Share

7. Berhasil kabur

Dengan langkah tertatih akhirnya aku sampai di balik pagar tembok depan rumah. Iya, aku memutuskan untuk keluar dari neraka ini meski rasa di dalam sini bercampur aduk. Jantung dari tadi tidak berhenti berdentum dan berasa hampir lompat dari tempatnya.

Aku segera menghubungi Ani setelah memastikan kondisi di rumah ini benar-benar aman dan seluruh penghuninya sudah tertidur lelap.

Tidak mudah. Bahkan hampir berkali-kali aku mencoba menghubungi nomer teman sekaligus tetangga dekat rumah. Aku tahu karena aku menghubungi Ani pada saat orang-orang sedang tertidur lelap. Hampir pukul 1 dini hari. Hingga akhirnya pada panggilan yang kesekian itu, akhirnya Ani segera membalas pesan dariku.

Aku sengaja meninggalkan pesan agar ia mengirim pesan saja agar tidak terdengar suara yang tentunya akan berakibat menimbulkan kecurigaan mas Jimmy dan keluarganya.

"Ada apa, Kar? Tumben malam-malam gini kamu menghubungi?"

"Ani tolong, Aku."

"Bantu aku keluar dari sini."

"Kar, kamu baik-baik saja kan?"

"Oke, aku segera datang ke sana."

"Aku tunggu di balik dinding pagar."

Selesai berkirim pesan. Aku segera mencari cara bagaimana agar aku bisa keluar dari rumah ini secara pagar rumah pun sengaja dikunci oleh mas Jimmy.

Tapi tunggu. Bukannya tadi ia buru-buru menarik ku masuk ke dalam rumah dan memang sepertinya ia belum sempat untuk mengunci pintu pagar depan.

Semoga pertolongan segera datang.

Aku berjalan mengendap-endap sebisa mungkin jangan sampai mengeluarkan suara yang membuat curiga. Semoga mereka sudah tertidur lelap.

Setelah bersusah payah. Akhirnya aku sampai di depan pagar. Dengan berhati-hati aku mengecek kunci pada pintunya. Dsn syukurlah pintu pagar memang tidak dikunci karena suamiku yang lupa.

Aku bisa bernapas lega.

Segera aku keluar dari pintu pagar yang untungnya bertepatan dengan Nia dan juga suaminya baru saja sampai di depan rumahku.

"Ya ampun Sekar ...." Aku segera membekap mulut Ani. Aku takut suaranya itu bisa menimbulkan kecurigaan. Ani masih belum percaya dengan kondisiku saat ini.

"Ma, cepat ayo kita bawa Sekar dulu!" Dari dalam mobil. Mas Ali suami Ani menyeru pada istrinya agar segera membawa aku untuk cepat masuk ke dalam mobil milik mereka.

Tidak menunggu lama, akhirnya aku sampai di rumah mereka.

Setelah mobil benar masuk ke dalam. Pagar rumah ini segera di kunci dari dalam oleh suami Ani.

"Kamu istirahat dulu di sini." Aku mengangguk. Aku dibawa oleh Ani ke dalam satu ruangan kamar.

"Mas, minta tolong ambilkan kotak obat!" seru kawanku ini pada suaminya.

Ani sebenarnya memiliki seorang anak. Sayangnya anak satu-satunya itu harus tinggal terpisah dan ikut kakek neneknya dari pihak suami Ani karena kebetulan juga suami Ani juga Ani tunggal.

"Kamu kok bisa sampai seperti ini si Sekar? Ke**at banget suamimu itu. Aku yakin ini pasti ulah dia, kan?" Aku mengangguk. Karena memang itulah kenyataannya.

"Kamu kok sampai bisa kepikiran untuk kabur. Kenapa gak dari dulu saja? Nunggu kesakitan seperti ini dulu baru sadar?" Aku merintih kesakitan karena kompres-an air es yang dilakukan Ani untuk mengobati lukaku.

Tidak berselang lama mas Ali datang dengan membawa satu kotak berwarna putih dan minuman di tangannya.

"Minum dulu mbak Sekar."

"Terimakasih, Mas." Aku segera meneguk susu hangat yang disuguhkan hingga tidak bersisa.

"Kar, kamu lapar?" tanya Ani mungkin karena keheranan melihat tingkah ku.

Aku cengar-cengir. "Iya, An. Apa boleh aku numpang makan di rumah kalian?" tanyaku sungkan. Sungguh kejadian memalukan ini baru pertama kali dalam hidupku. Meminta makanan seperti orang kelaparan yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya seumur hidupku. Sebelum hidup bersama dengan mas Jimmy hidupku bagai seorang yang diratu kan. Tidak pernah olehku kekurangan suatu apapun.

