Share

SEHIDUP SEJANNAH
SEHIDUP SEJANNAH
Penulis: P.ALW

Bab 1

Sudah nyaris satu tahun aku mencoba mengobati luka hati yang tak kunjung sembuh karena sebuah pengkhianatan. Kejadian sialan itu membawaku dalam dunia baru yang membosankan. Aku mencoba melupakan dengan selalu pergi ke tempat hiburan malam, namun yang terjadi bukannya melupakan malah membuatku selalu dalam masalah.

Seperti saat ini contohnya.

Lagi, Aku menabrak pengendara lain karena mabuk dan pikiran melayang. Suara bising sirine seolah membuatku terbiasa. Suara klakson dan makian orang-orang yang merutuki kelalaianku sudah tak Kuperdulikan. Aku hanya diam. Di tepi jalan sembari merasakan dinginnya hembusan angin malam yang menerpa kulit halusku. Dengan pikiran yang selalu saja sama. Menyalahkan masa lalu yang merenggut kebahagiaanku.

Suamiku.... Dia mengkhianatiku.

Dering ponsel kembali terdengar. Aku menatap layar pipih itu dan mengangkatnya dengan santai.

"Ya, Ayah." Suaraku terdengar malas. Seperti biasa, pria paruh baya di seberang sana yang merupakan ayah kandungku saat ini mulai memberi ceramah baru.

"Apa lagi yang telah kau lakukan? Apa kau tidak lelah, selalu mencari masalah! Bagaimana dengan keadaan keluarga korban yang telah kau tabrak, Aliya!"

Lama, Aku terdiam. Sudah terbiasa dengan sikap Ayah yang berpura-pura peduli sementara dia sendiri tidak punya waktu untuk putrinya. Bukankah seharusnya dia datang dan memelukku?

"Aku tidak sengaja." Aku menyahut datar. Hanya itu kata pembelaan yang keluar dari mulutku. Lagi pula korban yang Aku tabrak tidak mati. Selebihnya, Aku memilih diam. Sampai akhirnya terdengar helaan nafas ayah dan kata terakhirnya.

"Sebaiknya mulai sekarang kamu mencari supir. Papi nggak mau liat kamu nyetir sendiri. Bahaya, Aliya! Kalo cuma kamu yang celaka, nggak masalah. Tapi jangan celakai orang lain!!"

Aku tertawa getir mendengarnya. Tentu saja... Tidak masalah kalau aku yang celaka. Asal jangan orang lain, karena kesibukan pria tua itu akan terganggu karena ulahku. Sialan!

***

Setelah berdamai dengan pihak keluarga, dengan memberikan banyak uang. Aku memilih pulang.

Ya, Papi hanya bisa menghakimi namun tidak menyelesaikan masalahku sedikitpun. Seperti biasa, Aku selalu melakukannya seorang diri. Beruntung, Aku punya banyak uang hingga masalah sebesar apapun bisa di selesaikan dengan mudah. Cih... Orang-orang seperti mereka tidak akan bersikap lebih jika sudah berhadapan dengan uang. Itulah sebabnya Aku bekerja sangat keras agar kekayaanku tetap stabil.

Mobil Lexus berwarna biru yang Aku kendarai meluncur memasuki pekarangan rumah. Sejak kejadian terkutuk waktu itu, Aku memutuskan tetap tinggal di rumah ini. Tempat di mana dulu, ada tawa dan kehangatan sebuah ikatan pernikahan. Kini digantikan dengan keadaan yang sepi namun tidak sesunyi suasana hatiku.

Bangunan mewah ini begitu klasik memiliki hubungan erat dengan arsitektur klasik Yunani dan Roma kuno, sehingga memiliki detail desain yang sedikit rumit.

Misalnya pada panel-panel langit, jendela, atap dan pintu masuk, yang memiliki gaya otentik dan berkelas.

Dan malam ini...

Masih sama seperti malam-malam sebelumnya. Berakhir sepi dan tiada hal yang membuatku merasakan indahnya dunia. Aku melangkah masuk ke dalam rumah. Dengan pandangan berkabut dan kepala pusing akibat minuman yang sebelumnya melewati tenggorokanku. Meski efeknya tidak begitu terasa, namun tetap saja. Aku mabuk dan kembali terkapar di lantai karena penglihatanku mulai berputar.

Namaku Aliya Mahesa Candra. Memiliki kekayaan yang berlimpah dan wajah di atas rata-rata. Tubuhku terawat dengan baik. Dan berasal dari keluarga bangsawan. Banyak pria memuja kecantikanku. Namun semua itu bukan berarti hidupku sudah sempurna.

