Share

6. Sekar kabur

"Mas, Bu ...! Mbak Sekar gak ada!" Aku yang baru saja keluar dari dalam kamar dan berniat untuk mengecek keberadaan dari istriku ternyata dikagetkan terlebih dahulu oleh teriakan Jihan. Aku buru-buru menuju belakang rumah. Teras yang biasanya kami pergunakan untuk tempat jemur cucian dan tempat laundry.

"Mas, mbak Sekar gak ada." Melihat kedatanganku adik semata wayangku langsung menghampiri aku dengan raut penuh kekhawatiran. Bukan hanya Jihan. Aku tentu saja dibuat khawatir dengan kabar yang disampaikan oleh adikku ini.

"Gak ada bagaimana? Apa kamu sudah cari seluruh tempat?" tanyaku dengan nada panik. Aku meninggalkan Jihan dan mencari-cari Sekar di sekitar rumah.

Bisa gawat kalau Sekar benar jika dia memang kabur. Selain kekhawatiran ia menceriakan apa yang selama ini sudah aku dan keluargaku perbuat kepadanya pada orang lain. Juga ketakutan akan kehilangan tambang uang yang selama ini memberikan kenyamanan dalam hidupku dan juga keluargaku tanpa kekurangan satu apapun dan pastinya aku juga tidak perlu bersusah paya dan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup kami sehari-hari.

"Ada apa pagi-pagi sudah ribut saja." Ibu menyusul. Ia baru saja keluar dari pintu dapur.

"Mbak Sekar kabur, Bu." Jihan menjawab pertanyaan ibu.

"Kabur bagaimana maksud kamu?" Bukan hanya aku dan Jihan yang dibuat panik. Kini ibuku sendiri juga mulai menampakkan kepanikannya.

"Kalian cari yang benar. Pokoknya jangan sampai perempuan itu lepas dan kabur. Ibu tidak mau kita hidup susah seperti dulu lagi." Suara ibuku syarat akan sebuah kekalutan.

Mendengar perintah ibu. Aku dan Jihan lekas berpencar untuk mencari keberadaan Sekar.

Aku yakin kalaupun ia nekat kabur pasti belum jauh dari rumah ini.

Sementara ibu dan Jihan mencari disekitar rumah. Aku sengaja keluar untuk mencari keberadaan Sekar di luar sana. Jam masih pagi. Mana mungkin Sekar nekat berangkat kerja sepagi ini.

Hampir dua kali aku mengitari kawasan cluster tempat beberapa tahun ini kami tinggali, sayangnya tanda-tanda akan keberadaan dari istriku itu tidak juga aku temukan. Aku hampir dibuat frustasi karena ulah Sekar. Apa mungkin dia marah karena kejadian kemarin? Aku melakukan itu juga karena ingin memberikan pelajaran pada dia lumrahnya seorang suami pada istrinya. Harusnya ia berpikir untuk tidak mengulangi kecerobohannya itu bukannya bersikap seperti anak kecil yang merajuk dan main kabur begitu saja. Ataukah ini seperti yang pernah dikatakan oleh Ki Ageng jika pengaruh guna-guna bisa hilang begitu saja kalau saja aku sampai telat datang untuk melakukan ritual perpanjangan pengaruh dari guna-guna itu. Tapi ini juga tidak mungkin karena aku masih ingat kalau ki Ageng meminta agar aku kembali datang tiga bulan terhitung dari kapan aku terakhir datang ke tempatnya dan itu masih satu Minggu lagi.

Niatku hari ini datang ke tempat Ki Ageng terpaksa harus aku urungkan untuk mencari keberadaan Sekar terlebih dahulu.

Ki Ageng, kalau bukan karena cintaku ditolak oleh Sekar mungkin aku tidak akan pernah kenal dengan orang pintar itu. Tapi entah bagaimana ceritanya ibuku bisa kenal dengan perempuan dengan tampilan kumuh dan juga badannya yahh sangat bau seperti tidak pernah mandi bertahun-tahun.

Aku dibawa ibu ke sebuah desa di salah satu kota di Jawa Timur karena sebelum pindah ke kota ini karena untuk menghilangkan jejak dari keluarga Sekar. Aku dan Sekar sama-sama berasal dari kota S.

