Singkat cerita, Sari dan Wina telah siap - siap untuk pergi ke Gramedia, untuk mencari buku sebagai bahan materi tambahan proposal sidang, sekalian jalan - jalan refresh otak dan makan sore di mall, Wina yang memang sudah meminta ijin kepada orang tuanya, dari saat acara ulang tahun Naura, untuk menginap di rumah Sari beberapa hari, karena Sari maupun Wina kadang saling menginap, dan orangtua mereka sudah sama - sama tahu dan sudah seperti keluarga.
Saat mereka tiba di mall, mereka tidak langsung ke Gramedia, padahal rencana awalnya adalah ke gramedia dulu, baru jalan - jalan, itu semua karena mata mereka sudah tertuju lebih dulu ke arah butik di dekat pintu masuk, jiwa wanita mereka sudah meronta melihat pakaian - pakaian yang begitu bagus, tanpa berfikir dua kali mereka langsung masuk ke butik athenajaya yang memang terkenal di mall itu dengan model - model pakaian yang berkualitas bagus dan kekinian.
Sari dan Wina sibuk memilih - milih baju mana yang akan mereka beli, begitu banyak yang bagus - bagus membuat mereka serasa ingin memborong semuanya, tapi apa daya uang yang mereka miliki paling hanya cukup membeli dua stel pakaian, karena sebagian uangnya akan mereka pergunakan membeli buku dan untuk makan di mall.
Setelah selesai memilih pakaian mana yang akan dibeli, merekapun menuju kasir untuk membayar, akhirnya, semuanya beres di packing, dengan wajah yang bergembira mereka berjalan menuju Gramedia, bagaimana tidak bahagia pakaian yang sedang trend bisa mereka miliki.
Saat sedang berjalan sambil bercanda, tepat di area pintu masuk Gramedia mereka melihat pemandangan didepan mereka, seorang laki - laki muda, tinggi, putih dan tampan dengan menggendong tas ransel dan membawa beberapa buku di tangannya sedang mengejar perempuan muda yang sangat cantik.
"Sayang, tunggu dulu, tolong dengar penjelasanku," ucap Angkasa.
Sinta berhenti berlari dan menoleh, lalu menghampiri Angkasa, tanpa sepatah katapun, dengan mata berbinar basah, seakan air matanya akan jatuh di pipinya yang mulus.
Angkasa tersenyum menatap Sinta yang mulai berjalan menghampirinya.
"Akhirnya...kamu mau mendengar penjelasanku sayang," ucap Angkasa.
"Plakkkk."
Tamparan keras mengenai pipi Angkasa, sontak membuat semua orang yang sedang berbelanja dan berada disekitar mereka termasuk Sari dan Wina kaget.
Mereka, harusnya tidak menyelesaikan masalah cintanya, di tempat umum, harusnya pulang saja dulu dari mall dan selesaikan dirumah atau tempat yang memang tidak banyak orang, seakan mempermalukan diri sendiri, membuka keburukan didepan umum, banyak mata yang memandang seakan sedang menonton pertunjukan, karena emosi yang tidak bisa di kontrol mereka sama sekali tidak hiraukan tatapan orang - orang yang terus menatap mereka, atau memang tidak peduli dan fokus saja pada masalah mereka berdua, terutama Sinta, begitu beraninya menampar dan berbicara dengan nada tinggi, memaki Angkasa, seakan sudah benar - benar lepas kontrol diri, sementara Angkasa hanya berbicara pelan dan mencoba membujuk Sinta.
"Kamu jahat, Angkasa! kenapa Kamu tega selingkuhi aku, kurang apa aku selama ini, semua yang aku miliki untuk kamu, tapi kamu tidak pernah bisa menghargai perasaanku, hati ini sakit! sambil menyeka air mata yang akhirnya jatuh membasahi pipinya."
"Tenang dulu sayang, ok...ok, aku bersalah, tapi kamu dengar dulu penjelasanku?" sekarang Kita ke cafe, duduk disana, jangan berdiri seperti ini, kamu lihat, semua mata menatap kita, kita selesaikan semua disana, ya...sayang, ijinkan aku untuk menjelaskannya.
"Tidak! aku Mau pulang, titik, dan jangan kejar aku, biarkan aku sendiri kalau kamu memang masih punya hati."
Angkasa menarik napas, mencoba menetralkan emosinya, yang sebenarnya hampir terpancing sikap Sinta.
"Baiklah sinta, aku tidak akan menahanmu untuk tidak pergi, mungkin kamu butuh waktu sendiri, kamu hati - hati dijalan, kabarin aku kalau sudah tiba di rumah, nanti malam ijinkan aku kerumahmu?"
Sinta tak menjawab sepatah katapun, dia bergegas pergi menuju lift untuk ke area parkiran mobilnya.