Sampai detik ini... Tidak ada yang mencintaiku. Suamiku, sahabatku, bahkan ayahku. Mereka semua mengkhianatiku. Tidak ada yang menyayangiku. Aku selalu sendirian. Aku kesepian. Dan aku menginginkan kehadiran seseorang yang menginginkanku.

***

"Nyonya! Nyonya Aliya!"

Sebuah tepukan halus di pipiku, membuat mataku mengerjap. Ku tangkap sosok wanita paruh baya yang selama sepuluh tahun menjadi pelayan di rumah ini.

"Mina?" Aku bergumam malas. Saat wanita ini membangunkanku, Aku yakin pagi akhirnya hadir juga. Dan saatnya bagiku menyibukkan diri dengan bekerja dan melupakan kesakitan yang Aku rasakan setiap malam.

"Nyonya, jangan tidur di sini. Anda bisa sakit. Ayo saya bantu ke kamar," ucapnya dengan raut khawatir. Aku menepis tangannya. Beranjak dari tempatku terbaring dan mulai berjalan menaiki tangga tanpa memperdulikan wajah khawatirnya yang menurutku terlalu berlebihan.

"Tidak perlu, Mina. Siapkan saja sarapan. Aku akan bersiap bekerja." Aku terus melangkah tanpa menatapnya. Menaiki tangga dan menuju ke kamarku.

"Baik Nyonya."

***

Suara bel pintu terdengar, saat Aku sedang menikmati sarapan pagiku yang membosankan.

Mina tahu Aku merasa terganggu dengan suara itu, hingga hanya dengan menatapnya tajam wanita itu segera menuju pintu dan menyambut siapa yang datang di waktu sepagi ini.

"Nyonya, ada tamu."

"Siapa?" Aku bertanya dengan nada dingin. Tidak ada sikap ramah karena bagiku itu tidak penting.

"Em, anak buah Tuan Mahesa. Dia datang bersama seorang pria." Mina sedikit ragu saat mengatakan siapa yang datang. Dia tahu, Aku terlalu sensitif mendengar kata suruhan ayahku.

"Suruh masuk."

"Baik Nyonya."

Setelah Aku menyelesaikan sarapanku. Secara bersamaan anak buah ayahku datang. Kali ini dia tidak sendirian. Ada sosok pria di sebelahnya. Entah siapa, Aku tidak peduli. Aku menatapnya dingin.

"Ada perlu apa?"

"Nyonya Aliya. Saya diperintahkan Tuan Mahesa membawakan Anda sopir. Dan ini orangnya."

Aku menoleh ke arah pria yang di bawa oleh Henry. Sosok bertubuh tegap dengan warna kulit sawo matang khas orang Indonesia. Rambutnya lurus dan tertata rapi. Garis wajahnya cukup tegas dan menampilkan kharismanya tersendiri. Cukup menarik hanya untuk di jadikan seorang sopir. Aku memperhatikan pria ini dengan penilaian yang jeli. Namun herannya, dia bahkan tidak berbinar saat melihatku seperti pria lain pada umumnya.

Apa matanya sedang ada masalah?

"Siapa namamu?" Tanyaku dengan nada tegas.

"Danu aditya, Nyonya."

"Baiklah. Aku memberimu waktu sepuluh menit untuk berganti pakaian. Sebentar lagi Aku akan berangkat."

Pria itu nampak keheranan menatapku. Namun Aku tidak menggubrisnya. Aku tahu banyak pertanyaan di dalam benaknya, namun ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya. Aku harus segera berangkat bekerja.

Mina segera menunjukkan di mana kamar Danu. Dan Aku kini menatap Henry yang telah lama mengabdi pada ayahku dengan tatapan dingin mematikan.

"Apa ada hal lain lagi?"

"Tidak ada Nyonya. Saya rasa perjanjian kerja bisa Anda lakukan sendiri. Tugas Saya sudah selesai. Saya permisi pulang," ucapnya dengan setengah membungkuk sebelum melangkah pergi. Sementara Aku mengangkat dagu dengan angkuh.

Tak perduli sekeras apa, Ayahku mencoba ikut campur dalam urusanku. Itu tidak ada artinya sama sekali bagiku. Tetap saja bagiku dia orang paling kejam yang tidak pernah menyempatkan waktunya untuk melihatku. Bahkan di saat keadaanku terpuruk waktu itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status