Aku dilanda kebingungan. Dalam persimpangan dilema. Seharusnya aku bicara ini dengan Kang Sabar selaku kakak tertua. Tetapi mengingat sifat mbak Lastri, niat ku ingin ku urungkan. Seorang ibu mampu merawat lima orang anak. Tetapi lima orang anak belum tentu bisa merawat satu ibu.
Emak hanya terus menerus menangis. Tentu emak sedih dengan perlakuan anak dan menantunya." Rasa rasa nya emak ingin segera menyusul bapakmu, Nar."" Emak istigfar mak. Masih ada Narti yang mau merawat emak.". Aku kaget emak berkata seperti itu. Beban itu mungkin begitu berat."Ma afkan emak, Nar. Dulu kamu ikut bekerja keras bersama emak dan bapak demi adik adikmu. Kini engkau harus repot lagi,"" Emak, mereka tetap saudara ku. Mau kita jungkir balik memaksanya, jika orang lain itu tidak mau berubah, maka dia juga tidak akan berubah. Kita do'akan saja ya mak,"Membawa emak ke rumah ku pun, aku tetap harus ijin Kang Sabar. Emak juga belum tentu mau. Rumah ini terlalu banyak kenangan dengan Almarhum bapak. Saksi perjuangan dan pengorbanan emak dan bapak membesarkan anak anak nya. Aku yakin tidak ada niat emak untuk pilih kasih. Hanya mungkin emak kasihan dengan ku yang kondisi ekonomi nya tidak seberuntung saudara saudara ku.' Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali. Bagai Sang Surya menyinari dunia'Aku ucapkan terima kasih banyak untuk kasih sayangnya mak.Mungkin itu juga yang menjadi pemicu ketidaksukaan mereka padaku. Karena aku miskin. Bukankah semua di dunia ini tidak ada yang abadi termasuk harta dan kesuksesan ?Sebaiknya aku juga meminta saran kepada Bang Usman, suamiku. Ia bijak dalam menyikapi sesuatu. Ia memang miskin harta tetapi ia kaya hati. Kadang aku merasa beruntung diperistri orang seperti Bang Usman. Rasa syukur dan sabar itu yang selalu dia tanamkan semenjak kami menikah. Seorang imam yang beriman." Emak, Narti pulang dulu ya. Nanti sore biar Yuli yang kesini temani emak," pamitku.Emak tersenyum. Senyum yang ingin aku lihat selalu. Senyum yang menjadi salah satu sumber kekuatanku. Senyum pelipur laraku.***Ku ceritakan semuanya pada Bang Usman. Dia mengangguk mengerti." Neng, entah itu manis atau pahit yang kamu terima, kamu harus tetap bicara dengan Kang Sabar selaku kakak tertua. Emak itu bukan hanya ibu eneng tetapi ibu dari kakak dan adik adik eneng. Abang mengerti pasti eneng ragu karena sifat mereka. Bismillah Neng sujudlah walau raga mu berada di posisi terendah tetapi hatimu ada di langit. Di genggam oleh Sang Pemilik Hati. Eneng pasti kuat," nasihat Bang Usman.Kata kata itu menyusup menjelma menjadi salah satu kekuatanku berdiri di sebuah rumah modern bernuansa ungu dengan pilar penyangga yang lumayan besar. Tampak taman yang sangat asri menandakan pemiliknya merawat nya dengan baik. Rumah Kang Sabar. Aku adalah salah satu orang yang menyaksikan perjuanganya mewujudkan mimpi menjadi seorang guru. Selepas sekolah, Kang Sabar menjadi kuli panggul di pasar mengingat emak dan Almarhum bapak tidak mampu menyekolahkan Kang Sabar hingga kuliah. Sedangkan aku, aku membantu emak dan almarhum bapak mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. Untuk biaya sekolah adik adik ku. Setidaknya mereka bisa mengenyam pendidikan sampai Sekolah Menengah Atas. Aku tak memikirkan pendidikan ku kala itu. Yang aku ingin hanya adik adik ku menjadi sukses." Narti,". Panggilan itu membuyarkan lamunanku. Aku menoleh ke