Angkasa tidak lagi mengejarnya, karena Angkasa cukup hapal karakter Sinta, bila sedang marah dan ngambek, lebih baik dibiarkan saja dulu, apalagi ini masalah yang cukup pelik. Angkasa, memang bersalah karena berselingkuh, tapi semua itu karena Sinta juga, yang terlalu posesif dan pemarah, membuat Angkasa mencari kenyamanan di perempuan lain, walau pada dasarnya, yang namanya selingkuh, ya selingkuh tidak ada alasan apapun, alasan hanya dipakai sebagai senjata menutupi kesalahan.
Angkasa kembali masuk ke Gramedia, karena masih ada buku yang akan dibelinya, saat di pintu masuk Gramedia, Sari dan Wina sudah berjalan ke arah pintu masuk, tidak sengaja Sari menyenggol Angkasa, karena merasa kaget, mendengar bunyi kereta anak melintas di belakangnya, sontak membuat buku yang di genggan Angkasa jatuh berserakan di lantai.
"Maaf mas, saya tidak sengaja," ucap Sari merasa bersalah.
Sari mengambil buku yang berserakan di lantai, lalu menyerahkan ke laki - laki tersebut dan meminta maaf sekali lagi.
Angkasa tersenyum "Aku juga salah karena tidak berhati - hati dan sedikit melamun," terimakasih, untuk bukunya.
Sari dan Wina masuk ke dalam Gramedia dan mencari buku yang akan mereka beli, setelah buku yang mereka cari ketemu, tanpa lama - lama mereka pun membayar dan pergi dari gramedia, Sari dan Wina sudah merasa lapar, sudah waktu nya perut untuk di isi.
Sari dan Wina memilih makan di cafe arsana, yang menyediakan juga makanan khas sunda, dengan lahap mereka menghabiskan makanannya, dirasa sudah cukup kenyang, akhirnya mereka bersantai sejenak di cafe tersebut sambil menikmati minuman kesukaan mereka.
"Sar, tadi tuh cowok yang kamu senggol, bukannya cowok yang bertengkar dengan ceweknya, ya," dia sangat tampan.
"euhm...iya sih tampan, tapi tidak tahu juga sifatnya, apakah seperti wajahnya, tadi dengar sendiri ceweknya bilang kalau cowoknya selingkuh."
"Iya juga sih, jaman sekarang seribu satu, cowok tampan baik dan setia, kalau ada juga, yang tampan baik tapi banci..." hahahahahha.
"Hush, ngaco nih anak ngomongnya, sudah ah, ngapain juga kita malah bahas cowok tadi, tidak penting juga."
"Tidak penting sih, cuman sayang banget dengan ketampanannya, kayak oppa korea."
Sari melihat arlojinya, waktu menunjukan pukul empat lebih lima menit, Sari mengajak Wina untuk mampir dulu ke tempat permainan, sebelum pulang.
Mereka berdua pun meninggalkan cafe arsana dan menuju ke tempat permainan, disana cukup ramai hampir setiap permainan di isi orang, terutama anak - anak, setelah mengisi saldo di kartu permainan, mereka mencari beberapa permainan yang kosong, tapi beberapa permainan yang kosong ternyata tidak mereka minati, akhirnya mereka masuk ke box photo studio, sembari menunggu permainan yang mereka inginkan kosong.
Singkat cerita, mereka sudah memainkan beberapa permainan yang mereka gemari, dirasa sudah cukup melelahkan tapi seru, akhirnya mereka segera pulang, saat berjalan untuk pulang, keluar dari area permainan, mata Sari melihat laki - laki itu lagi.
"Win, coba kamu lihat, siapa yang sedang memainkan permainan bola basket."
Mata Wina melihat ke arah laki - laki yang Sari bicarakan dan menunjuknya.
"Bukannya, itu laki - laki yang tadi."
"Pelan - pelan ngomongnya, Wina! jangan ditunjuk, tidak enak kalau sampai ketahuan, disangkanya kita kepo," ungkap sari.
"Perasaan ketemu terus, jangan..jangan," ucap wina sembari salah satu telunjuknya menepuk hidung berulang dengan pelan, mencoba menebak."
"Jangan - jangan apa?"
"Jodoh, salah satu diantara kita."
"Hahahahaha, mabok si Wina." ledek Sari.
"Dih malah ketawa."
"Sudah, ah, ayo pulang, tidak akan selesai - selesai kalau terus di bahas, karena sahabatku yang satu ini, sok menjadi peramal, ujung - ujungnya malah kemaleman sampai rumah.
