Entah sudah berapa tegukan wine yang di habiskan, Karan akhirnya memilih mengambil satu botol wine kecil untuk dia minum di rumah. Setelah perdebatannya dengan Leon usai, dia meninggalkannya begitu saja.Belum usai masalahnya di kantor, Ryn juga sulit dihubungi dan kini pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan dan pernyataan Leon mengenai Eliza. Gadis yang dia nikahi saat ini, tetapi dia khianati bahkan sebelum pernikahan.“Persetan! Semua orang tidak berguna bagiku, mereka hanya membuat beban saja. Tak ada satu pun yang dapat membantu menyelesaikan masalahku ini,” pekik Karan seraya berjalan menuju mobilnya yang di parkirkan di halaman kafe.Kondisi Karan tidak begitu parah, sehingga dia masih dapat mengendarai kendaraannya. Karan tidak begitu mabuk, hanya sedikit pusing dengan masalah yang sedang dihadapinya.Sepanjang perjalanan, dia terus saja memikirkan ucapan Leon mengenai Eliza. Dia tidak tahu apa yang dilakukannya benar atau salah, Karan sama sekali tidak pernah merasa bersalah ata
Eliza masih mengurung diri di kamar sejak semalam, setelah apa yang Karan lakukan padanya. Lelaki itu memang tidak tahu diri, bahkan tidak peduli kepada istrinya sendiri.Karan selalu saja melakukan apa yang dia kehendaki tanpa memikirkan nasib Eliza, dia menyukainya ataupun tidak. Tak pernah dihiraukan lagi oleh Karan, selain kepuasaannya saja. Bahkan pagi ini, entah ke mana lelaki itu menghilang. Sejak semalam dia meninggalkan Eliza dalam keadaan tak berbusana dan air mata yang tiada hentinya. Karan sudah lenyap setelah menuntaskan berahinya pada Eliza.“Bajingan! Kenapa aku harus menjadi budak permainan nafsunya? Bodoh! Aku memang bodoh, sebab telah percaya dengan ucapan janji setia dan cinta palsunya.”Eliza menangis, lagi dan lagi tiada henti. Hingga dering ponselnya berbunyi, ada panggilan masuk. Siapa lagi kalau bukan dr. Sean yang menghubunginya pagi ini.“El, akhir pekan klinikku libur. Kamu bisa ke sini untuk melakukan cek up,” ujar dr. Sean dari seberang sana.Tak ada jawa
Eliza mengangguk, “ya, tentu saja. Apa?“Apakah kamu pernah mengalami pelecehan seksual sebelumnya?”Eliza tersentak, bayangan buram itu terasa nyata lagi baginya. Kejadian lima belas tahun yang lalu, saat dia masih duduk di bangku sekolah. Hampir saja Eliza akan dilecehkan oleh guru olahraganya. Rasa takutnya terhadap seorang lelaki belum sembuh hingga kini.Trauma masa lalu yang entah kapan akan hilang. Mengingat saat ini Eliza juga menikah dengan lelaki yang sangat kasar di atas ranjang. Hal itu membuatnya sangat takut ketika Karan menyentuhnya, seperti seseorang yang akan menerkamnya saat itu juga.“Lima belas tahun yang lalu, aku pernah mengalami pelecehan seksual secara verbal dan non verbal, tapi tidak sampai kehilangan kehormatanku. Sejak saat itu, aku sangat takut terhadap lelaki.”Sean mengangguk, dia paham apa yang Eliza rasakan dan trauma sangat berat. Tidak udah pulih begitu saja, kecuali dia menemukan lelaki tepat yang membuatnya nyaman.“Jadi begini, El. Untuk kasus kam
BRAK!!!Pintu kamar Ryn berhasil terbuka. Sontak saja membuat dia dengan lelaki yang bersamanya terkejut. Ryn bangkit seraya mengikatkan lingeria kimononya ke pinggang. Wajahnya antara kesal dan juga bingung.Bagaimana bisa Leon datang ke tempatnya? Sedangkan Ryn tidak pernah memberitahu siapapun di mana dia tinggal. Bahkan Karan sendiri tidak pernah tahu tempat tinggal dirinya.“Heh! Pelayan kafe! Atas dasar apa kamu datang ke tempatku seperti ini?”“Sudahlah, Ryn. Tidak perlu lagi bersandiwara denganku, dasar kupu-kupu malam! Bisa-bisanya kamu mengambil simpati lelaki, lalu menghancurkannya begitu saja.”“Apa maksudmu?”Leon mengeluarkan semua berkas dan bukti yang dia bawa. Nota belanja dan pengambilan uang dengan jumlah besar atas nama Karan masuk ke rekening miliknya. Belum lagi beberapa aset yang sudah berpindah kepemilikan.Meskipun bekerja di sebuah club malam, Leon memiliki lingkaran teman yang dapat membantunya membuktikan penipuan Ryn. Beberapa data banyak yang sudah dipalsu