sumber suara. Kang Sabar berdiri di depan pintu." Kenapa hanya diam disitu. Ayok masuk," Tiba tiba Mbak Lastri muncul di belakang Kang Sabar." Ada apa Nar. Kalau mau pinjam uang, kita nggak punya," ucap Mbak Lastri ketus.Astagfirulloh. Apakah aku ini seperti pengemis ? Aku berkunjung ke rumah kakak ku bukan berarti aku lantas meminta minta.Aku memilih duduk di teras saja. Daripada aku duduk di kursi mewah Kang Sabar, bisa bisa menjadi bahan maki makian mbak Lastri." Kang, Narti kesini cuma mau bertanya. Bukan untuk memicu pertengkaram lagi. Apakah kegiatan bersih bersih rumah dan memasak untuk emak sudah di tiadakan. Kasihan emak kang. Narti tadi melihat emak berbelanja sendiri,"" Jadi Lastri dan kedua adikmu tidak ke rumah emak lagi ?"" Begitulah penuturan emak,kang," Aku menunduk."LASTRII....Lima belas tahun kemudian..." Fandi, perkenalkan ini Fania. Anak dari rekan bisnis, ibu," kata ibu seraya memperkenalkan seorang wanita cantik, berkulit putih, tinggi semampai.Fandi hanya membalas uluran tanganya. Disertai senyum yang sedikit dipaksakan.Sudah puluhan kali mungkin, ibu mengenalkan Fandi pada wanita yang bisa di bilang cantik untuk ukuranya, tetapi sama sekali tidak ada satupun yang bisa mengetuk pintu hatinya." Ibu, sudah jangan terus menerus membawa wanita di hadapanku. Umurku juga sudah semakin tua. Aku muak," keluh Fandi pada ibunya." Ibu hanya ingin anak ibu punya pendamping itu saja. Ibu ingin ada yang menemani masa tua mu. Tidak seperti ibu yang kesepian." Ada Yumna bu. Dia kelak yang menemani ku,"Bu Maya menghembuskan nafas dengan kasar. Membuang pandangan ke luar jendela. Sedikitpun ia tidak dapat menyelami pikiran putranya itu." Kamu sadar kan Fandi. Yumna diasuh oleh Narti. Jadi kemungkinan besar ia juga akan dekat dengan ibunya. Untuk merebut hak asu
POV USMAN ARI FANDIAku tak menyangka bahwa langkahku berbakti pada surga ku benar benar menggores hati separuh jiwaku. Bukan segera mengharap kepergian Tina. Tetapi ku kira setelah kepergian Tina, semua akan berjalan kembali normal. Namun nyatanya Narti memiliki hati yang kokoh. Pernah suatu waktu dia berkata bahwa dia bukanya tidak menuruti suami. Tetapi dia lebih takut bahwa suaminya tak mampu berbuat adil.Ya aku harus akui. Karena dialah cinta sejatiku. Bahkan kebersamaan dengan Tina yang kata oramg memiliki kecantikan bak bidadari pun namun nyatanya cinta ini tetap tidak mau berbagi." Aku telah berhijrah. Aku telah berubah. Tidakah sedikit saja engkau mengatakan sayang padaku, bang ?" tanya Tina suatu malam." Kalau kamu berhijrah demi manusia, itu salah Tin,"" Permata indah memang tidak dilihat dari harta dan kecantikan raga. Tetapi dari keikhlasan dan ketulusan seorang wanita. Dan itu bagimu hanya ada pada Mbak Narti,"" Ma afkan aku Tin. Tapi memang itulah kenyataanya. Seki
" Aku sama sekali tidak tahu, neng. Jangan menuduh sembarangan tanpa bukti. Nanti bisa jadi fitnah." kata Bang Usman." Aku telusuri riwayat siapa saja yang mengunjungi Yuli. Ada nama Tante Mira. Apa salah jika saya bertanya ?"Bang Usman menyuruh asisten rumah tangga untuk memanggilkan Tante Mira. Dan selalu dengan wajah yang angkuh ia melangkah. Tatapan sinis tak pernah lepas dari pandanganya saat menatapku." Mau apa lagi kamu kesini ?" tanyanya ketus." Saya kesini bertanya secara baik baik. Apa Bu Mira mendoktrin Yuli agar membenci saya ?"" Bisa dijaga mulut kamu itu ? Jangan asal tuduh," " Saya bertanya bukan menuduh,". Aku berusaha menenangkan diri agar tidak larut dalam emosi." Sama saja,"" Ma af Bu Mira. Saya telusuri riwayat siapa saja yang mengunjungi Yuli. Terakhir tertera nama anda. Maka dari itu saya bertanya. Letak salahnya dimana ?"Bu Mira melengos menatap arah lain. Aku yakin ada yang tidak beres dengan nya. Dari bahasa tubuhnya. Dari mimik wajahnya." Kenapa Bu