Setibanya dirumah, Sari dan Wina bergantian mandi, dengan mengenakan baju tidur mereka mulai membuka buku yang dibelinya di Gramedia, merekapun mulai menyusun setiap paragraf, menyatukan materi hasil study kasus yang mereka lakukan, mereka sama - sama fokus menyusun materi untuk sidang dua bulan lagi, ya tidak semua dikerjakan sekarang, toh masih ada waktu sebelum hari H sidang, setidaknya dicicil, agar tidak keteter, dan mereka ingin sama - sama lulus sidang agar bisa menyusun skripsi bareng, lulus kuliah dan kalau bisa kerja bareng.
Sari dan Wina bangun kesiangan, merekapun tergesa - gesa untuk mandi bergantian, efek semalem bergadang, membuat mereka sampai lelap tidur dan tidak mendengar jam waker yang berdering berulang kali, untungnya Wina mendengar walau itupun sudah yang kesekian kalinya berdering.Di meja makan sudah disiapkan sarapan oleh ibunya Sari."Sayang, kenapa buru - buru makannya?""Iya, Bun, kesiangan Sari, bangunnya," mana sekarang ada janji dengan Dosen pembimbing."Kenapa gak bilang sama Bunda?" biar Bunda bangunin."Lupa, Bun, semalem serius ngerjain proposal sampai larut malam."Waktu sudah menunjukan pukul delapan tiga puluh, setelah buru - buru sarapan, Sari dan Wina bergegas menuju mobil, karena jam sembilan, mereka harus menemui Dosen pembimbing, untungnya diperjalanan tidak macet, sehingga mereka tepat waktu tiba dikampus.Sari dan Wina sudah berada di kelas, setelah mempersiapkan proposal sidang yang mereka susun, walaupun belum s
Setelah mengantarkan Wina pulang, Sari kembali kerumah, merebahkan badannya sejenak di tempat tidurnya, fikirannya menerawang mengingat Dika, walau bagaimanapun perlakuan Dika, Dika pernah memberi warna di hidupnya walau itu hanya sesaat.Dalam hatinya berbicara sendiri, kenapa malah mikirin Dika, harusnya aku bersyukur karena Tuhan telah membuka fikiranku bahwa Dika tidak pantas untukku, aku terlalu bodoh sudah percaya kebaikannya yang ternyata palsu, benar kata Bang Adrian aku tidak boleh bersedih apalagi sampai menangisi laki - laki seperti Dika.Malam semakin larut, hanya suara binatang malam yang meramaikan suasana di keheningan, saat ini waktu baru menunjukan pukul sembilan, setelah sejenak rehat dan mandi, Sari sendirian di teras belakang rumahnya, duduk di depan kolam ikan ditemani secangkir teh hangat dan cemilan kesukaannya, jemari indahnya sibuk memainkan game di handphonenya, sedang asiknya, tiba - tiba handphonenya beralih ke layar panggilan video call, te
Akhirnya mereka tiba di rumah nenek Ranti, neneknya Wina yang kini sudah berusia 65 tahun, nenek Ranti tinggal bertiga dengan Wenti yang adalah adik papahnya Wina, yang sudah menjanda. Suaminya telah meninggal karena sakit dan di karuniai satu anak laki - laki yang masih SD. Nenek Ranti walau sudah berumur, kondisi badannya masih bugar, karena nenek Ranti selalu menjaga pola makannya dan sering berolahraga.Malam semakin dingin, mengalahkan dinginnya Kota Bandung, itu karena kediaman Nenek Ranti memang dekat pegunungan, yang memang terkenal cuaca dinginnya, dengan kesejukan dan keindahan alamnya, sementara Sari dan Wina memilih beristirahat dikamar, agar besok bisa bangun pagi dan jalan - jalan berkeliling disetiap tempat yang bagus pemandangannya, yang tidak terlalu jauh dari kediaman nenek Ranti.Keesokan harinya, Wina dan Sari setelah sarapan meminta ijin kepada orangtua Wina dan nenek Ranti, untuk bersepeda, menikmati udara sejuk pagi hari dan keindahan alam
Setelah Wina pulang, Sari bergegas memasuki kamarnya, setelah membersihkan diri, bersiap untuk tidur siang, lumayan lelah dan pegal kakinya karena perjalanan ketika kegunung batu jonggol.Sementara diruang keluarga, Bunda sambil menonton TV, sedang menikmati oleh - oleh yang dibawakan Sari, ditemani oleh si mbok, kita panggil saja Mbok Inah yang memang bekerja sudah lama dikelurga Sari, si mbok sudah dianggap seperti keluarga, karena sudah bekerja lama, semenjak orangtua Sari baru menikah, jadi tidak sungkan majikan dan pembantu seperti saudara, Bunda sendiri memperlakukan si mbok sopan dan selalu di ajak sebagai temn bicara, dikala tidak ada siapa - siapa dirumah.Tak terasa waktu sudah sore, Sari masih terbaring ditempat tidur.Bunda Sari, memanggil si mbok. "Mbok, tolong bangunkan Sari, tadi bilangnya, sore minta dibangunkan.""Iya, bu."Inah bergegas menuju kamar Sari, untuk membangunkan Sari, mengetuk pintu kamar Sari, karena tidak
