Share

3. Menjadi Diri Sendiri

Pagi nya dirumah Sari, pintu kamar Sari dibuka oleh wanita paruhbaya yang tidak lain adalah ibunya Sari, melangkah menuju jendela dan membukakan tirai jendela agar matahari pagi masuk ke dalam kamar.

Sari dan Wina menarik selimut menghalangi dengan kompak, menghalangi matanya, yang terasa silau oleh cahaya matahari yang masuk kamarnya.

"Anak gadis Bunda yang cantik - cantik, ayo bangun, sayang." menarik selimut yang menutupi wajah mereka.

"Bunda..." ini kan hari libur, Sari masih ngantuk.

"Ayo bangun, sayang," sekarang sudah jam tujuh, kita joging biar sehat, anak gadis Bunda, masa masih muda loyo begini, semangat dong, sayang. "Bunda, tunggu kalian di meja makan ya, kita sarapan dulu sebelum jogging."

Wina bangun duluan dan menarik Sari untuk bangkit dari tempat tidurnya.

"Permatasari Nugraha! ayo bangun?"

"Bentar lagi ya..." mata susah sekali di ajak kompromi ini.

"Ya udah ga usah bangun! pokoknya,  aku tidak akan menginap lagi disini," muka Wina cemberut.

"iya bawel..." segala pasang muka cemberut, udah kayak emak - emak kurang belanja.

"Gitu dong," kalau gak begitu, mana mau bangun tuan putri yang satu ini.

Setelah siap - siap dan mengenakan pakaian jogging, Sari dan Wina ditemani Bunda, sarapan nasi goreng terlebih dahulu, sebenarnya Sari lagi malas makan tapi tidak enak karena sudah disiapkan Bunda, sari sedang kurang nafsu makan, mungkin karena efek semalem yang masih membekas dalam ingatannya.

"Sayang," anak Bunda yang cantik...kok makannya melamun, ada masalah apa sayang, cerita sama Bunda?

"Tidak ada masalah kok, Bun," mungkin efek masih ngantuk, jawab Sari.

"Ya sudah, kalau memang tidak ada masalah apa - apa," tapi, kalau Sari ada masalah jangan sungkan untuk cerita sama Bunda.

"iya Bundaku," yang super duber baik.

Singkat cerita mereka sudah berada di taman, banyak sekali orang - orang yang berolahraga, dari berbagai usia,  ditambah banyaknya penjual makanan jalanan, sehingga pagi ini begitu ramai dan membuat Sari melupakan sejenak rasa sedihnya.

"Sayang," Bunda mau ke tante erna, teman Bunda dulu waktu sekolah, kebetulan dia dan suaminya barusan papasan dengan Bunda, saat kamu sama Wina ke toilet, dan sekarang sedang menunggu di cafe depan, Sari dengan Wina dulu ya? atau mau ikut kesana, sekalian jajan di cafe.

"iya Bun," nanti Sari menyusul kesana saja, Sari masih pengen disini sekalian beli cimol dan tahu gejrot.

"iya sayang," ya udah, Bun tinggal dulu ya?

"Iya Bun." 

Sari dan Wina menikmati cemilan kuliner di taman, sesekali bercanda dengan menebak - nebak isi fikiran orang - orang disana tapi dibuat humor.

Begitulah Sari, pasti akan selalu tertawa dan bahagia bila sudah dengan Wina, Wina teman yang sangat konyol dan suka bercanda, persahabatan mereka sudah terjalanin semenjak masuk kuliah.

Setelah kenyang menyantap jajanan kuliner, Sari masih enggan beranjak dari duduknya dan mulai murung lagi, membuat Wina akhirnya bertanya, karena merasa kuatir.

"Cerita bila memang membuatmu terbebani, jangan dipendam sendiri, setidaknya..." Aku sebagai sahabatmu ini bisa berguna..hehehehe, tanya Wina sambil tertawa.

"Aku masih kesal dengan kejadian semalem, merasa sangat kecewa dan sakit hati, oleh kata - kata Dika, dia mengecapku sangat buruk, sampai bilang aku pelacur dan hampir saja menamparku, untung Bang Adrian menolongku, selama ini aku berfikir bahwa Dika adalah laki - laki baik yang Allah SWT kirim untukku dan sangat mencintaiku, tapi aku sudah salah menilainya, seharusnya Dika bisa menjaga emosinya, aku sudah membuang waktu delapan bulan, hanya untuk laki - laki egois seperti dia, aku bersyukur dan bahagia sudah putus dengannya tapi disisi lain batinku terluka oleh hinaannya didepan semua orang, aku benar - benar tak habis fikir Dika segitu arogannya."

