Share

5. Bertemu kembali dan berkenalan

Sari dan Wina bangun kesiangan, merekapun tergesa - gesa untuk mandi bergantian, efek semalem bergadang, membuat mereka sampai lelap tidur dan tidak mendengar jam waker yang berdering berulang kali, untungnya Wina mendengar walau itupun sudah yang kesekian kalinya berdering.

Di meja makan sudah disiapkan sarapan oleh ibunya Sari.

"Sayang, kenapa buru - buru makannya?"

"Iya, Bun, kesiangan Sari, bangunnya," mana sekarang ada janji dengan Dosen pembimbing.

"Kenapa gak bilang sama Bunda?" biar Bunda bangunin.

"Lupa, Bun, semalem serius ngerjain proposal sampai larut malam."

Waktu sudah menunjukan pukul delapan tiga puluh, setelah buru - buru sarapan, Sari dan Wina bergegas menuju mobil, karena jam sembilan, mereka harus menemui Dosen pembimbing, untungnya diperjalanan tidak macet, sehingga mereka tepat waktu tiba dikampus.

Sari dan Wina sudah berada di kelas,  setelah mempersiapkan proposal sidang yang mereka susun, walaupun belum semuanya kelar, setidaknya lebih baik konsultasi dulu, kepada Dosen pembimbing masing - masing, untuk lebih tahu, apa ada revisi, merekapun menuju ruangan Dosen pembimbing,  untuk meminta pengarahan.

Setelah selesai, Sari menunggu Wina di depan ruangan Dosen, karena memang dosen pembimbingnya beda, dosen pembimbing Sari adalah Pak Yudi, sementara Wina oleh pak Wibowo. Tidak menunggu terlalu lama, akhirnya Wina keluar dari ruangan Pak Wibowo.

"Kita kekantin, yuk?" ajak Wina.

"Ayo," jawab Sari sambil menggandeng tangan Wina.

Sepanjang jalan menuju kantin, mereka membahas seputar proposal, mana saja yang harus direvisi, memang masih ada waktu untuk menyelesaikannya, mereka berdua ingin segera selesai agar bisa santai, bila perlu refresh otak dengan liburan.

Walau sudah tidak ada lagi perkuliahan, mereka kadang suka datang ke kampus untuk meminjam buku diperpustakaan sebagai bahan referensi untuk menambah materi proposalnya, sekaligus mampir kekantin dan makan bakso pak bejo, makanan favorite mereka berdua.

Mereka sudah duduk ditempat biasa memesan bakso, setelah memesan, tidak lama bakso sudah diantar, tanpa menunggu lama mereka menyantap dengan penuh kenikmatan.

"Bakso pak bejo, memang tiada tandingannya, mantappp..." ujar Wina,  dengan mulut yang masih mengunyah bakso.

"Kita, pasti bakalan kangen banget, ya." makan bakso Pak Bejo, kalau kita sudah lulus."

"Pak Bejo pasti belum pensiun berjualan saat kita sudah lulus, jadi kita bisa mampir ke sini, okey." tukas Wina.

Saat sedang menikmati bakso, seorang perempuan muda menghampiri mereka dan duduk di samping Wina, perempuan itu tiada lain adalah Naura.

"Sari, aku mau bicara sama kamu?"

"Kalau soal Dika, mending janganlah, aku sudah tidak ada hubungan apa - apa lagi dengannya," jawab sari.

"Aku datang kesini hanya ingin memastikan kamu baik - baik saja, Dika memang keterlaluan, aku takut, kamu akan terpukul atau sebagainya," aku mewakili Dika atas nama keluarga, ingin meminta maaf, karena Dika sudah keterlaluan, menghina dan memarahimu didepan umum, jujur aku juga malu dengan sikap Dika kepadamu, bagaimanapun kamu teman aku, walau memang kita jarang bareng setidaknya kita saling kenal.

"Aku sudah memaafkannya, dan aku baik - baik saja, seperti yang kamu lihat sekarang, aku sedang makan bakso dan bisa ketawa - ketawa."