" Ma afkan aku, Nis,". Leli langsung menjatuhkan diri di hadapan Nisa.Nisa diam mematung. Dia melirik ke arahku seolah penuh tanda tanya. Aku hanya mengangguk." Siapa ?" tanya Nisa seraya mengangkat Leli dari kaki nya. Dengan malu sekaligus takut, Leli memberanikan diri mendongakan wajahnya. Ku lihat wajah Nisa memerah tanganya mengepak. Aku pegang tangan itu. Aku takut Nisa berbuat nekat. " Kenapa setelah semuanya hancur baru berujar ma af ?" " Aku bertaubat Nis. Ma afkan aku,"" Andai ma af mbak berguna,"jawab Nisa singkat. Seraya meninggalkan Leli yang masih diam mematung di tempatnya.Aku terhenyak dengan perkataan Nisa. Sakit itu terlalu dalam." Nis, coba kamu fikirkan. Leli sudah menuai karmanya. Tolong ma afkan dia Nis. Kasihan dia,"" Mbak, mau dia menuai karma,mau dia mati pun tidak bisa menggantikan apa yang sudah hilang kan,"" Nis,mbak tau. Mbak juga belum pernah berada di posisimu. Tetapi kita sama nis.Sama sama pernah di khianati dalam ikatan suci pernikahan. Tetapi
" Leli," panggilku. Tidak salah dia Leli. Aku mengenalinya walaupun dengan penampilan yang berbanding terbalik dengan yang terakhir aku temui tempo hari.Wanita yang ku panggil hanya melengos masuk kedalam lagi dengan menelangkupkan tangan ke wajah. Seolah enggan menemui ku. Karena rasa penasaran yang tinggi, ku kejar dia. Kalau memang dia bukan Leli, kenapa harus lari.Ku buka tirai tanpa pintu itu dengan hati hati. Kepala ku menyembul kedalam. Wanita itu menangis di ujung ranjang yang reyot. Bahunya terguncang. Aku duduk di sampingnya. Ku pegang pelan ujung tanganya." Benar. Ini Leli adik mbak ?" tanya ku sehalus mungkin.Dia histeris. Berdiri dengan berlinangan air mata." Mau apa mbak kesini ? Mau menghinaku sekaligus mengusirku ? Hancurkan aku sekalian mbak," ucapnya pilu.Ku genggam tanganya. Ku dudukan lagi dia di sisiku. Tanganya masih bergetar. Tangisnya belum reda." Lel, mau seperti apapun aku ini adalah kakakmu. Setiap orang pasti punya salah dan masa lalu,"Serta merta L
" Sombong kamu Narti. Berapa sih uang mu dari hasil kerjamu menjadi babu di negara orang ? Paling tidak sampai setahun juga sudah habis," hina Tante Mira." Itu urusan saya Tante. Mau berapapun, setelah ini saya akan rebut hak asuh anak anak dari kalian,"" Apa bisa kamu menghidupi anak mu dengan layak hah ?" Seorang anak tidak perlu orang tua yang kaya. Tapi orang tua yang bahagia. Permisi,"Aku berpamit ke kamar Yuli. Putri ku tergolek lemah di ranjang. Badan kurusnya semakin membuat hatiku menjadi miris. Kupegang tanganya. Ku ciumi berulang ulang. Tak henti hentinya aku meminta ma af karena telah meninggalkanya.Mata itu terbuka perlahan." Bu, Yuli tidak tahan. Tolong belikan Yuli bu," ucapnya memelas. Tetapi air mataku semakin tumpah ruah. Permintaan yang tidak mungkin akan aku turuti." Yuli lawan ya nak. Itu haram. Yuli harus bisa," " Hanya dengan itu Yuli tenang bu. Tolong," kata Yuli bergetar.Ya Tuhan apa yang selama ini dialami Yuli. Hingga dia mengharapkan ketenangan. A