Home / Romansa / SAY YES, PLEASE / MIMPI JADI CINDERELLA?

Share

MIMPI JADI CINDERELLA?

Author: Kumara
last update Last Updated: 2021-05-08 13:12:51

Keluarga Theo sudah berlalu, aku tak semestinya memikirkan mereka lagi. Tapi tidak, mereka masih menggentayangi kepalaku bahkan setelah seminggu berlalu sejak acara family gathering sialan itu. Apa lagi kakak laki-laki Theo, Nicholas. Mukanya seringkali tiba-tiba muncul di benakku, aku tidak tahu kenapa. Mungkin aku butuh liburan, mungkin aku butuh rehat sejenak dari toko buku ...,

"Mayang!"

Aku yang sedang menyusun buku terperanjat bukan main. Berbalik dengan muka mutung. Kulihat manajer toko, Ryan, berkacak pinggang sambil memegang beberapa buku di tangan kanannya. Dia membenarkan kacamatanya sembari berjalan ke arahku. Dia cuma dua tahun lebih tua tapi perawakannya tampak seperti pria hampir berkepala empat, jangan tanya kenapa.

"Belakangan saya liat kamu suka bengong, nggak heran buku-buku disusun nggak sesuai abjad! Ini buku juga nggak sesuai genre!"

Yup, dia lebih cerewet dari nenekku, tapi aku paham, itu adalah pekerjaannya.

"Sorry, saya perbaiki lagi." Kupaksa diri untuk tersenyum.

"Fokus! Semua orang juga punya masalah, bukan cuma kamu aja." Dasar cowok mulut setan!

Ryan berbalik ke tempat kassa, sekarang kasir yang jadi samsak tinju mulutnya. Tanganku lanjut bergerak menyusun buku yang belum selesai. Fokus, seperti kata Ryan tadi. Dan, saking fokusnya sampai aku menabrak seorang pengunjung bertubuh tinggi berjaket kulit, buku-buku di tanganku berjatuhan ke lantai.

"Ma-maaf, Mas!" kataku terbatah-batah sembari merunduk untuk mengambil buku-buku yang jatuh.

Senyum di bibirku memudar seiring aku berdiri dan menatap pria tinggi di hadapanku. Nicholas! Aku menjerit dalam hati. Jemari tangannya yang lentik perlahan melepas kacamata hitam yang dia kenakan.

"Jadi, di sini tempat kamu kerja?" Kepalanya beredar singkat.

Tidak mungkin. Pria seperti ini mana mungkin datang ke sini untuk membeli buku. Pasti dia sengaja menguntitku! "Kamu ngapain di sini? Ngikutin aku?!" tanyaku bernada cukup tinggi.

Nicholas tertawa kecil, dianggapnya tuduhanku tidak serius. "Maaf, tapi kamu kira kamu ini model atau apa? Ngapain ngikutin kamu?"

"Terus, ngapain di sini? Orang kayak kamu keliatan bukan tipe pembaca buku." Aku juga tidak tahu kenapa aku berkata seperti itu, tapi aku tahu aku terdengar sangat kasar tanpa alasan.

Nicholas melipat kedua tangannya di depan dada. "Oke, jujur aja ..., aku memang mencari tau soal kamu. Kenapa terkejut?"

"Buat apa?"

"Yah ..., karna di zaman sekarang, ada banyak orang yang menghalalkan segala cara untuk jadi kaya, termasuk merusak hidup seorang anak orang kaya," katanya tajam, sambil tepat membidik tajam mataku.

Buset, sekarang dia mengira aku cewek Gold Digger (mata duitan alias matre). Padahal, sumpah, aku tidak pernah meminta apa pun kepada Theo. Dan lagi, kami juga tidak pacaran. Semestinya pura-pura jadi pasangan itu sudah berlalu,cukup sampai di acara keluarganya kemarin, kenapa masih berlanjut saja? Tapi tidak mungkin pula kalau aku jujur kepada Nicholas kalau kami hanya berpura-pura, Theo akan dipermalukan. Satu-satunya jalan hanyalah ..., melanjutkan sandiwara!