"Syukurlah kalau begitu, karena aku juga, jadi malu kalau kita nanti berpapasan dijalan, ingin menyapa tapi takutnya kamu masih marah atau benci."

"Tenang saja Naura, aku tidak sejahat itu, sampai - sampai harus marah dan membencimu, hanya karena ulah Dika kepadaku, aku juga sudah melupakan kejadian kemarin," by the way, kamu mau bakso nggak?

"Boleh, kebetulan, tadi aku sarapannya sedikit," euum...Sari, terimakasih, ya, Dika, benar - benar bodoh telah menyia - - nyiakan gadis secantik dan sebaik kamu.

Sambil memakan bakso, Mereka bertigapun kembali mengobrol, tapi bukan membahas soal Dika lagi, melainkan soal proposal yang akan diajukan untuk sidang seminar, Wina saking doyannya dengan bakso, sampai sudah menambah dua mangkuk, membuat Sari dan Naura geleng - geleng kepala.

Ternyata, bukan hanya mereka saja yang sedang asik mengobrol dikantin, ada sekumpulan pemuda yang duduk tidak jauh dari mereka sedang menikmati kopi dan rokok diselingi dengan mengobrol sambil ketawa - ketawa, hingga sangat jelas terdengar, membuat Wina, yang sedang fokus memakan bakso menoleh kearah sekumpulan pemuda tersebut, karena merasa ketawa mereka sangat kencang membuyarkan konsentrasi makan Wina.

"Berisik sekali sih! para cowok kok, hoby menggosip, mana ketawanya tidak di kontrol, jadi saja perut ini, tiba - tiba kenyang, sayang sekali baksonya, masih nyisa," mengoceh dengan wajah cemberut.

"Sabar, wina sayang...abaikan saja, makan lagi baksonya, tinggal sisa tiga juga segala bilang perut kenyang dan tidak fokus makan, biasanya juga di sikat habis," ujar sari.

"Perasaan aku familiar dengan satu cowok disana, tapi kok dia ada disini bareng joni, eko dan rama, apa dia anak kampus kita juga? tapi dari fakultas mana? tidak pernah melihat selama ini, Wina seakan berfikir keras dengan satu telunjuk tangan nya menempel di dahi nya."

"Kamu kok jadi penasaran Win, sebenarnya karena ketawa mereka yang tidak kontrol atau memang kamu main mata dengan para cowok disana, sehingga kamu tidak fokus makan?" ledek Sari.

"Apaan sih! siapa juga yang main mata, beneran Sari...itu cowok kayak pernah lihat, tapi dimana gitu, kok jadi pikun gini, mungkin efek makan bakso dua mangkuk kali, ya.

Sari hanya tersenyum melihat tingkah Wina yang kadang konyol tapi menghibur, Sari menikmati minumannya sementara Naura masih menikmati memakan baksonya.

Sari menggebrak meja, "Nah! baru inget sekarang."

Sontak membuat Sari dan Naura kaget, hampir saja satu bakso yang sedang Naura akan makan jatuh, yang parahnya lagi, Sari sampai menyemburkan sebagian minuman yang masuk dimulutnya, karena saking kagetnya.

"Wina!" tegur Sari dan Naura bersamaan.

Wina denga wajah tanpa dosanya,  dengan santainya berbicara, bukannya meminta maaf atau apalah, begitulah Wina, bagi Sari dan Naura yang memang sudah hapal sifat Wina jadi maklum - maklum saja, atas perbuatannya, yang membuat mereka kaget.

"Tuh cowok, yang ditampar ceweknya pas kita di mall, kamu ingat tidak sari?" ungkap Wina.

Sari tadinya tidak akan merespon pertanyaan wina, tapi entah kenapa dia merasa penasaran juga dan akhirnya melihat ke arah sekumpulan pemuda itu.

"Oh iya benar, kamu hapal saja kalau yang bening - bening."

"hahahahaha, tuh kan bener," ucap Wina.

Naura yang dari tadi menikmati memakan baksonya, penasaran juga ingin tahu siapa sih, yang sedang mereka berdua bicarakan, karena posisi Naura disamping Wina, membuat terhalang untuk melihat, Naura menggeserkan sedikit kursinya ke belakang, agar bisa melihat sekumpulan pemuda yang dibicarakan Sari dan Wina.