"Ya ampun, Kar. Tentu saja boleh. Bentar aku ambilkan nasi dulu. Kamu tunggu ya, aku mau panasin dulu sayur dan lauknya." Aku mengangguk patuh seperti anak kecil.

Selang beberapa menit, Ani datang lagi dengan sebuah nampan dibatas tangannya.

"Kamu makan yahh banyak biar tenagamu pulih kembali. Besok kamu harus cerita. Aku tinggal lanjut istirahat dulu ya. Kamu juga habis makan harus cepat istirahat. Kamu masih punya hutang cerita sama aku."

Setelah membawakan makanan untuk aku. Ani lantas berpamitan untuk kembali melanjutkan istirahatnya yang sudah aku ganggu.

Aku menatap makanan di atas nampan ini dengan berderai air mata. Seperti inilah nasibku saat ini. Bagaimana juga dengan kabar putraku Yusuf yang sudah aku tinggalkan itu. Meski selama ini aku tidak bisa dengan dengan darah dagingku sendiri. Nyatanya hubungan darah dan ikatan batin sangatlah kuat.

"Semoga kamu baik-baik di sana, Nak. Maafkan Mama karena sudah tega membiarkan kamu sendiri. Semoga Papamu dan nenekmu berlaku baik sama kamu, Sayang."

**

"Pagi, Kar? Bagaimana dengan istirahatnya? Apa kamu sudah baikan." Ani menyambut ku. Aku sengaja bangun lebih pagi dengan tujuan ingin membantu pekerjaan Ani juga karena sudah menjadi rutinitas ku setiap hari selama lima tahun tinggal bersama dengan keluarga mas Jimmy. Bagiku pekerjaan baru karena sebelumnya aku tidak pernah melakukannya di rumah orang tuaku.

"Pagi juga, An. Aku sudah lebih mendingan." Aku berniat membantu Ani membersihkan cucian yang ada di wastafel.

"Kamu istirahat saja, Kar. Biar aku kerjakan nanti." Ani masih melanjutkan menyeduh dan mengaduk minuman yang baru saja ia tuangkan air panas di dalamnya.

"Gak apa-apa, An. Malah sakit semua kalau gak bergerak." Aku melanjutkan menuangkan sabun cair pada wadah yang ada di samping wastafel.

"Kar, bagaimana ceritanya kamu sampai bisa seperti ini?" Ani menoleh ke arahku.

Aku masih melanjutkan pekerjaanku. "Aku sendiri juga bingung mau mulai dari mana. Yang jelas kemarin itu aku pulang dari kantor langsung dihadang sama mas Jimmy. Dia bilang aku kelayapan, malam baru sampai rumah. Padahal aku di kantor nunggu dia sampai berjam-jam tapi dia juga tidak muncul-muncul. Aku hubungi juga tidak aktif nomernya. Tapi dia tetap tidak mau disalahkan karena alasannya dia baru saja makan malam bersama dengan keluarganya itu. Yang katanya untuk merayakan ulang tahun ibunya itu.

Bukan hanya mas Jimmy tapi ibu mertua juga ikut menyerang karena aku yang tidak punya perasaan tidak memberikan kado juga tidak menyiapkan kejutan untuknya."

"Dasar keluarga gi**. Memang mereka semua sudah gak waras. Dan bisa-bisanya seorang Sekar bisa hidup dan bertahan bertahun-tahun dengan manusia-manusia tidak punya otak seperti keluarga suamimu itu!" Ani nampak murka usai mendengar cerita dariku.

"Tapi aku bersyukur karena kamu sudah berhasil keluar dari neraka itu." Lanjutnya.

"Tapi aku belum bisa tenang, An. Karena anakku masih ada di sana."

"Kamu tenang saja. Yang terpenting kamu sudah bisa keluar dari sana. Nanti kita bantu cari jalan keluar untuk putramu itu. Selanjutnya kamu mau bagaimana?"

"Aku juga belum kepikiran apa-apa, An," ucapku pasrah karena memang belum terbesit ide apapun untuk melakukan langkah selanjutnya yang harus aku tempuh.

"Apa tidak sebaiknya kamu kembali pulang ke rumah orang tuamu. Kamu jelaskan pada mereka siapa tahu mereka juga masih mau menerima kamu dan juga alasan kenapa kamu sampai tega meninggalkan mereka hanya demi seorang pria lak**t."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status