"Kalau kamu kira aku cuma mengejar harta Theo, kamu salah. Aku nggak ada maksud begitu. Kalau aku memang punya niat kayak gitu, ngapain juga aku masih tetap kerja di tempat ini?" Aku membela diri.

Nicholas tersenyum miring, sinis. "Justru itu, seorang karyawan toko buku yang bermimpi jadi Cinderella."

"Kamu udah keterlaluan, kalau kamu datang ke sini cuma untuk menghina aku dan profesi aku, lebih baik kamu keluar," kataku tegas.

Sekali lagi Nicholas tersenyum sinis, lantas mengambil satu buku secara acak dari rak buku di sampingnya. "Kita liat, apa kamu akan bertahan," katanya sembari berbalik. Tangan kanannya terangkat memegang buku yang dia ambil tadi lalu berjalan cuek ke kasir.

Apa mau cowok itu? Aku tak paham jalan pikirannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SAY YES, PLEASE   EXTRA CHAPTER

    Tapi tunggu sebentar, itu belum akhirnya, masih ada yang harus aku sampaikan perihal hubunganku dengan Nicholas.Setelah orang tua Nicholas menerima kondisi kami, termasuk janin yang ada di kandunganku, kami melangsungkan kembali acara resepsi pernikahan yang lebih megah dan besar, di mana seluruh keluarga, kerabat maupun rekan bisnis keluarga Nicholas datang dan mendoakan kami.Kadang hatiku masih kecut, sebab samar-samar aku masih bisa mendengar suara cibiran dari keluarga Nicholas yang belum sepenuhnya menerima kehadiranku. Meski demikian, sosok Theo cukup sebagai pencair suasana.“Kenapa, Bumil? Kok mukanya cemberut?” tanya Theo sambil berdiri manis di sampingku, sementara Nicholas sibuk meladeni rekan-rekan bisnisnya yang berdatangan silih berganti sejak tadi siang.Aku pura-pura tersenyum, menutupi hati yang gelisah dan agak kecewa. “Nggak kenapa-napa kok, Theo ... giman

  • SAY YES, PLEASE   REKONSILIASI

    Sedetik dunia di sekitarku serasa berhenti berputar. Mataku terarah hanya memandang batu cincin berlian yang dipegang Nicholas. "Kamu ..., yakin?" tanyaku lirih. "Yakin banget! Aku udah fiks mau ninggalin semuanya, demi kamu, demi anak kita, masa depan kita. Kamu mau kan?" Nicholas menatapku penuh harap. Mana mungkin bisa aku menolaknya bila sudah begini. Air mataku jatuh sampai ke dagu, langsung kuanggukkan kepalaku berulang kali. "Ya! Iya ..., aku mau! Aku mau!" isakku terharu. Dalam sedetik Nicholas langsung berdiri memelukku erat-erat, lalu dia pegang daguku kemudian bibir kami bertemu kuat. Selesai dia cium aku merilis segala perasaan, dia sematkan cincin itu di jari manisku. *** Kami kembali ke rumah Papa dan Mama dengan tangan bergandengan. Mama berlari ke arahku saat dia sadari jari manisku dilingkari sebuah cincin dengan batu nan indah. "Kamu ..." Suara Mama menggantung. Di depan kedua orang tuaku yang agak kebingungan, Nichol

  • SAY YES, PLEASE   DILAMAR

    Mungkin benar apa kata orang, cinta ibu itu sepanjang masa. Walau ayah dan ibuku kecewa atas kebodohan yang kuperbuat, mereka masih menerima kondisiku. Aku tak diusir atau bahkan dibuang seperti yang aku sangka.Malahan, dengan penuh perhatian, ibuku menyiapkan ramuan jamu untuk menguatkan janin di rahimku. Dia pun meminta agar aku tak berpikir untuk menggugurkan kandunganku, dia mengecam pikiran itu meski hanya sekilas terbersit. Aku pun berjanji, bahwasanya aku tak akan pernah membunuh anakku sendiri. Aku akan mempertahankannya dengan apa pun.Semua berjalan baik selama seminggu aku berada di rumah Mama dan Papa. Sampai satu sore, Papa menerima seorang tamu yang katanya mencariku. Aku yang saat itu sedang memasak di dapur beranjak ke ruang tamu untuk melihat sendiri siapa yang datang."Mayang!"Betapa kaget aku saat yang kujumpai sedang berdiri di depan pintu ternyata Nicholas. Wajahnya semringah sekaligus kaget. "Aku nyari kamu ke mana-mana!" serunya.