"Cowok yang pakai kaos hitam itu bukan?"

"iya, kamu kenal, Na?"

"Sangat kenal sekali, jangan terpesona dengan ketampanannya," dia Playboy, terkenal banyak ceweknya, dulu waktu SMA.

"Siapa juga yang terpesona, cuma penasaran saja, karena merasa pernah melihat, tapi lupa dimana, ya memang sih tampan, tinggi dan matanya itu indah sekali, mirip oppa korea, tapi kasihan nasibnya dipermalukan ceweknya, tuh, kemarin di mall."

"Dia Teman SMA, ku, namanya Angkasa Pratama, dulu dia anak basket dan banyak ceweknya, wajar lah kalau dipermalukan, pastinya, karena ulahnya sendiri juga, tidak perlu dikasihani."

Wina menyela kata - kata Naura "Ya wajar sih, banyak ceweknya," tampangnya mendukung juga, tapi dia bukan anak kampus sini kan?

"Ada yang penasaran juga nih, kalau bisa jangan, deh, nanti kamu sakit hati," kalau kamu sakit hati, predikat kamu bakal berubah, si konyol Wina yang riang menjadi Wina si gadis yang rapuh, bumi ini akan sepi."

"Apaan sih, Na..."aku kan cuma nanya doang, suer deh.

Bibir Wina sampai monyong - monyong  untuk memastikan keseriusannya, kalau Wina hanya sekedar kepo, tidak lebih, Naura juga tahu, Wina cuma kepo doang, tapi Naura iseng godain Wina, karena kalau sudah mengobrol apalagi ledekin dan isengin Wina, pasti kekonyolannya akan membuat suasana ramai sendiri.

"Pulang, yuk, sudah siang, kita kan harus merevisi proposalnya, Naura ikut kita saja? mengerjakan sama - sama, lebih cepat lebih baik, soalnya kalau belum kelar, nih otak kefikiran terus," tukas sari.

"Next time deh ya, sore ini, aku ada janji," nemenim bundaku cari souvenir untuk acara khitanan adikku bulan depan.

"Oke deh, tapi lain kali bisa, kan? biar lebih seru kalau mengerjakannya bareng - bareng."

"Siapppp bu bos!...."

Naura mengambil tasnya, mengeluarkan selembar uang seratus ribu, memberikannya ke Wina.

"Biar aku saja yang bayar Na," ucap Sari, ambil lagi uang, nya.

"Aku yang traktir, sssuutttt..!" tidak boleh komplain."

"Kalau tahu di traktir, harusnya aku nambah tiga mangkuk tadi, biar perut ini damai sampai sore, hahahahahha, celetuk wina."

"Huhhhh, mau nya kamu, itu mah Wina, balas Sari." 

"Ini masih ada kembaliannya, pesen lagi saja, kalau kurang uangnya nanti aku tambahin."

"Bercanda, Na...ini perut bukan karung," menunjuk perutnya, jangan serius gitu, nanti mukanya kayak mak lampir.

"Dih amit - amit, ya sudah aku duluan ya, Bunda sudah menelpon terus, nih."

"Terimakasih, ya Na, kita yang duluan makan disini, harusnya kita yang traktir, ini malah kamu, ucap wina."

"Tidak usah sungkan begitu, keless, kayak kesiapa aja kalian tuh, teman tidak boleh menolak, OK!"

Setelah Naura pulang, Wina beneran memesan lagi bakso, itu pun setelah membujuk Sari untuk jangan dulu pulang, dan Sari mengiyakan.

Saat Wina sedang menyantap bakso dengan lahap, dan Sari yang asik dengan handphonenya, seorang laki - laki muda yang sangat tampan menghampiri.

"Permisi, maaf mengganggu kalian? bolehkah saya meminta waktunya sebentar."

Mereka berdua menoleh kearah suara tersebut, Wina yang sedang makan bakso sampai tersedak, yang membuat Wina tersedak merasa kaget karena laki - laki yang tadi sedang mereka bahas, sekarang ada tepat di dekat mereka duduk, dan berbicara ke mereka.

