Share

PERANG DIMULAI

Harusnya sejak lima menit yang lalu aku sudah bisa pulang, berhubung jam ganti shift tepat pukul 5, dan sekarang telah pukul 5 lewat 5 menit. Tapi gara-gara si Ryan sibuk mengomeli anak baru yang bekerja di shift malam, aku terpaksa harus menunggu.

Langkahku gontai keluar dari toko buku, akhirnya aku bisa pulang. Kepalaku pening. Kuseret langkah malas, saking tak berkonsentrasi hingga tersandung teras toko buku yang tak rata. Untung sebuah tangan dengan sigap menarik tanganku sebelum mukaku mencium teras batu!

"Maka-- Kamu lagi?!"

Kalimatku terputus, berganti muka jengkel sekaligus kaget. Lagi-lagi Nicholas! Mau apa dia di depan toko buku?! Jangan bilang ..., sejak kuusir tadi siang sampai sekarang, dia menunggu aku?!

"Kamu nggak punya kerjaan, ya?! Hah?! Ngapain masih di sini?! Tadi udah kusuruh pergi, kan?!"

"Kenapa kamu galak banget, sih? Kamu lupa ..., posisi aku ini apa? Sebaiknya, kalau kamu butuh restu dari aku, kamu harus tau jaga sikap, calon adik ipar." Dia mencondongkan mukanya, tersenyum puas.

"Orang aneh!"

"Terserah apa kata kamu. Tapi memang udah jadi tugas aku buat melindungi semua anggota keluargaku sendiri, terutama adik laki-laki aku satu-satunya. Dia mungkin udah dewasa buat kamu, tapi bagi kami, dia masih bayi kecil yang nggak tau apa-apa."

"Jadi kamu mau apa?! Memastikan aku menjauh dari Theo? Kamu mau nyogok berapa?!" Aku menantang, mana tahu dia sungguh akan memberi sogokan seperti di dalam sinetron.

Nicholas mengikik geli. "Aku bukan orang jahat, calon adik ipar. Justru aku berniat baik. Aku mau mengenal kamu lebih dalam. Kalau kamu sesuai dengan standart kami, ya kenapa enggak? Kami bisa menerima kamu."

Darahku mendidih mendengar semua bualannya. 'Standar'? Katanya 'standar'? "Ketimbang ngurusin Theo sama aku, mending kamu fokus ngurusin calon istri kamu sendiri, si cewek pirang aneh itu!" Aku berbalik, mau pergi begitu saja.

"Jadi kamu mau putus dari Theo sekarang?" Pertanyaannya menahan langkahku tiba-tiba.

"Heh? Sejak kapan aku bilang gitu?" Aku berputar, kembali ke hadapan Nicholas yang kini memasang ekspresi puas. "Jadi mau kamu apa?!" tanyaku sekali lagi.

"Aku udah bilang, memastikan kalau kamu layak masuk keluarga kami. Simple."

Dasar orang brengsek! Kecamku dalam hati. "Sekarang aku lapar, udah waktunya makan malam. Mungkin ..., kamu sebagai calon adik ipar mau ngajak calon kakak ipar kamu ini untuk makan. Hm?"

Bola mataku berputar mendengarnya. "Nggak salah? Kamu kan punya banyak uang, beli aja makanan sendiri!" sahutku judes.

"Aku nggak mungkin minta kamu traktir, kan? Aku juga nggak mau makan ayam kentucky, karna mungkin itu makanan paling mahal yang bisa kamu beli."

Bagaimana bisa ada seseorang yang terdengar baik tapi sekaligus menghina dalam satu kalimat. "Terus kamu mau apa?!" Kesabaranku makin menipis.

"Kamu bisa masak, kita bisa makan di rumah kamu."

Sekarang aku mengerti! Dia sengaja ingin aku membawanya ke rumahku, mungkin agar dia bisa melihat kondisi kehidupanku yang sebenarnya. Pepatah lama berkata, rumah adalah jiwa pemiliknya. Dia sedang menguji aku.

O Tuhan, berurusan dengan orang kaya ternyata lebih buruk dari yang aku duga!

"Ya ..., oke. Boleh-boleh aja, tapi aku tinggal di kost yang kecil. Mudah-mudahan kamu nggak jijik dan risih nanti nya, calon kakak ipar!" balasku menantang.

Mata kami lurus beradu. Senyum picik tersungging di bibirnya. Kubalas dengan muka cemberut. Baiklah, Nicholas Baskoro, kalau kamu lagi membunyikan genderang perang sekarang, aku siap! Aku akan buat Theo benar-benar jadi milik aku! Lihat saja. Aku akan menang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status