  • SAY YES, PLEASE   HURU HARA

    Dengan menumpang becak dari Bandara, aku sampai juga di rumah kecil milik orang tuaku. Hampir tak ada yang berubah. Di teras rumah kecil itu masih ada mesin jahit tua tempat ibuku biasanya menerima jasa menjahit.Dulu dia aktif membuatkan kebaya sampai gaun pengantin, tapi seiring dia menua, pesanan yang dia kerjakan hanya menjahit celana jins atau memperkecil baju saja. Lagipula, dia tak perlu pula bekerja terlalu keras sebab anaknya satu-satunya yaitu aku sudah bisa mandiri sendiri, dia cukup memikirkan masa tuanya saja.Kota tempat orang tuaku tinggal bukan kota metropolitan, cuma kota kecil. Dibilang desa atau kampung jelas bukan, tapi disebut kota besar juga bukan. Tidak banyak gedung tinggi, tapi mal ada, plaza ada. Kebanyakan adalah perumahan atau kawasan penduduk yang tak seberapa padat. Rumah mereka pun, sekalipun kecil dan sederhana, namun gampang diakses karena tepat berada di pinggir jalan besar. Di seberang rumah mereka, berdiri sebuah pabrik rokok yang su

  • SAY YES, PLEASE   RAHASIA KELAM

    Belum ada kepastian dari Nicholas selanjutnya kami harus bagaimana. Dokter hanya memberiku vitamin untuk memperkuat janin. Usai pemeriksaan, aku dipersilakan pulang. Theo tak berkata apa-apa, barangkali takut juga salah memberi komentar dan malah membuat Nicholas tambah berang.Tak ada basa-basi dari Nicholas, dia pun langsung pulang. Dia kembali lagi menjelang malam, aku tak tahu untuk apa. Sekelebat, aku kira dia akan melamarku, memintaku untuk menjadi istrinya, atau mungkin membicarakan rencana untuk pernikahan atau setidaknya ingin bertemu orang tuaku.Namun, aku salah. Dia justru berkata tanpa ragu, dengan mata begitu lurus dan tajam, "Sebaiknya kamu gugurkan aja kandungan itu. Jangan diteruskan."Mulutku terbuka setengah, kepalaku pening seketika seolah ada petir yang menyambar tepat di ubun-ubun. "Hah? Kamu nggak lagi mabuk kan, Nich?" tanyaku pelan, syok.Matanya agak memerah. "Aku belum siap untuk jadi ayah," jelasnya pendek.Singkat. Tapi

  • SAY YES, PLEASE   KARUNIA YANG TAK DIHARAPKAN

    "Mayang! Aku mau ngomong bentar, May!"Satu bulan ini aku terus "diteror" oleh Theo. Aku menolak bicara, aku bahkan ogah walau sekadar bertemu. Wajar kalau aku marah besar, apa yang dia lakukan begitu egois sekalipun berdalih untuk melindungiku dari Nicholas.Sejak Om Baskoro mengumumkan pergantian ahli waris, Nicholas memang gundah gulana. Itu manusiawi, seumur hidupnya dia menjalani hidup sebagai calon penerus tahta lalu tiba-tiba saja mahkotanya akan direbut oleh adiknya sendiri. Dan semua itu hanya karena satu orang perempuan, yaitu aku. Menurutku dia gila kalau dia tidak panik saat ini.Untungnya Nicholas belum ada tanda-tanda meninggalkan aku meskipun dia tampak sangat cemas belakangan ini."Mayang,please!"Kepalaku mau meledak juga lama-lama, Theo seolah tak akan menyerah sekalipun petir menyambar kepalanya. Akhirnya aku keluar, kulihat dia sudah pucat, kelelahan, terlalu lama menunggu."Apaan sih?!" hardikku jengkel.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status