"Kamu yang sabar,ya? aku bersyukur, kamu sudah putusin dia, karena laki - laki seperti dia tidak pantas bersanding dengan sahabatku yang super baik ini, sejujurnya, aku memang tidak suka dengan Dika, semenjak kamu berhubungan dengannya, kamu banyak berubah, menjadi pemurung dan tidak seceria dulu, tapi kamu tetap bertahan dengannya, sebagai sahabatmu, aku hanya bisa mendukung apapun pilihanmu dan keputusanmu, sebenarnya aku takut kamu sedih dan terluka karena perihal putusmu sama dika, tapi ternyata sebaliknya, kamu bahagia dan ceria kembali, itu membuatku merasa tenang dan senang."

"Iya Win," makasih ya, sudah menjadi sahabatku dan selalu ada untukku.

"Macama, Cantik."

Handphone sari berdering, membuat obrolan terhenti sejenak, Sari merogoh saku celananya untuk mengambil handphonenya, tertulis di layar nama Dika.

"Dika telephon Win, mau ngapain lagi sih, nih orang," aku sudah males harus berurusan lagi dengan nya.

"Ya sudah biarkan saja, jangan di angkat."

Sari menonaktifkan handphonenya dan memasukannya kembali kesaku celana, sari cukup hapal sifat Dika kalau belum di angkat pasti akan terus - terusan menelpon, menonaktifkan lebih baik daripada terganggu dengan telephon yang akan terus berdering, mungkin bisa seharian menelpon, merusak suasana.

Sari dan Wina beranjak dan bergegas menghampiri Bunda, yang sedang temu kangen dengan teman sekolahnya, sepanjang jalan tak sepatah katapun Sari bersuara, fikirannya jauh menerawang tentang kisah cintanya dulu dengan Dika, diawal hubungan semua terasa indah, Dika yang lembut dan selalu memperlakukan Sari sangat spesial, ternyata semua itu hanyalah kepalsuan, Sari merasa benar - benar bodoh sudah mempercayainya waktu itu.

Sesampainya di tempat Bunda, Sari dan Wina bersalaman dan mencium tangan tante erna dan om ahmad sebagai cara mereka menghormati orang yang lebih tua.

"Ini anak kamu Din? cantik sekali ya, mirip dengan kamu sewaktu muda," puji Erna.

"Terimakasih Tante, Tante juga cantik, tukas sari.

"Sari dan Wina, pesan makanan atau minuman dulu ya, makanan disini enak - enak, Bunda masih kangen dengan tante Erna, sudah lama tidak ketemu," sebentar ya sayang pulangnya? Sari ada acara tidak hari ini?

"Free kok Bun, kita ke meja sebelah sana ya Bun, Om, Tante," menunjuk ke meja ujung dekat jendela.

"Sebentar ya, cantik," Bundanya, Tante pinjam dulu.

Sari mengangguk dan tersenyum, lalu berjalan menuju tempat duduk yang berada di dekat jendela, begitupun Wina mengikuti Sari dari belakang, sebenarnya Sari dan Wina masih kenyang karena sudah jajan tadi di taman, tapi karena tidak enak harus menolak permintaan Bunda, Sari dan Wina menyetujuinya.

"Mba," panggil Wina memanggil waitres disana.

Waitres menghampiri dengan membawa buku menu, menyerahkan kepada Wina, setelah mereka berdua memilih apa yang akan dipesan, Wina menunjuk pesanannya kebuku menu, agar waitres menulisnya.

"Saya pesan, Es moctail blue ocean dan Es susu milo."

"Ada lagi tambahannya kak?" tanya Waitres.

"Sementara itu saja dulu," jawab Wina.

Tidak lama mereka menunggu, minumanpun sudah datang, waitres menyimpan di atas meja mereka dengan hati - hati dan sangat sopan.

"Terimakasih ya mba?" ucap sari.

"Iya kak," kalau ada pesanan lagi, silakan panggil kami.

Waitres meninggalkan mereka, setelah selesai menghidangkan apa yang mereka pesan, Sari dan Wina kembali mengobrol sambil sesekali menikmati minumannya.

