di sini. Jadi kamu tinggal pilih, mau tidur di sini. Atau di rumah," tutur Peter sambil kembali menyodorkan sate itu di hadapan istrinya.Mau tidak mau, Farah terpaksa memakan sate itu."Nah, gitu dong. Kamu makan dulu. Kali ini, aku yang akan menyuapimu." Farah mengangguk pelan.Dengan penuh kesabaran, Peter menyuapi Farah sate Madura tersebut, secara perlahan.Namun disaat sedang makan pun. Farah tetap meneteskan air matanya. Pieter menjadi bingung sendiri karenanya.Tanpa diminta oleh Farah, Peter mengeluarkan sapu tangannya dari saku celananya. Lalu mengusap air mata sang istri yang mengalir di kedua pipinya."Kamu fokus makan dulu, jangan memikirkan hal lainnya." "A ... aku sudah kenyang, Mas." ucapnya lemah."Beneran kamu sudah kenyang?"
"Jadi Opa menginginkan cucu dari kalian?" tanya sang papi, masih dengan suara pelan. "Iya, Papi. Hal itu yang membuatku sedih. Sepertinya aku ... aku belum bisa mewujudkan keinginan Opa itu, dalam waktu dekat ini. Aku dan Mas Peter tiba-tiba saja menikah. Perasaan cinta itu masih belum ada untuknya," serunya sambil menangis.Karena tak tahan mendengar anak gadisnya menangis. Papi Zack segera meraih tubuh Farah dan membawanya ke dalam pelukannya."Farah, itu kan hanya sebuah keinginan dari Opa. Kamu tidak perlu menjadikannya sebagai beban. Kamu harus menjalani hari-hari mu dengan baik dan bahagia. Kamu harus tetap semangat. Apa pun itu, Papi akan selalu mendukungmu." Tuan Zack mulai mengendurkan pelukannya dari sang anak. Lalu kembali berkata."Bagi Papi, kamu tetaplah putri kecil Papi, yang paling Papi sayangi. Jadi kamu harus tetap mekar dan ceria seperti sedia kala. Jangan terpengaruh dengan apapun pendapat orang kepadamu. Anggaplah keinginan Opa sebagai tabungan mu di masa depan.
Setelah lama berdiam diri, Farah pun mulai berkata,"Semua butuh proses, Opa. Aku dan Mas Peter juga baru kenal dan kami langsung menikah. Aku belum tahu bagaimana karakter dan sifatnya.""Tapi pernikahan kalian, sudah tergolong telah cukup lama berlangsung, Farah." sahut sang kakek."Iya, Opa. Tapi kan semuanya tidak secepat itu bisa terjadi." Opa Tom terdiam. Ternyata harapannya agar Farah dan Peter segera memberinya seorang cicit sungguh sangat jauh dari yang dirinya pikirkan."Ma ... maaf, Opa. Jika jawabanku tidak sesuai dengan keinginan Opa. Tapi, aku akan berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk Mas Peter dan mengabdi sebagai istrinya," ucap Farah, dari dalam hatinya."Pengabdian yang seperti apa yang kamu maksud?" sindir, Opa Tom.Lagi-lagi, Farah diam dan tak dapat bicara.Tak berapa lama, Peter masuk ke ruang perawatan Opa Tom."Opa, kamu sudah kembali?" tanya, sang kakek."Sudah, Opa. Ada beberapa obat yang harus Opa minum sekarang. Aku akan menyediakannya," serunya, l
Ada rasa lega di hati Opa Tom mendengar perkataan Peter."Syukurlah kalau itu adalah prinsipmu selama ini. Opa menjadi lega mendengarnya," tutur sang Opa lagi."Keluarlah, Opa mau beristirahat dulu," ucapnya kepada Peter.Namun Peter tidak mau keluar dari kamar sang kakek. Dia memilih untuk mengirimkan pesan kepada sahabatnya, dokter Ridwan.Peter : "Bro, apakah Lo sedang santai saat, ini?"Di sebuah rumah sakit, Dokter Ridwan yang baru saja selesai melakukan visite kepada para pasiennya, saat ini baru saja sampai di kantornya. Disaat dirinya ingin duduk, tiba-tiba ponselnya bergetar pertanda ada pesan masuk.Dokter Ridwan segera membuka ponselnya dan melihat jika ada pesan dari Peter,.sang sahabat untuknya.Dokter Ridwan : "Hei, Bro. Gue baru saja selesai melakukan pemeriksaan kepada pasien-pasien rawat inap. Memangnya ada apa, Bro?"Peter : "Gue butuh bantuan Lo, sekarang. Bisa kah, Lo datang ke sini sebentar? Gue dan istri lagi berada di rumah orang tuanya. Kami menginap di sini."