"Ada yang bisa kami bantu mas?" jawab Sari.

"Boleh saya duduk disini? setelah itu saya akan katakan keperluan saya, tidak enak saya mau bicara tapi sambil berdiri, takut kurang sopan."

Dalam hati Sari, entah mengapa merasa begitu akrab dengan laki - laki tersebut, seakan sudah mengenalnya dekat, dia begitu tampan kalau dilihat dari dekat, ternyata bukan hanya tampan, suaranya begitu menyamankan telingaku.

Selama ini, kalau ada laki - laki yang ingin berkenalan tapi menjurus suka dan ingin PDKT, bukan berkenalan layaknya orang yang ingin berteman biasa, Sari selalu menghindar dengan sopan, tapi kali ini, Sari hanya terdiam seakan memberi celah untuk laki - laki tersebut mengenalnya.

Sari bukanlah perempuan yang mudah didekati, walau baik, walau seorang lelaki tampan dan kaya sekalipun kalau memang tidak bisa membuatnya terasa nyaman, Sari memilih untuk tidak dekat - dekat karena yang di cari Sari, adanya perasaan di hatinya dan keseriusan serta ketulusan lelaki tersebut kepadanya, sebagaimana Dika dulu diawal - awal perkenalan hingga dekat dengannya begitu baik dan lembut, penuh dengan perjuangan untuk bisa bersama dengannya, tanpa kenal menyerah, yang akhirnya sari luluh dan mau berpacaran dengan Dika, walau pada kenyataannya, setelah menjalaninya, ternyata Dika tidak lebih baik, dan telah membuatnya sangat kecewa.

Karena melihat Sari hanya diam saja, Wina mengambil inisiatif untuk mempersilakan laki - laki tersebut duduk, tidak enak juga menolaknya, sementara lelaki tersebut sangat sopan dan tetap berdiri menunggu jawaban dari mereka berdua, boleh tidaknya untuk duduk di dekat mereka dan mengutarakan maksud tujuannya.

"Terimakasih, namaku Angkasa Pratama, panggil saja Angkasa, pasti kalian bertanya - tanya, kenapa saya menghampiri kalian, maaf sebelumnya, semoga tidak mengganggu kalian."

"Oh iya, tidak mengganggu kok," balas Sari, yang telah tersadar dari lamunannya.

Wina langsung memperkenalkan dirinya, tanpa menunggu lama - lama.

"Aku Wina, dan ini Sari," tidak ada yang terasa terganggu, kok, by the way, kamu bukan anak kampus sini, kan ya? soalnya aku belum pernah melihat.

"Saya dari STIK Widya Utama, kebetulan hari ini sedang ada perlu dengan teman saya, Rama," jawab Angkasa.

"oh...gitu, ada keperluan apa sama kita?" tanpa basa basi Sari langsung ke intinya.

Sari ingat, kata - kata Naura kalau Angkasa itu, cowok brengsek yang suka mempermainkan cewek, walau memang tampangnya sangat menggoda mata, tidak membuat Sari ke ge er-an, walaupun tadi hati kecilnya sempat memuji Angkasa, faktanya tidak membuat Sari harus merasa senang bisa berkenalan dengan Angkasa, karena ucapan Naura mengingatkannya untuk hati - hati dengan Angkasa, tapi, mengusir langsung juga tidak sopan, jadi seadanya saja Sari merespon, dan mencoba berfikir positif, mungkin angkasa memang ada perlu lain, bukan untuk sok kenal dan sok akrab, lalu mengincar salah satu diantara mereka berdua.

"Sari, kamu kenal Rama?"

"kenal," ada apa, ya?

Angkasa mulai menjelaskan tujuannya ke mereka, sebagai perwakilan dari Rama, yang mana Rama, adalah anak fakultas teknik semester akhir, yang sudah lama ingin mengenal Sari, tapi karena sifat pemalunya, untuk berkenalanpun Rama tidak berani, kebetulan sekali Angkasa sedang main, dan Rama melihat Sari dikantin tidak jauh dari mereka duduk, sehingga meminta bantuan Angkasa, untuk menyampaikan apa yang menjadi keinginkan Rama.