Karan menangguhkan kekesalannya kepada Eliza, tanpa kata lagi dia meninggalkan Eliza begitu saja di ruang tengah. Sementara Eliza sendiri bingung, tidak biasanya Karan bersikap seperti itu.Seperti biasanya, jika marah dia pasti melampiaskan amarahnya kepada Eliza atau dia telanjangi istrinya. Hal itu sudah biasa dilakukan Karan, tapi tidak kali ini. Bahkan saat dia mengetahui bahwa sang istri sedang dekat dengan lelaki lain.“Bi, saya sudah berpesan agar tidak mengatakan apa pun kepada Karan. Bagaimana dia mengetahui kalau saya pergi dengan dr. Sean?” tanya Eliza memastikan kepada Bi Tuti.“Saya tidak mengetahui apa pun, Bu. Tuan sudah pulang sejak tadi setelah Ibu pergi, hanya bertanya ke mana tapi tidak saya beritahu. Tapi tadi, ada temannya datang ke sini. Sepertinya terjadi sesuatu di kantor.”“Baiklah, Bi. Mungkin memang dia sengaja mencari tahu keberadaan saya, sudahlah tidak perlu khawatir. Lagi pula, dia juga punya banyak simpanan wanita. Tidak ada salahnya, jika aku ikuti pe
Setelah hari-hari yang terlewati, Eliza sudah tidak sanggup lagi bertahan dengan Karan. Hatinya memang tidak sanggup berpisah, tetapi hanya dengan jalan ini hidupnya akan lebih baik. Eliza memilih mencari kebahagiannya sendiri.Meskipun kenyataan sebenarnya, Eliza tidak pernah melakukan apa pun dengan Sean. Dia hanya menjadikan Sean sebagai alasan untuk berpisah dari Karan. Eliza tidak mau dikalahkan oleh rasa cintanya kepada Karan, dia juga ingin hidup bahagia.Masih terlalu singkat hubungan pernikahan mereka, jika harus berakhir begitu saja saat ini. Akan tetapi, Eliza harus tegas dan mengabil keputusan untuk dirinya dan kebahagiannya. Karan tidak boleh terus menyiksanya.“Aku punya dua pilihan, Karan. Bertahan dalam pernikahan ini dengan merasakan sakit selama bersamamu atau aku memilih berpisah dan menemukan kebahagianku sendiri. Lalu, aku mengambil pilihan kedua, lebih baik aku berpisah darimu daripada aku harus menanggung banyak rasa sakit darimu.”“El, siapa yang telah meracuni
Eliza dan Sean mendampingi Karan di ruang IGD selama dilakukan pemeriksaan oleh dokter. Setelah lukanya usai diobati, dokter mengabarkan kondisi Karan kepada keduanya.“Dok, apakah suami saya baik-baik saja? Kenapa dia belum juga bangun?”“Tenanglah, Bu. Suami Ibu baik-baik saja, hanya cedera sedikit dibagian kepalanya dan sudah dilakukan pengobatan. Untuk kasus hilang kesadaran ini hanya sementara, sebentar lagi pasien akan bangun.”“Baiklah, Dok. Terima kasih.”Eliza meratapi wajah suaminya yang terlihat lemah, ini bukan seperti Karan sebelumnya. Melihat kondisi Karan tidak berdaya, Eliza begitu iba dan tidak sanggup meninggalkannya dalam kondisi seperti ini.Meskipun Eliza tahu banyak rasa sakit yang sudah diberikan Karan kepadanya, tetapi hati kecilnya tidak sanggup jika harus pergi menjauh dari sang suami. Melihat Karan tidak sadarkan diri saja, Eliza sudah tidak dapat menahan air matanya.“Karan baik-baik saja, El. Kamu tenang, kita tunggu hingga dia benar-benar bangun.”“Bagaim
Eliza menatap senja di kursi taman rumah sakit. Terlalu temaram, senja menjelang gelapnya malam. Eliza menyeka air matanya, ada kepedihan yang dia simpan. Tuhan telah memilih dirinya menjadi wanita yang sangat kuat menghadapi peliknya kehidupan dan pahitnya sebuah perjalanan. Sudah banyak rasa sakit dan segala rasa yang dia alami setiap tahun berganti. Hari itu, saat Karan telah resmi menjadi suaminya. Dunia Eliza berubah, dia milik Karan seutuhnya. Tidak pernah ada sedikit pun perasaan Eliza akan menyakiti atau pun disakiti oleh Karan. Dia selalu berusaha patuh terhadap apa yang diperintahkan Karan kepadanya. “Kenapa kisah cintaku harus sepedih ini, Tuhan? Apa kesalahan yang aku lakukan, hingga lukaku begitu dalam merasakan pedihnya sebuah hubungan. Suami yang kucintai, ternyata tidak begitu mencintaiku. Kini, bahkan dia melupakan aku dan semua tentang kita,” lirih Eliza seraya menyeka air matanya. Eliza terkungkung bagaikan seekor burung dalam sangkar. Pernikahan mewah, mahar t