Tak terasa Sari sudah menginap dua hari dirumah Wina, rencananya sore sekarang pulang kerumah, setelah berpamitan dengan kedua orangtua Wina, Sari bergegas untuk pulang diantar Wina sampai depan mobilnya, Sebenarnya Wina menahan Sari untuk pulang dulu, biar makan bareng keluarganya terlebih dahulu dan pulang nanti sehabis magrib saja, tapi Sari menolak karena Sari ingin segera pulang dan tidur sepuasnya.Dua hari ini memang Sari dan Wina kurang tidur karena mengerjakan proposal sampai larut malam, fikirnya juga tidak enak sama kedua orangtua Wina kalau Sari ingin tidur seharian, tempat ternyaman, ya kamarnya sendiri.Sari melajukan mobil toyota yarisnya menuju jalan besar, masih jauh untuk sampai rumahnya, mobilnya tiba - tiba mogok, berkali - kali Sari menstarer mobilnya tapi tidak mau menyala, Sari mencari tas miliknya, untuk mengambil HP dan menelpon Wina, agar Wina menyusulnya, tapi yang Sari cari ternyata tidak ada dimobilnya, padahal dompet dan HP nya ada d
Keesokan harinya, Sari bergegas untuk kekampus, setelah dua minggu ini mengerjakan proposalnya bersama Wina, setelah menelpon Wina dengan telephon rumahnya, karena HP dan dompetnya yang tertinggal dirumah Wina, untuk mengajaknya kekampus, sekalian untuk dibawakan HP dan dompetnya, Sari berpamitan kepada Bundanya. Sari pergi kekampus diantar pak husen supir keluarganya, karena mobilnya masih dibengkel dan baru beres diperbaiki siang sekarang, setibanya dikampus ternyata sudah ada Wina menunggunya diarea parkir kampus, yang sedang asik mendengarkan musik didalam mobilnya dengan mulutnya yang tak berhentinya mengunyah cemilan. Sari turun dari mobilnya menghampiri Wina. Tuuk...ttuuk..ttukk. Sari mengetuk kaca mobil Wina yang sedang asik sendiri, dari dalam mobil Wina tersenyum dan menurunkan kaca mobilnya. "Sorry, ada perlu apa, ya?" canda Wina. Sari yang tahu kalau Wina sedang ingin bercanda, membalasnya dengan bercanda juga. "Tol
Sari dan Wina sudah tiba dibengkel temannya Angkasa, dimana mobilnya diperbaiki, Sari menghampiri salah satu mekanik disana untuk bertemu dengan pemilik bengkelnya, setelah diarahkan untuk masuk keruangan pemilik bengkel, Sari dan Wina melangkah menuju pemilik bengkel, yang kebetulan sedang berada didepan ruangan tersebut, sedang mengobrol dengan salah satu mekanik disana, setelah selesai dan mekanik tersebut pergi, pemilik bengkel melangkah masuk, sampai depan pintu teedengar suara Sari menyapa."Permisi pak."Pemilik bengkel yang bernama gunawan menoleh kearah Sari dan tersenyum."Ada yang bisa saya bantu, nona?" tanya Gunawan."Maaf pak, saya Sari, temannya Angkasa, saya ingin mengambil mobil yang kemarin diperbaiki bengkel bapak, sekalian membayar biayanya.""Oh temannya Angkasa, mari kedalam ruangan saya," mempersilakan Sari dan Wina untuk masuk kedalam ruangannya.Setelah dipersilakan duduk, Gunawan mengambilkan mereka minuman.
Setelah selesai makan, dan berbincang sebentar, Wina dan Sari pamit untuk pulang kepada tante Indah dan Zidan. Didalam mobil, Wina yang sedang menyetir sesekali tersenyum melirik Sari, Sari yang merasa aneh kenapa dengan tingkah Wina, seraya berkata. "Dari tadi senyam - senyum terus melirikku, kenapa sih, ada yang aneh denganku emang?" Wina tertawa dan berkata. "Lagi mikirin gimana kalau sahabatku ini sama Zidan." "Kok Zidan, bisa - bisa ya mikir kesitu, kamu saja sama Zidan," jawab Sari dengan ketus. "Dih gitu aja ngambek, Zidan naksir kamu kayaknya, dari tadi merhatiin terus kamu." "Masa sih, ah itu mah bisa - bisa nya kamu saja." "Serius Sar, kamu gak nyadar saja." "Udah ah, jangan mikir yang nggak - nggak, aku itu masih belum ingin dekat cowok manapun." "Iya - iya aku paham Sar, tapi Zidan itu sudah tampan baik orangnya, mapan lagi." "Ya terus..." "Gak pake teruslah, kayak tukang