Share

8-MAKAM

Suara teriakanku benar-benar menggema di tengah hutan, bahkan saking kerasnya aku melihat daun-daun yang berada di sekitarku bergerak secara perlahan.

Aku benar-benar tidak tega melihat Ayu dibawa seperti itu oleh Satria, seorang ayah yang kini menjadi teror setelah dirinya meninggal.

Tubuh Ayu benar-benar tidak berdaya, dan teriakanku sepertinya tidak membuat hantu Satria berhenti. Dia terus saja melayang sambil menyeret Ayu dengan kasar di tengah hutan.

Aku yang tidak tahan dengan hal itu kini hanya bisa berlari. Aku sudah tidak peduli dengan sosok Satria yang menyeramkan sekarang, perasaanku untuk menyelamatkan Ayu kini lebih besar daripada aku harus takut kepada sosok hantu yang ingin membawa anaknya sendiri mati bersamanya pada malam ini.

Aku sudah tidak berpikir jernih sekarang, semua khayalan dan realita kini sudah tercampur sepenuhnya. Aku yang sedang berpikir logis atas apa yang terjadi sekarang sudah tidak berlaku lagi.

Karena semua kejadian yang menimpaku pada saat ini sudah benar-benar diluar nalar, dan tidak mungkin ada orang yang percaya atas apa yang aku alami sekarang.

“SATRIAAAA!”

Aku kembali berteriak di tengah hutan, langkahku semakin lama semakin cepat. Nafasku yang berat tidak menghalangiku untuk berlari untuk mengambil Ayu kembali, karena aku tidak mau Ayu menjadi korban atas ulah dari ayahnya sendiri yang sudah meninggal.

Pohon-pohon tinggi yang berada sisi kiri dan kananku aku lewati sebisaku, pohon yang umurnya sudah ratusan tahun yang dipenuhi oleh lumut dan tumbuhan liar yang muncul di sekitarnya, menciptakan sebuah aura mistis yang kental terasa olehku ketika aku berlari mengejar Satria yang ada di depanku pada saat itu.

Aku yang kelelahan, dengan rasa perih yang terus-menerus aku tahan sekuat tenaga terlihat terburu-buru, meloncati batu, menundukan tubuhku di antara batang-batang pohon tumbang yang menghalangi jalanku.

Bahkan, terkadang aku harus melewati lumpur yang membuat kakiku perih karena banyak sekali kerikil dan lumpur yang menyentuh kulitku yang masih terluka setelah aku menginjak potongan kaca bingkai sewaktu dirumah tadi.

Aku terus berlari dan berlari, mencoba mendekati Ayu dengan teriakan-teriakan yang menggema di seluruh hutan, sebuah teriakan yang keras agar Satria tidak membawa Ayu dan menerornya lebih dari ini.

Namun, ada sesuatu yang aneh. Aku seperti tidak bisa mendekati Satria meskipun aku sudah mengeluarkan sebagian besar tenagaku untuk mendekati mereka.

Satria masih terus melayang di antara pepohonan hutan yang lebat itu, menyeret Ayu dengan paksa dan tanpa ampun. Bahkan beberapa kali kakinya tersandung batu, tubuhnya yang terbentur batang pohon, bahkan rambutnya yang tersangkut semak-semak berduri yang ada di hutan.

Aku dengan jelas melihat tubuh Ayu seperti barang yang sudah tidak dia butuhkan lagi, dia sudah benar-benar tidak peduli dengan kondisi Ayu pada saat itu. Tangan dan kaki yang memar dan penuh luka, bahkan kini kulitnya robek dengan darah yang mengucur di kakinya.

‘kenapa?’

‘kenapa?’

‘kenapa aku tidak bisa mendekati Satria?’

Nafasku benar-benar terengah-engah sekarang, entah mau dibawa kemana Ayu sekarang. Dia terus-menerus melayang di antara pepohonan hutan yang gelap itu. Melewati semak-semak hutan, menembus rimbunnya hutan rimba yang menjadi pembatas desa, tanpa peduli bahwa anak yang dia cekik sekarang sudah tidak berdaya lagi.

Hingga akhirnya, aku benar-benar sudah mencapai batasku sekarang. Aku benar-benar lelah, aku sudah tidak mempunyai tenaga lagi untuk mengejar Satria yang sedang membawa Ayu entah kemana.