"Win, kenapa ya? aku kok merasa damai dan nyaman setelah putus dengan Dika, tidak ada lagi orang yang sebentar - sebentar tanya lagi dimana, dengan siapa, berbuat apa, sudah kayak lagu kangen band saja," hahahahahha, ucap sari sambil senyum - senyum.

"Artinya kamu sudah sadar," akhirnya sari kembali seperti dulu, terimakasih ya Allah.

"Ih kamu Win, segala bawa - bawa Allah, emangnya selama ini aku pingsan, sampai bilang sudah sadar?"

"Yang jelas, kamu tuh seperti orang yang berubah seratus persen, banyak murung, tidak fokus dan sibuk terus dengan handphone, kalau di ajak bicara."

"Masa sih, sampai segitunya, ya?" kamu tau sendiri, setiap waktu si dika chat terus, banyak nanya inilah, itulah, curigaan banget, apalagi kalau chatnya tidak di balas, padahal jelas - jelas aku sudah bilang dari awal aku kemana sama siapa, aneh aku juga, kenapa bisa suka orang seperti dia, dulu.

"Sakit jiwa kali ya, tuh orang," untung sahabatku tidak ikut - ikutan gila, celetuk wina.

Mereka pun tertawa terbahak - bahak bersama karena ucapan wina, sekarang Sari terlihat sangat bahagia dan merasa seperti burung yang baru lepas dari sangkarnya, tidak ada yang terus -terusan menghubungi dan buat pusing kepala lagi.

"Anak Bunda, sepertinya sedang bahagia," sapa Bunda, yang menghampiri mereka.

"Ah Bunda bisa saja," sudah selesai Bun?

"Sudah sayang, tante erna dan om ahmad titip salam untuk anak mamah yang cantik ini dan Wina, tante erna dan om ahmad buru - buru pulang setelah menerima telephon, katanya, anaknya yang kecil jatuh dari sepeda."

Singkat cerita, mereka sudah tiba di rumah, saat akan masuk ke dalam terdengar suara laki - laki memanggil Sari, yang tidak lain adalah Dika.

"Selamat pagi Tante," sapa Dika kepada ibunya Sari.

"Pagi Dika, Bunda masuk duluan ya, kalian mengobrol saja dulu," Dika, tante tinggal dulu ya.

"Iya Tante."

"Kamu ada perlu apa lagi kesini! belum cukup juga, mau marah - marah, dirumahku," tukas Sari tanpa basa basi.

"Sayang," kamu kok ngomong begitu? dan handphone kamu kenapa tidak aktif?

"Bukan urusan kamu!" kita sudah tidak ada hubungan lagi, jadi tidak usah sok manis didepanku.

"Aku minta maaf, untuk kejadian kemarin, aku benar - benar tidak tahu kalau laki - laki itu adalah sepupu kamu."

Sari berkata dengan pelan, "Dika, Aku sudah memaafkan kamu, tapi kita sudah tidak ada urusan lagi, tolong hargai keputusanku."

"Tolong kasih aku kesempatan," bujuk dika dengan penuh harap.

"Banyak kesempatan yang sudah aku kasih, tapi kamu tidak pernah mau berubah dan belajar dari kesalahanmu, kamu tidak bisa menghargai apa yang menjadi milikmu dan tak mampu menjaganya, aku harap kamu paham Dika, bahwa hati seseorang tidak bisa kamu paksa, terimakasih untuk semuanya," ucap sari dengan tegas tanpa mengintimidasi."

"Tapi..." aku belum siap kehilangan kamu, please...fikir kembali, kita tata kembali baik - baik semua nya.

"Maaf, aku tidak bisa! tidak ada gelas yang sudah pecah, bisa kembali utuh, begitupun kita, sekali lagi, maaf kalau aku tidak bisa menerimamu kembali.

"Kamu!" hardik Dika.

"Tolong ya Dika, jangan buat onar di sini, didalam ada orangtuaku, jangan sampai mereka akhirnya kesini, karena kamu tidak punya etika bertamu," saya minta tolong sama kamu, untuk silakan pulang."

"Sari, sekarang kamu boleh mengacuhkanku dan tidak menganggapku lagi, tapi ingat suatu saat kamu akan menyesal telah putus denganku."

Dika pergi dengan membawa kekecewaan, sementara Sari merasa sangat lega setelah yakin kalau Dika tidak akan mengganggunya lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status