Sekar adalah putri dari juragan besi tua yang cukup terkenal dan usahanya itu adalah usaha turun temurun yang bisa dilihat seberapa kaya keluarga dari mertuaku itu. Sayangnya mereka manusia rakus dah juga tamak. Mereka terlalu sombong dan memandang rendah orang lain yahh tidak setara dengan mereka. Maka jangan salahkan jika putri kesayangan mereka yang harus menanggung semua akibatnya.

Atas s saran dari ibuku. Aku dan beliau segera pergi ke tempat itu setelah kejadian penghinaan atas keluargaku oleh orang tua Sekar. Kedatanganku dan juga ibuku adalah dengan niat baik namun bukannya sambutan hangat seperti yang kami harapkan. Keluarga kaya itu justru menolak mentah-mentah lamaranku atas putri mereka.

Masa depan dan juga karir putrinya mereka jadikan alasan untuk penolakan saat itu. Maka jangan salahkan aku jika cara halus yang akhirnya aku dan keluargaku tempuh untuk mendapatkan Sekar.

Jika sebelumnya adalah landasan cinta sebagai dasar aku menginginkan Sekar. Maka semuanya berubah usai penghinaan itu terjadi. Aku tepat menginginkan Sekar sebagai pelampiasan atas rasa sakit keluargaku yang harus menanggung malu. Malu karena kami terlanjur menyebar kabar jika aku adalah calon suami sekaligus salah satu ahli waris dari usaha besi tua milik haji Syakur.

Berkat bantuan ki Ageng akhirnya aku bisa mendapatkan Sekar. Aku sengaja membuat Sekar menjadi pemberontak kepada orang tuanya. Aku dan ibuku berhasil mempengaruhi Sekar dan akhirnya aku bisa mendapatkan dia seutuhnya setelah berhasil membawanya kawin lari.

**

"Gimana, Jim, Sekar sudah ketemu?" Ibuku sudah menungguku di depan pintu lantas ia menanyakan keberadaan Sekar.

Aku menggeleng ke arahnya dan nampak mimik muka ibuku berubah merah padam antara kesal dan juga bercampur dengan kekhawatiran.

"Bagaimana kalau istrimu itu benar-benar kabur? Apa kamu sudah hubungi nomer si Sekar?"

Aku hampir lupa. Iya, Sekar punya ponsel dan semoga saja ia pergi beserta dengan ponsel miliknya. "Iya, Bu. Jimmy coba hubungin Sekar dulu. Semoga saja ia pergi dengan membawa ponsel miliknya.

Aku bergegas masuk dan diikuti oleh ibuku.

Segera aku masuk ke dalam kamar. Aku mencari benda pipi bergambar Apple digigit yang baru aku beli dua bulan lalu. Iya, ketika itu adalah hari ulang tahunku dan aku meminta dengan sedikit mengancam Sekar untuk membelikan ponsel untuk untukku. Aku tidak tahu dan juga tidak mau tahu bagaimana cara dia mendapatkan uang, secara ATM miliknya ada di tanganku.

Tut!

Tut!

Tut!

"Si*l!" umpat ku.

"Kenapa, Mas?" mimik wajah ibu dan adikku menampakkan kecemasan.

"Gak bisa. Nomer Sekar gak aktif."

"Dasar perempuan kurang ajar! Awas saja kalau sampai dia ketemu. Gak bakalan ibu kasih ampun itu anak!" Emosi ibuku meledak-ledak.

"Mas, Bu bagaimana kalau mbak Sekar sampai lapor ke polisi? Bukannya kemarin kalian sedikit keterlaluan menghajar Mbak Sekar? Bisa saja kan dia kabur karena sakit hati."

"Tutup mulut kamu, Jihan!" sentak ibuku pada adikku. Iya, seperti ada benarnya ucapan adik perempuanku ini.

"Kamu jangan bikin ibu tambah takut."

"Jim, cepat kamu cari dia di kantornya. Kalau perlu kamu cari sampai ke dalam dan seret dia biar tahu rasa. Ancam istrimu itu kalau dia tidak pulang jangan harap bisa ketemu lagi sama si Yusuf."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status