Aku bahkan menundukan tubuhku, mencoba menahan kakiku sendiri dengan kedua tanganku agar aku tidak ambruk di tengah hutan yang gelap ini.

Aku benar-benar kecapean, nafasku semakin berat. Keringat dingin yang awalnya muncul karena ketakutan ku kini mulai berganti dengan keringat disertai oleh tubuhku yang panas karena kecapean.

Hah, hah, hah,

‘Kamu benar-benar keterlaluan Satria, benar-benar keterlaluan!’

‘Mau dibawa kemana anakmu i......’

Aku bergumam sambil menundukan wajahku, anu benar-benar mengutuk tindakan Satria sekarang, sesosok wujud tanpa tubuh yang meneror kita berdua dengan sangat mengerikan. Membawa Ayu yang merupakan anak satu-satunya untuk dia bunuh dan mati bersamanya.

Namun, ketika aku mengucapkan kalimat selanjutnya, aku kembali kehilangan Satria. Aku kembali lengah, sehingga aku kehilangan jejaknya lagi sekarang.

Argggghhh!

Aku mengeram dan mengepalkan kedua tanganku dengan emosi yang memuncak. Sebenarnya, ada apa dengan mereka berdua, kenapa Satria bisa berbuat seperti ini dengan anaknya sendiri.

Aku menghirup nafas panjang, mencoba melangkahkan kakiku kembali melewati hutan yang lebat itu. Aku berusaha mengira-ngira kemana Satria membawa Ayu pergi sekarang. Aku mengamati jejak kaki Ayu yang terseret ke tanah, juga posisi bulan yang bisa membantuku berjalan dengan sinarnya yang masih terlihat redup.

Hutan dari tanah gambut yang penuh akar itu tidak menyurutkan ku untuk berhenti kembali. Aku terus menyusuri hutan di kegelapan malam.

Hingga akhirnya, sebuah cahaya terang terlihat. Sebuah cahaya dari sinar bulan yang menyala dan tidak tertutup pepohonan hutan kini berada tidak jauh dari tempatku berjalan.

Aku semakin mempercepat langkahku, aku tahu bahwa itu adalah jalan keluar dari hutan ini, hutan yang sangat gelap, rapat dan rimbun juga menyeramkan apabila kita masuki pada malam tiba.

Krosak, krosak, krosak

Semakin cepat, aku melangkahkan kaki, maka semakin cepat pula aku akan keluar dari hutan ini.

Namun,

Tepat aku menginjakan kakiku di dekat hutan, aku mendadak berhenti. Tatapanku kini menatap lurus ke sebuah makam yang letaknya tak jauh dari tempatku berdiri.

Sebuah makam yang baru saja ada disana dalam beberapa hari ini.

Makam dari Satria, makan suamiku yang kini menerorku pada malam ini.

Juga…

Tepat di atas makan tersebut, Ayu tampak sedang berjongkok di bawah sinar bulan yang tepat menyinari dirinya. Rambutnya yang panjang kini terurai menutupi sebagian wajahnya.

Darah merah yang segar masih terlihat dengan jelas, darah yang muncul dari luka-luka yang dia terima ketika dia dibawa oleh Satria sewaktu berada di dalam hutan.

Bahkan kini, aku bisa dengan jelas melihat ada darah segar yang mengucur dari kepalanya, juga mulutnya yang terlihat berdarah seperti habis memakan hewan yang berada di dalam hutan.

Dia sadar, bahwa tak jauh darinya ada aku yang sedang berdiri menatapnya. Bahkan, dia tiba-tiba memiringkan kepalanya dan menyeringai kepadaku pada saat itu.

Mulut Ayu tiba-tiba terbuka, dia berbicara kepadaku dengan nada suara yang berbeda.

“Minah!”

Posisi yang awalnya berjongkok di tengah makam tiba-tiba berubah menjadi merangkak di atas makam, kedua tangannya kini dia letakan ke tanah dengan posisi kepala yang dia condongkan ke arahku.

“Kau tahu kan, bahwa kamu tidak boleh mencampuri urusanku dengan anak ini?”

“Karena, kalau tidak…”

“AKU AKAN MEMBUNUHMU JUGA!” katanya sambil melompat ke arahku yang sedang berdiri disana dengan tatapan matanya yang melotot tajam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status