"Saya minta maaf, bukan lancang atau ingin sok akrab, seperti yang sudah saya utarakan, bahwa saya mewakili teman saya, Rama, jangan salah paham juga, niatnya tidak macem - macem, Rama hanya ingin berkenalan dengan Sari," saya minta tolong banget, Sari berkenan untuk berkenalan dengan Rama secara langsung.

"Ya elah tinggal berkenalan saja harus nyuruh kamu," celetuk Wina.

"Iya Win, seperti yang sudah saya jelaskan, kalau Rama itu pemalu, jangankan berkenalan langsung, kalau berpapasan di jalan saja kayaknya memilih ngumpet, hehehehe," canda Angkasa.

"Lalu gimana Sar? sambung Angkasa, karena sepertinya Sari tidak merespon.

Sari tetap tidak menjawab sepatah katapun, jarinya terus memainkan handphone, seakan - akan memberi isyarat kepada Angkasa tanpa perlu menjawab, bahwa sebenarnya, Sari tidak ingin berkenalan, Sari memang sedang tidak berniat untuk dekat - dekat dengan cowok dulu, merasa masih trauma karena kejadian dengan Dika, dan ingin fokus menyelesaikan proposalnya sampai skripsi.

Sari paham dengan penjelasan Angkasa, bahwa itu bukan sekedar hanya ingin berkenalan, tapi lebih kepada, ingin lebih dekat dengannya, hanya saja kata - katanya di utarakan dengan sesederhana mungkin, agar Sari tidak menolak, tapi kenyataannya Sari menolak berkenalan.

Suasana berubah menjadi sepi, mereka bertiga tetap terdiam. Angkasa yang menunggu jawaban Sari, Wina yang hanya mengamati tanpa berkomentar sementara Sari terdiam bergelut dengan fikirannya sendiri.

Sari berbicara sendiri dalam hatinya, biarlah aku dikata sombong atau sebagainya, yang jelas aku tidak mau memberi kesempatan kepada cowok manapun untuk dekat - dekat denganku, walaupun Angkasa mengatakan berkenalan saja, tapi aku paham nanti ke mana arahnya, apalagi yang Angkasa bilang kalau Rama orang baik dan pemalu, lebih baik kenal biasa saja tidak perlu formal yang berujung PDKT, daripada nanti malah membuat Rama jadi terluka, karena memang aku belum ingin dekat dulu dengan cowok manapun.

"Maaf...Angkasa, bukannya saya menolak berkenalan secara langsung, tapi saya sekarang sudah mau pulang, karena akan ada acara di rumah."

Sari mencoba mengalihkan jawabannya, karena bila saja langsung menolak, kesannya seperti cewek sombong, sekaligus menghindari rasa kepedeannya, karena siapa tahu, memang Rama hanya sekedar ingin kenal saja, tidak lebih, walau secara hukum alam, dimana seorang laki - laki yang notabennya sudah mengenal karena sering bertemu tapi tidak secara langsung berkenalan, tiba - tiba ingin mengenal langsung, sudah pasti ada sesuatu.

"Ok kalau begitu, sekali lagi maaf, kalau saya sudah mengganggu, kalau tidak keberatan tolong save nomor handphone Rama, menambah perteman saja, itu tidak masalah," kan?

"Iya." balas Sari.

"Makasih, Sar?"

"Sama -sama." balas Sari.

Setelah Angkasa memberikan nomor handphone Rama, angkasa pun beranjak meninggalkan mereka berdua, bagi seorang Angkasa yang memang sudah banyak mengencani banyak cewek, tahu kalau Sari memang tidak ingin berkenalan langsung dan mencoba mengalihkan jawabannya dengan alasannya, Angkasa menghargai itu, karena tidak baik juga memaksa seseorang yang memang tidak mau, yang terpenting Angkasa sebagai teman sudah membantunya, dan memberikan nomor teleponnya Rama. Angkasa kembali menghampiri teman - temannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status